0 0
Read Time:3 Minute, 24 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Regulasi DMA (Digital Market Law) Uni Eropa diketahui kembali menyasar Apple. Uni Eropa meminta Apple mengizinkan pengguna iPhone menghapus aplikasi bawaan yang sebelumnya tidak dapat dihapus. 

Langkah ini disebut-sebut merupakan dampak dari kebijakan DMA Uni Eropa yang mengedepankan ekosistem aplikasi yang terbuka dan kompetitif.

Seperti dikutip Gizmochina, Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa Margrethe Vestager mengatakan pada Jumat (5/4/2024) bahwa Apple harus mengizinkan pengguna menghapus aplikasi apa pun, termasuk aplikasi tingkat sistem seperti Foto.

Meski terdengar sederhana, pertanyaan ini sempat memicu perdebatan. Ini karena aplikasi default seperti Foto sangat terintegrasi dengan iOS.

Vestager mengatakan Apple harus mengizinkan aplikasi pihak ketiga bertindak sebagai perpustakaan gambar dalam sistem.

Namun beberapa pihak mengatakan hal tersebut akan sulit dilakukan karena sistemnya cukup rumit. Jika itu terjadi, mereka memperkirakan iPhone akan membutuhkan perombakan sistem secara besar-besaran.

Di sisi lain, Apple sendiri telah melakukan beberapa perubahan agar sesuai dengan DMA. Salah satunya menawarkan opsi toko aplikasi alternatif.

Namun, Komisi Eropa menilai hal tersebut belum cukup. Mereka beralasan Apple tidak selalu mau mengikuti aturan terkait aplikasi pihak ketiga.

Di sisi lain, meskipun Uni Eropa mendorong ekosistem yang lebih terbuka, terdapat kekhawatiran mengenai potensi dampaknya terhadap pengalaman pengguna dan keamanan data.

Beberapa orang berpendapat bahwa kemampuan untuk mencopot pemasangan aplikasi bawaan dapat lebih merugikan daripada menguntungkan, sehingga menyebabkan hilangnya data secara tidak sengaja.

Uni Eropa juga menyatakan ketidaksenangannya terhadap pilihan browser Apple yang diterapkan sesuai dengan DMA.

Vestager mengatakan itu tidak memberikan pengguna keputusan yang sepenuhnya terinformasi.

Hal ini mungkin disebabkan oleh daftar acak yang hanya menampilkan 11 browser pertama yang diunduh.

Perselisihan antara Uni Eropa dan Apple mengenai kepatuhan DMA kemungkinan akan terus berlanjut.

Apple mendapat tekanan tidak hanya dari otoritas Uni Eropa, tetapi juga dari negara asalnya, Amerika Serikat.

Baru-baru ini, Amerika Serikat mengajukan gugatan terhadap Apple. Mereka menuduh perusahaan memonopoli pasar ponsel pintar dan menghindari persaingan.

Dalam gugatannya, Departemen Kehakiman menuduh Apple menyalahgunakan kendalinya atas iPhone App Store untuk “mengunci” pelanggan dan pengembang.

Amerika Serikat, dikutip BBC, menuduh perusahaan Cupertino melakukan tindakan ilegal yang menghambat pengembang aplikasi yang dipandang sebagai pesaing aplikasi asli Apple dan membuat produk pesaingnya kurang menarik.

Laporan tersebut menuduh Apple menggunakan serangkaian tindakan untuk mengubah aturan dan membatasi akses ke perangkat keras dan perangkat lunaknya untuk meningkatkan keuntungan.

“Apple mempertahankan posisi monopolinya di pasar ponsel pintar tidak hanya dengan mengungguli persaingan, namun juga dengan melanggar undang-undang antimonopoli,” kata Jaksa Agung Merrick Garland pada konferensi pers yang mengumumkan gugatan tersebut.

Tak hanya itu, Apple juga dituding menaikkan biaya bagi pelanggan dan menghambat inovasi.

Laporan setebal 88 halaman tersebut berfokus pada lima area di mana Apple diduga menyalahgunakan kekuasaannya.

Misalnya, AS menuduh Apple menggunakan proses peninjauan aplikasinya untuk menghambat pengembangan aplikasi super dan aplikasi streaming karena khawatir hal tersebut akan membuat pelanggan kurang termotivasi untuk tetap menggunakan iPhone.

Laporan tersebut juga mengatakan bahwa Apple telah mempersulit koneksi iPhone ke jam tangan pintar merek lain dan mencegah bank dan perusahaan keuangan lainnya mengakses teknologi “tap-to-pay”.

Pemblokiran tersebut memungkinkan Apple menghasilkan biaya miliaran untuk memproses transaksi Apple Pay.

Keluhan tersebut juga berfokus pada cara Apple menangani pesan yang dikirim dari ponsel pesaingnya, menandainya dengan ikon gelembung hijau dan membatasi video serta fitur lainnya.

Dia mengatakan tindakan Apple menciptakan “stigma sosial” yang membantu raksasa teknologi itu mempertahankan posisinya di pasar.

Namun, Apple melawan gugatan tersebut dan membantah klaim tersebut.

Apple mengatakan pelanggan setia terhadap layanannya karena fitur-fitur yang diberikan Apple dinilai bermanfaat

Menurut Apple Act, perusahaan juga bebas memilih mitra bisnisnya. Mereka menunjuk pada masalah privasi dan keamanan untuk membenarkan aturan mereka.

Perusahaan mengatakan akan meminta pengadilan untuk membatalkan gugatan tersebut.

“Kami yakin gugatan ini tidak benar secara faktual dan hukum, dan kami dengan gigih membelanya,” kata perwakilan Apple.

Ini merupakan gugatan ketiga yang dihadapi Apple dari pemerintah AS sejak 2009 dan gugatan antimonopoli pertama yang diajukan terhadap perusahaan tersebut di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden.

Jika pemerintah memenangkan gugatan tersebut, hal ini dapat memaksa Apple untuk merevisi kontrak dan praktiknya saat ini, atau bahkan menyebabkan perpecahan internal di dalam perusahaan.

Kasus ini membuat saham Apple turun lebih dari 4% karena investor mencerna dampak dari pertarungan hukum tersebut.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D