dianrakyat.co.id, Jakarta Rencana pemerintah menerapkan sertifikasi halal pada angkutan logistik jalan raya (truk) dinilai tidak berdasarkan pertimbangan komprehensif dan terkesan tidak masuk akal.
Pengawas Transportasi Bambang Haryo Sukartono (BHS) mengatakan Divisi Transportasi Logistik Jalan tidak mengizinkan penerapan sertifikasi Halal. Sebab, banyak aspek yang perlu diawasi.
“Transportasi itu selalu bergerak. Arah dan tujuannya tidak bisa diketahui pemerintah. Karena setiap bergerak, pihak logistik tidak perlu melapor ke regulator transportasi/pemerintah. Apakah ada syarat halal selama perjalanannya Siapa tahu, padahal Sulit bagi pemilik truk untuk mengetahuinya. “Jadi, meski sudah memiliki sertifikat halal, belum bisa ditentukan apakah masih halal atau tidak, jadi menentukan apakah alat angkut itu masih ada atau tidak?” Bambang Haryu, Jumat (30/8/2024) mengatakan: Memenuhi standar halal atau tidak.
Dan jika alat angkut truk harus memiliki sertifikat halal, berarti pengemudi alat angkut halal juga harus memiliki sertifikat halal. Dan tentunya harus memiliki sertifikat halal. Permasalahannya adalah bagaimana menetapkan standar halal bagi pengemudi kendaraan tersebut.
Sedangkan pengemudi bisa melakukan tindakan yang tidak halal. Apakah BPJPH sebagai otoritas mutu halal mampu memantau 6 juta truk di Indonesia? Kalau begitu, harusnya menyiapkan 6 juta orang di setiap truk operasional travel dan supir truk,” jelasnya.
Dan jika BPJPH mau melakukan hal tersebut, tentu infrastruktur jalan yang dilalui truk harus bersertifikat Halal semua. Begitu pula dengan pelabuhan yang mengirimkan produk halal juga harus memiliki sertifikasi halal. Begitu pula dengan crane lepas pantai dan penimbunan di pelabuhan-pelabuhan, “harusnya legal juga kan? Itu kebijakan yang aneh dan terkesan mengada-ada.”
BHS menegaskan, sektor transportasi berbeda dengan produk makanan atau minuman yang diproduksi di satu tempat dan dapat diawasi secara berkala.
“Transportasi jalan raya diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009, dimana tidak ada syarat untuk diterbitkannya sertifikat halal. Hanya keselamatan, keamanan, dan mutu pelayanan yang minimal,” kata BHS: “kepentingan pemerintah yang lebih luas, dan tentu saja peluang baru untuk melakukan korupsi.” atau akan menciptakan kepuasan.
Selain itu, biaya sertifikasi juga direalisasikan oleh para pengusaha truk yang sangat berharga untuk bergabung dalam komunitas Aptrindo. Dan hal ini dapat menambah beban biaya logistik di Indonesia. Meski demikian, pemerintah masih berupaya menurunkan indeks kinerja logistik yang saat ini masih di atas 14%. Jika kebijakan ini diterapkan maka pemerintahan akan kacau balau. Akhirnya, biaya logistik akan meningkat.
Jika alat angkut logistik belum mempunyai sertifikasi Halal, apalagi tidak mau berarti tidak bisa digunakan untuk mengangkut produk industri yang mempunyai sertifikasi Halal, tentunya produk industri juga akan dirugikan. Dia menjelaskan bahwa menerima logistik bersertifikat halal menyebabkan tarif lebih tinggi “karena ada ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.”
Katanya tidak perlu 100 yang bicara, cukup 50% yang bisa, maka logistik kita akan kacau. Kalaupun ada angkutan logistik melalui pengiriman bersertifikat halal, pasti harganya akan naik dan mempengaruhi total biaya logistik. Industri pasti bertanggung jawab dalam penyesuaian harga produk industri, begitu pula masyarakat.
Apalagi jika APTRINDO (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia) mengumumkan akan menggelar mogok nasional, pasti perekonomian negara akan terdampak. Dan semua barang industri, pangan, dan lain-lain akan kesulitan menjangkau konsumen sehingga terjadi kelangkaan. Dan yang terakhir, biaya yang ditimbulkan tidak dapat dikendalikan. kata BHS.
Sebagai anggota Dewan Pertimbangan GAPASDAP, saya juga akan mengambil sikap yang sama jika pemerintah menerapkan kebijakan ini pada transportasi laut dan dunia transit, karena seperti halnya logistik transportasi jalan raya (truk), Indonesia Semua pelayaran diatur secara ketat dalam hal ini, ada banyak peraturan dan sertifikasi “Seperti di bidang pelayaran, ada sekitar 50 sertifikasi yang harus diselesaikan oleh pengusaha karena peraturan.”
Menurutnya, para pengusaha transportasi saat ini merasa prihatin dengan kondisi infrastruktur yang ada di Indonesia. Selain itu, banyak jalan raya yang rusak dan tidak memenuhi persyaratan, sehingga dapat menjadi beban transportasi yang mahal.
Masalah lainnya adalah penerimaan bahan bakar bersubsidi. Namun di wilayah Kalimantan dan Sumatera, khususnya Papua, harga BBM bisa naik lebih dari 50% dari harga sebenarnya.
“Cobalah Kepala BPJPH mengantarkan perbekalan satu truk penuh dari Surabaya ke Medan. Betapa sulitnya bagi operator angkutan logistik untuk menjamin keselamatan dan keamanan transportasi. 6 juta petugas BPJPH mengambil kebijakan rasional untuk menghilangkan mereka yang tidak. perekonomian Indonesia