0 0
Read Time:2 Minute, 54 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Twilio akhirnya buka suara soal serangan siber yang menimpa perusahaannya baru-baru ini, di mana peretas mengaku telah mencuri database berisi 33 juta nomor telepon pengguna Authy.

“Twilio menemukan bahwa pelaku ancaman dapat mengakses data identifikasi yang terkait dengan akun Authy, termasuk nomor telepon, melalui titik akhir yang tidak diautentikasi,” kata juru bicara Twilio kepada dianrakyat.co.id, Selasa (9/7/2024).

Sadar ada sesuatu yang mencurigakan, Twilio segera mengambil tindakan untuk mengamankan tujuan tersebut dan tidak lagi mengizinkan permintaan yang belum terverifikasi.

“Kami tidak melihat bukti bahwa pelaku ancaman melanggar sistem Twilio, atau memperoleh akses ke sistem Twilio atau data internal sensitif lainnya,” kata Twilio.

Sebagai tindakan pencegahan, perusahaan pemilik Authy telah meminta pengguna aplikasi 2FA untuk memperbarui aplikasi versi Android dan iOS.

Twilio, “Kami menghimbau pengguna untuk menggunakan aplikasi Authy terbaru untuk menerima pembaruan keamanan terkini dan mendorong semua pengguna untuk rajin dan meningkatkan kesadaran tentang serangan phishing dan peretasan.”

Sebelumnya, beredar kabar bahwa Twilio mengalami serangan siber yang disebabkan oleh seseorang bernama ShinyHunter, yang mana pelaku serangan siber tersebut mempublikasikan database hasil curiannya.

Dalam postingannya di BreachForums, peretas mengaku mencuri database berisi 33 juta nomor telepon yang diduga diambil dari akun pengguna resmi.

Beberapa orang mungkin akrab dengan Authy, aplikasi otentikasi dua faktor (2FA) yang populer.

Diketahui Twilio membeli Authy pada tahun 2015 dan menjadi aplikasi 2FA populer di dunia dengan menawarkan tambahan lapisan keamanan akun.

Twilio, sebaliknya, baru-baru ini merilis laporan Status Personalisasi edisi kelima. Laporan tahunan ini memberikan wawasan tentang bagaimana para pemimpin bisnis dari 12 negara di berbagai sektor bisnis memandang kemajuan teknologi dan perubahan kebutuhan konsumen.

Berdasarkan survei terhadap 521 pemimpin bisnis, laporan ini menyoroti tren utama konsumen yang mengharapkan pengalaman yang lebih dapat diprediksi, emosional, dan personal.

Kecerdasan buatan (AI) adalah kunci dari tren ini, dengan 71 persen pemimpin bisnis berada di kawasan Asia Pasifik (APAC) dan persentase yang lebih besar berada di kawasan lain.

Dia mengatakan mereka akan berinvestasi dalam model pembelajaran mesin untuk menganalisis perilaku pelanggan dan membuat prediksi yang lebih akurat. 

Mengutip keterangan resmi pada Selasa (2/7/2024), salah satu temuan utamanya adalah 89 persen responden meyakini penggunaan AI secara etis dapat menjadi keunggulan kompetitif.

Hal ini menunjukkan bahwa bisnis tidak hanya fokus pada inovasi teknologi, namun juga pada etika dan privasi data.

Lebih dari separuh pemimpin bisnis yang disurvei mengatasi permasalahan privasi data konsumen dengan menerapkan kontrol privasi yang lebih kuat.

Transparansi juga merupakan faktor penting dalam penggunaan kecerdasan buatan, dengan hampir separuh konsumen mengatakan mereka akan mempercayai merek untuk secara terbuka mengungkapkan penggunaan data pelanggan dan interaksi yang didukung AI.

“Dalam dunia pemasaran, personalisasi adalah kuncinya. Konsumen saat ini tidak hanya mengharapkan merek memahami mereka, mereka juga ingin merek mengantisipasi kebutuhan mereka. Teknologi AI mewujudkan hal tersebut.” 

Generasi Z (usia 18-27) merupakan kelompok konsumen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap strategi pemasaran merek. Sebagai penduduk asli digital, mereka memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap keaslian, transparansi, dan interaksi pribadi.

Untuk memenuhi kebutuhan ini, 85 persen perusahaan berencana mengubah strategi pemasaran mereka.

Di Asia Pasifik, 45 persen pemimpin bisnis mengatakan mereka akan menggunakan konten video pendek seperti TikTok atau Reels di Instagram untuk menarik perhatian Gen Z.

Personalisasi Prediktif dan Kecerdasan Emosional

Hingga 86 persen pemimpin bisnis bersiap untuk beralih dari personalisasi reaktif ke personalisasi prediktif.

Dengan bantuan AI dan pembelajaran mesin, merek dapat mengantisipasi kebutuhan konsumen dan menyampaikan pesan yang tepat pada waktu yang tepat.

Kecerdasan emosional juga menjadi fokus utama, dengan 82 persen pemimpin bisnis menekankan pentingnya respons emosional dalam interaksi yang didukung AI.  

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D