0 0
Read Time:1 Minute, 56 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta Berbagai kelompok buruh di Jabodebek menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta pada Kamis (6/6/2024). Gerakan tersebut dilakukan untuk menentang berbagai kebijakan pemerintah, mulai dari pengenaan iuran Tapera pada sistem Kategori Rawat Inap Standar (KRIS) pada pelayanan BPJS kesehatan.

Ribuan buruh yang melakukan aksi ini berasal dari Jabodebek dan berbagai serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, ​​​​serta Serikat Tani Indonesia (SPI) dan organisasi perempuan Perkaya, kata ketua serikat pekerja. Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Iqbal, Selasa (4/6/2024).

 

“Acara dimulai pukul 10.00 dari tempat berkumpul di depan Balai Kota dan berpindah ke keraton di kawasan patung kuda,” lanjutnya.

Menurut Syed Iqbal, kebijakan tapera berbahaya dan membebani iuran buruh. Sekalipun cicilannya dibayarkan 10 hingga 20 tahun, tidak ada jaminan pekerja akan mendapatkan rumah sendiri,” tegasnya.

Selanjutnya di Tapera, Jokowi dan para pembantunya dianggap kehilangan tanggung jawab menyediakan akomodasi. Sebab, pemerintah hanya berperan sebagai pemungut pajak, bukan menyediakan dana dari APBN atau APBD.

Permasalahan lainnya adalah dana tapera rawan korupsi, serta ketidakjelasan dan kompleksitas pencairan dana, ujarnya. Tolak UKT yang mahal

Selain mosi penolakan PP Tapera, isu lain yang mengemuka dalam gerakan tersebut antara lain penolakan biaya pendidikan tunggal (UKT), penolakan KRIS BPJS Kesehatan, penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, penolakan outsourcing, dan penolakan upah murah. (hostum).

Pendidikan yang seharusnya menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik, kini terbebani dengan Uang Kuliah Satu (UKT). Akibatnya, bagi anak-anak pekerja, cita-cita untuk mencapai pendidikan tinggi semakin sulit, biaya pun semakin mahal.

 

Sedangkan bagi Kamar Pasien Berstandar Internasional (KRIS), para pekerja menilai kebijakan ini justru akan menurunkan kualitas layanan kesehatan dan memperburuk layanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak. Pekerja menuntut pemerintah meninjau kembali kebijakan ini dan memastikan layanan kesehatan yang adil dan layak bagi semua.

Omnibuslaw UU Cipta Kerja ditolak. Kebijakan yang disebut-sebut mendorong investasi ini merupakan simbol ketidakadilan yang melegitimasi eksploitasi terhadap pekerja. Fleksibilitas kerja melalui kontrak yang semakin bebas dan outsourcing memudahkan pengusaha memperlakukan pekerja hanya sebagai alat produksi, bukan sebagai manusia yang mempunyai hak dan martabat.

Iqbal menilai UU Cipta Kerja berujung pada upah murah, pesangon rendah, pemecatan mudah, jadwal kerja fleksibel, dan hilangnya banyak saksi pidana.

Dalam aksi yang diadakan pada tanggal 6 Juni, para pekerja menolak outsourcing dan menuntut penghapusan upah rendah (Hostum). Kehidupan mereka seolah-olah berada dalam kekacauan dalam ketidakpastian yang menghantui,” tuturnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D