0 0
Read Time:3 Minute, 17 Second

 

dianrakyat.co.id, Jakarta, Sudarto, Ketua Federasi Serikat Pekerja Makanan dan Minuman, Tembakau dan Tembakau Indonesia (FSP-RTMM-SPSI), mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP) sudah lengkap ketentuannya. Peraturan mengenai tembakau berpotensi menciptakan peluang untuk meningkatkan produksi tembakau ilegal, yang pada gilirannya akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan dan hilangnya pekerjaan di pabrik-pabrik tembakau yang beroperasi secara legal.

Menurut Sudart, keputusan pemerintah tersebut sangat mengecewakan karena aspirasi dan usulannya tidak diperhitungkan dalam penyusunan Perpres tersebut. Padahal, hingga saat ini pihaknya ingin kementerian/departemen bahkan Presiden berhati-hati dalam menyusun peraturan. Namun pendapat serikat pekerja tidak pernah didengarkan.

“Namun sangat disayangkan sangat sedikit transparansi dalam penyusunan undang-undang normatif tersebut. Informasi mengenai PP ini kami peroleh dari media, bahkan audiensi kami dengan Menteri Kesehatan (Menkes) tidak pernah diterima secara langsung, jelas Sudartha.

Tak heran, federasi yang dipimpin Sudart itu menilai tidak pernah terlibat dalam proses penyusunan PP Kesehatan. Sejak persiapan proyek hingga penandatanganan akhir keputusan tersebut, aspirasi dan kontribusi serikat pekerja tembakau belum terpenuhi.

Sayangnya, Sudarta juga mendengar proses koordinasi antar kementerian tidak berjalan mulus. Faktanya, masih ada kementerian yang belum menandatangani proyek tersebut, yang menunjukkan Kementerian Kesehatan (Kemengkes) tidak transparan.

“Ini menunjukkan kurangnya transparansi dalam persiapan dan pengambilan keputusan ini. “Dengan demikian, kepentingan yang mendasari pengesahan PP ini patut dipertanyakan,” ujarnya.

 

Sudarta menilai pengesahan PP Kesehatan 28/2024 akan menjadi ancaman serius bagi industri tembakau. Sebab, kebijakan-kebijakan tersebut mengandung berbagai pembatasan yang berdampak buruk terhadap industri tembakau dan seluruh lapisan masyarakat yang terkena dampaknya.

Seperti yang ramai diperbincangkan, pengetatan tersebut bertujuan untuk melarang penjualan produk tembakau dalam jarak 200 meter dari lembaga pendidikan dan taman bermain anak.

Menanggapi risiko tersebut, Sudartha mengaku pihaknya kini tengah mendalami regulasi Kesehatan serta konsolidasi internal. Ia tengah mengevaluasi PP tersebut dan merencanakan langkah advokasi yudisial dan nonyudisial.

“Dalam waktu dekat, kami akan menentukan langkah selanjutnya untuk melindungi hak-hak pekerja dan menjamin keberlanjutan industri tembakau,” tutupnya.

Satu hal yang jelas, lanjut Sudartha, pihaknya berkomitmen untuk terus memperjuangkan kepentingan pekerja di sektor tembakau dan memastikan kebijakan yang diterapkan tidak merugikan industri dan jutaan pekerja yang bergantung pada sektor tersebut.

Sebelumnya, Asosiasi Produsen Tembakau Indonesia (APTI) mengklaim Keputusan Pemerintah Pamekasan Jawa Timur Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) tidak ada proses.

Pasalnga, PP yang merupakan Peraturan Pelaksana Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang baru saja ditandatangani Presiden Jokowi Widodo (Jokowi), tidak termasuk pemangku kepentingan Industri Tembakau (IHT) yang terdampak.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APTI Pamekasan Samukra mengatakan pihaknya meminta pemerintah melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam proses pembahasan penyusunan aturan tersebut.

Sayangnya, tekanan tersebut diabaikan pemerintah hingga Jokowi menandatangani kebijakan tersebut. Proses ini tidak melibatkan produsen tembakau yang terkena dampak besar.

Artinya pembahasan aturan ini tidak terbuka. Siapa pihak yang terlibat? Saya tidak tahu. Yang jelas kami tidak ikut dan yang pasti aspirasi kami tidak terpenuhi, kata Samukra, Jumat. . (16/8/2024) .

Saat menelaah isi peraturan tersebut, ia berpendapat bahwa tidak ada satupun peraturan yang akan menguntungkan industri atau petani yang terlibat dalam industri tembakau. Akibatnya, para pekerja yang mata pencahariannya bergantung pada industri ini menderita karena banyaknya larangan yang terdapat dalam Undang-Undang Pelayanan Kesehatan.

“Ketentuan ini dapat membuat rokok menjadi tidak layak untuk dijual. Jika industri ini tidak berjalan, produsen tembakau tentu akan terkena dampaknya juga. Dampaknya, akan ada hasil panel pembuatan tembakau yang tidak terjual. Saat ini belum ada produk lain yang harga jualnya setara dengan harga rokok,” jelasnya.

 

Hal ini tidak hanya berdampak pada industri tembakau, Samukra juga akan berdampak ekonomi terhadap pendapatan pemerintah. Sebab, jika produksi industri menurun maka pendapatan negara akan berkurang.

Dengan menurunnya volume produksi, maka pasokan bahan baku juga berkurang. Jika bahan baku berkurang maka akan berdampak pada petani sebagai pemasok dan berdampak pada pendapatan petani.

Padahal, lanjutnya, pemerintah seharusnya bertujuan untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan mengurangi kemiskinan. Hal ini bertentangan dengan isi PP Nomor 28 Tahun 2024.

“Dengan demikian, pengentasan kemiskinan yang kita coba pemberantasan untuk menjadi negara adidaya mungkin tidak akan terwujud,” ujarnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D