0 0
Read Time:3 Minute, 33 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Deforestasi terus berlanjut pada tingkat yang lebih tinggi dari janji tahun lalu untuk mengakhiri praktik tersebut pada tahun 2030, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada Selasa, 8 Oktober 2024. Secara khusus, deforestasi di Indonesia dan Bolivia menjadi sorotan dalam penelitian ini. .

Menurut CNA pada Jumat, 18 Oktober 2024, hampir separuh hutan Irlandia akan hilang pada tahun 2023, menurut dua puluh lembaga penelitian, LSM, dan kelompok advokasi. Disebutkan 6,37 juta hektare pohon ditebang dan dibakar.

Tingkat tersebut “jauh” di bawah jumlah yang dibutuhkan agar dunia berada pada jalur penghapusan deforestasi pada akhir dekade ini, sebuah komitmen yang dibuat oleh lebih dari 140 pemimpin dunia pada tahun 2021. Hutan adalah rumah bagi 80 persen spesies tumbuhan dan hewan darat.

Wilayah ini penting untuk mengatur siklus air dan menyerap karbon dioksida, gas rumah kaca utama yang menyebabkan pemanasan global. “Deforestasi global semakin memburuk sejak awal dekade ini,” kata Ivan Palmegiani, penasihat keanekaragaman hayati dan tata guna lahan di Climate Focus dan penulis utama Laporan Penilaian Deklarasi Hutan.

“Kita hanya tinggal enam tahun lagi menuju tenggat waktu global untuk mengakhiri deforestasi, dan hutan ditebang, dihancurkan, dan dibakar pada tingkat yang mengkhawatirkan,” katanya.

Pada tahun 2023, 3,7 juta hektar hutan primer tropis, khususnya lingkungan yang kaya karbon dan beragam secara ekologis, akan hilang. Untuk memenuhi target tahun 2030, angka ini harus turun secara signifikan.

Di antara wilayah-wilayah berisiko tinggi, para peneliti menyebutkan kegagalan menghentikan deforestasi di Bolivia dan Indonesia. Bolivia mengalami “peningkatan deforestasi yang mengkhawatirkan”, yaitu sebesar 351 persen antara tahun 2015 dan 2023, kata laporan itu.

“Tren ini tidak menunjukkan tanda-tanda mereda,” tambahnya, seraya menambahkan bahwa hutan ditebangi untuk pertanian, terutama untuk kedelai, daging sapi, dan gula.

Di Indonesia, deforestasi menurun dari tahun 2020 hingga 2022 tetapi mulai meningkat tajam pada tahun lalu. Ironisnya, hal ini sebagian disebabkan oleh permintaan akan bahan ramah lingkungan seperti viscose untuk pakaian, serta meningkatnya penambangan nikel untuk baterai kendaraan listrik dan teknologi energi terbarukan.

Untungnya, ada kabar baik dari Brasil. Meski memiliki tingkat deforestasi tertinggi di dunia, Brasil telah mencapai kemajuan yang signifikan.

Situasi telah membaik secara signifikan di Amazon, yang mendapat manfaat dari langkah-langkah keamanan yang diterapkan oleh Presiden Luiz Inacio Lula da Silva. Namun penggundulan hutan meningkat di Cerrado, sabana tropis utama di bawah Amazon.

Laporan ini juga menyoroti peran perkebunan, pembangunan jalan dan kebakaran dalam deforestasi, yang telah mendegradasi lahan namun tidak menghancurkannya sepenuhnya. Pada tahun 2022, tahun terakhir dimana data tersedia, kawasan hutan Jerman yang berukuran dua kali lipat akan ditebang.

“Kebijakan yang lebih kuat dan pengendalian yang lebih kuat diperlukan,” kata Erin Mattson, penasihat senior di Climate Focus dan salah satu penulis laporan tersebut. “Untuk mencapai tujuan konservasi hutan global, kita harus melindungi hutan dari kecanduan politik dan ekonomi,” ujarnya.

Laporan ini muncul setelah Komisi Eropa pekan lalu mengusulkan untuk menunda undang-undang anti-deforestasi selama satu tahun hingga akhir tahun 2025, meskipun ada tentangan dari LSM. “Kita perlu memikirkan kembali secara mendasar hubungan kita dengan pola konsumsi dan produksi untuk menjauh dari ketergantungan pada penggunaan sumber daya alam yang berlebihan,” kata Matson.

Di sisi lain, analisis bersama World Resources Institute (WRI) Global, Universitas Maryland, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHJ) Norwegia menunjukkan bahwa laju deforestasi antara tahun 2022 hingga 2023 hanya sebesar 0,13 per tahun. juta hektar per tahun.

Hal tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada Sidang Paripurna Tingkat Menteri Oslo Tropical Forest Forum 2024 pada Selasa, 25 Juni 2024 waktu Norwegia, demikian laporan saluran Bisnis dianrakyat.co.id. “Analisis World Resources Institute menegaskan bahwa laju deforestasi Indonesia pada masa Presiden Jokowi merupakan yang terendah sepanjang sejarah, melampaui negara lain,” ujarnya.

Menurutnya, dibandingkan baseline tahunan, penurunan emisi Indonesia telah mencapai 47,3% pada tahun 2020, 43,8% pada tahun 2021, dan 41,6% pada tahun 2022, yaitu 43,2% dari NDC yang melebihi potensi nasional dari kerja sama internasional dan jangka panjang. . . 31,89 persen.

Menteri Siti mengatakan Indonesia telah berhasil mengendalikan kebakaran hutan pada saat terjadi El Nino belakangan ini. Dengan melakukan hal tersebut, pihaknya akan memastikan target net sink Climate FOLU 2030 tetap sesuai rencana.

Ia mengatakan, melalui agenda perhutanan sosial, luas wilayah yang ditetapkan secara hukum bagi masyarakat adat dan adat meningkat 18 kali lipat dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Pada akhir Oktober 2024 akan meningkat 20 kali lipat.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D