dianrakyat.co.id, Jakarta – Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Pancasila (UP) mendapat perhatian berbagai pihak.
Seorang rektor berinisial ETH diduga melakukan pelecehan seksual terhadap dua stafnya. Akibat tindakannya, ETH kini dinonaktifkan.
Salah satu pihak yang menaruh perhatian terhadap persoalan ini adalah Komnas Perempuan. Komisi yang dikenal dengan nama Komnas Perempuan ini tengah mendalami laporan dugaan kasus pelecehan seksual di Universitas Pancasila (UP) sebagaimana diamanatkan Undang-undang Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Komnas Perempuan menerima laporan tersebut pada 12 Januari 2024. Hal tersebut disampaikan Komnas Perempuan di Jakarta (26/02) menanggapi permintaan informasi dari media mengenai hal tersebut.
Komnas Perempuan mengapresiasi keberanian pelapor/korban perempuan untuk bersuara dan melaporkan kasusnya ke polisi agar bisa diproses melalui sistem peradilan pidana.
Terkait proses penanganan perkara, Komnas Perempuan menyampaikan empat laporan.
Pertama, Komnas Perempuan mendorong polisi untuk mengacu pada UU TPKS, termasuk memastikan adanya kesatuan pendekatan antara proses hukum dan pemulihan korban.
Kedua, Universitas Pancasila mengambil langkah sesuai perintah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Acuannya juga mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja. Padahal, hal tersebut mengharuskan perguruan tinggi sebagai pemberi kerja untuk melindungi dan memenuhi hak-hak korban dalam hal pengobatan dan pemulihan.
Ketiga, mendorong media untuk memberitakan berita yang mengutamakan perlindungan korban.
Keempat, mengajak masyarakat untuk mendukung upaya para pelapor/korban kekerasan seksual dalam penanganan kasusnya dan pemulihannya.
Penting untuk diingat bahwa hubungan kekuasaan yang timpang dan seringkali linear merupakan salah satu faktor yang terkait dengan kekerasan seksual, serta keengganan atau bahkan ketakutan korban untuk melaporkannya.
Apalagi jika yang melakukan tindak pidana tersebut mempunyai suatu kondisi yang mempengaruhi kehidupan korban dan keluarganya.
Dalam situasi yang dikeluhkan, narator berada pada situasi relasi kuasa dengan lapisan, yaitu: Pertama, sebagai perempuan yang dibesarkan sebagai subordinat vis-à-vis laki-laki. Kedua, pemimpinnya memberikan pekerjaan kepada pegawai atau bawahannya. Ketiga, kesenjangan tingkat pendidikan dan pengetahuan antara perempuan korban dan terdakwa.
Terlebih lagi, kekerasan seksual seringkali terjadi secara diam-diam, tanpa saksi. Akibatnya, pernyataan korban seringkali ditolak dan diragukan kebenarannya.
“Oleh karena itu, para korban memerlukan waktu dan dukungan untuk dapat bersuara dan melaporkan permasalahan mereka. Bahkan ada korban yang dilaporkan kembali dengan tuduhan pencemaran nama baik, termasuk nama baik perguruan tinggi, kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam siaran persnya, Rabu (28/2/2024).
Belum lagi, kondisi korban terkait trauma akibat kekerasan yang dialaminya. Oleh karena itu, para korban biasanya perlu dikuatkan terlebih dahulu agar mereka berani bersuara dan melaporkan.
Karena kejadian ini terjadi di lingkungan universitas, maka pihak kampus mempunyai kewajiban mengusut tuntas pernyataan tersebut. Dan ditangani sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 Tahun 2021, termasuk dukungan pemulihan.
Peristiwa yang diadukan juga dapat digolongkan sebagai kekerasan seksual di tempat kerja. Sesuai dengan perintah Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara no. 88 Tahun 2023, tempat kerja wajib mempunyai cara-cara pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja agar tempat kerja menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi setiap orang.
Dalam menangani kasus, tempat kerja juga harus memastikan bahwa laporan tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi pelapor/korban, seperti penurunan pangkat, penundaan promosi dan kenaikan gaji, ketidaknyamanan dalam hubungan kerja, dan lain-lain.