LONDON – Mimpi buruk adalah salah satu gangguan tidur paling umum di dunia, dan frekuensinya meningkat selama pandemi COVID-19.
Kini, mimpi buruk ini dapat dihilangkan dengan menggunakan teknik non-invasif untuk memanipulasi emosi kita, sebuah studi baru menunjukkan.
Sebuah penelitian terhadap 36 pasien yang didiagnosis dengan gangguan mimpi buruk menemukan bahwa kombinasi dua pengobatan sederhana dapat membantu mengurangi frekuensi mimpi buruk. Studi ini awalnya dipublikasikan di jurnal Current Biology.
“Ada hubungan antara jenis emosi yang dialami dalam mimpi dan kesejahteraan emosional kita,” jelas Lempros Perogamros, psikolog di Rumah Sakit Universitas Jenewa dan Universitas Jenewa di Swiss, pada tahun 2022 ketika hasil penelitian tersebut dipublikasikan.
Berdasarkan pengamatan ini, kami pikir kami dapat membantu orang memanipulasi emosi dalam mimpi mereka.
Banyak orang di dunia mengalami mimpi buruk, yang bukan sekadar mimpi buruk. Mimpi buruk juga dikaitkan dengan kualitas tidur yang buruk, yang kemudian dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya.
Salah satu penyebab mimpi buruk adalah kurang tidur yang juga dapat meningkatkan kecemasan hingga berujung pada insomnia. Oleh karena itu, mimpi tidak boleh diabaikan dan segera ditangani.
Dua metode non-invasif yang diperkenalkan dalam penelitian ini adalah terapi pelatihan imajinasi (IMT) dan reaktivasi memori yang ditargetkan (TMR).
Di IMT, pasien diminta untuk menulis ulang mimpi mereka yang menakutkan dan berulang di atas kertas dengan akhir yang bahagia, kemudian “melatih” cerita tersebut di kepala mereka dalam upaya untuk menulis ulang mimpi tersebut.