dianrakyat.co.id, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan layanan Internet satelit milik Elon Musk, Starlink, akan diuji coba di masa depan di ibu kota negara Indonesia (IKN).
Starlink telah mempublikasikan keberadaan layanan Internet Starlink di situsnya.
Menanggapi hadirnya layanan Internet Starlink di Indonesia, operator seluler Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) mengatakan Starlink yang masuk ke Indonesia harus mematuhi regulasi Indonesia.
Berbicara mengenai persaingan Starlink dengan operator seluler, Direktur dan Direktur Komersial Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Buldansyah mengatakan ada beberapa produk Indosat yang akan bersaing dengan Starlink.
“Sebagai sebuah produk pasti akan menjadi pesaing beberapa produk, tidak semua, tapi ada beberapa produk Indosat,” kata Buldansyah saat ditemui di kantor Indosat Ooredoo Hutchison, Jakarta, Kamis (18/4/2024).
“Tapi menurut saya persaingan akan terus meningkat, baik dari Starlink atau dimanapun,” ujarnya.
Meski begitu, Buldansyah mengatakan layanan internet Elon Musk tidak akan bersaing dengan Indosat Ooredoo Hutchison atau perusahaan operator telepon seluler.
Dia mengatakan akan ada persaingan ketat dengan penyedia layanan internet satelit lainnya.
“Menurut saya, persaingan paling langsung adalah dengan operator VSAT, bukan dengan operator seluler,” kata Buldansyah.
Soal harga, Buldansyah mengatakan, seperti yang diberitakan di banyak media, biaya berlangganan Internet Starlink sebesar Rp 750.000 tidak akan bersaing dengan layanan FTTH (fiber to the home).
Dampaknya tergantung harga, katanya harganya (Starlink) Rp 750 ribu, langganan apa pun, baik itu fiber optic FTTH sekitar Rp 200 ribu, kata Buldansyah.
Sedangkan biaya pemasangannya Rp 7-8 juta, kalau FTTH (pemasangannya) tidak mencapai Rp 1 juta, analisa saja, apakah ada persaingan?
Berbicara mengenai kehadiran satelit Internet Starlink di Indonesia, Buldansyah menilai perusahaan Internet milik Elon Musk harus mematuhi beberapa regulasi di Indonesia.
“Saya kira aturannya sudah cukup jelas, satu produk pasti akan bersaing dengan banyak produk. Selama kita mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia, kita akan bersaing dalam hal pelayanan, harga, dan cakupan,” kata Buldansyah.
Ia menambahkan, yang terpenting dalam kompetisi adalah semua pemain berada pada level yang sama, sehingga tidak ada bias dalam peraturan pemerintah terhadap satu pemain.
Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat) dan Mastercard menjalin kerja sama di bidang keamanan siber, khususnya untuk menjaga ekonomi digital Indonesia.
Melalui MoU ini, keduanya meresmikan Center of Excellence (CoE) Keamanan Siber Indosat-Mastercard di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).
Keberadaan inisiatif terkait keamanan siber ini tidak lepas dari semakin besarnya tantangan keamanan siber di seluruh dunia. Selain itu, kerugian akibat masalah keamanan siber diperkirakan akan meningkat menjadi $14 triliun pada tahun 2028, dari sebelumnya sebesar $8 triliun pada tahun 2023.
Menurut survei global, 72 persen serangan siber di Asia disebabkan oleh kurangnya ahli di bidang ini.
Oleh karena itu, Pusat Keunggulan Keamanan Siber Indosat-Mastercard di ITB bertujuan untuk mengatasi kesenjangan ini dengan berfokus pada tiga pilar utama.
Pertama, pendidikan, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang keamanan siber dengan meningkatkan akses terhadap pendidikan dan pelatihan keamanan siber.
Pilar kedua adalah inovasi, melalui penelitian di beberapa bidang utama keamanan siber dan kepercayaan digital dengan menggunakan teknologi baru.
Pilar berikutnya adalah kolaborasi industri untuk mendeteksi dan mengurangi penipuan.
Chairman, Chairman dan CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha berharap upaya yang dilakukan dapat menyelesaikan tantangan keamanan siber di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
“Kami yakin upaya yang dilakukan akan meningkatkan sumber daya manusia di bidang keamanan siber di Indonesia di masa depan,” kata Vikram.