dianrakyat.co.id, Jakarta Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik asal China dengan tarif maksimal 199,98 persen untuk melindungi industri keramik dalam negeri.
Lantas seberapa efektifkah rencana implementasi kebijakan BMAD dalam memajukan industri dalam negeri?
Institute for Development Economics and Finance (INDEF) memperkirakan rekomendasi penerapan BMAD akan menimbulkan sejumlah dampak negatif.
Kepala Pusat Perindustrian, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan dampak jika BMAD berdasarkan investigasi KADI digunakan adalah akan terjadi trade diversion terlebih dahulu. Impor akan beralih ke negara selain Tiongkok. “Trade diversion Kami juga melihat banyak sekali trade diversion ke India dan Vietnam. Sebab, keduanya merupakan eksportir terbesar HS 690721,” kata Andry dalam diskusi INDEF uji coba rencana kebijakan BMAD untuk keramik di Jakarta, Selasa (16/1). 7/2024).
Dampak kedua adalah pasar persaingan menjadi lebih kecil. Pilihan konsumen lebih sedikit. Sebab, harga keramik pun menjadi lebih mahal. Menurut dia, produsen dalam negeri akan berkontribusi meningkatkan margin keuntungan dengan menaikkan harga jual. Sebab, harga keramik impor meningkat pesat.
Selain itu kuantitas atau jumlah keramik yang beredar di pasaran semakin berkurang. Ketika permintaan keramik dalam negeri meningkat, semakin mahal harga yang diterima konsumen maka akan semakin mahal pula harganya.
“Kami melihat produsen lokal akan berperan meningkatkan margin keuntungan dengan menaikkan harga jual. Sebab, harga keramik impor meningkat pesat,” ujarnya.
Ketiga, dampak negatifnya adalah banyak sektor yang akan terdampak. termasuk sektor ritel Real estate atau real estat, importir, perusahaan ekspedisi, logistik, yang akan membantu meningkatkan efisiensi tenaga kerja. dan dapat mengakibatkan peningkatan pengangguran.
Dampak keempat adalah adanya kekhawatiran Tiongkok akan melakukan tindakan pembalasan. Sekadar informasi Retaliasi adalah tindakan pembalasan suatu negara terhadap negara yang menimbulkan kerugian.
“Kemungkinan besar pembalasan terhadap produk Indonesia akan dilakukan oleh pihak Tiongkok,” tutupnya.
Sebelumnya, Syahdi Hanafi, Ketua Kelompok Kerja Pengembangan Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian mengungkapkan permasalahan operasional industri keramik dalam negeri sudah terjadi sejak lama.
Permasalahan bermula ketika harga gas mulai naik pada tahun 2015. Kenaikan harga gas berdampak pada menurunnya efisiensi industri keramik. dan bahkan daya saing mereka lebih rendah.
“Lalu yang mulai parah, penyebab terpuruknya industri keramik kita adalah karena kenaikan harga minyak. Sebelum tahun 2015 kita sejahtera, daya saing kita tinggi. Meski pemakaiannya sudah 90 persen, setelah itu mulai meningkat. Tapi daya saing kita rendah. Kita tidak bisa bersaing dalam harga,” kata Syahdi pada diskusi INDEF mengenai uji coba rencana kebijakan BMAD untuk keramik. Di Jakarta, Selasa (16/7/2024)
Terlebih lagi, masuknya impor keramik menyebabkan semakin terpuruknya produk keramik dalam negeri. Sebab, harga keramik impor lebih murah.
“Hal ini diperparah dengan impor yang murah. Konsumen di Indonesia masih mengkhawatirkan harga,” ujarnya.
Melihat hal tersebut, pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian akhirnya mulai mendukung penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies, seperti pemberlakuan tindakan proteksi tarif impor (BMTP) serta bea masuk anti dumping (BMAD) untuk melindungi dalam negeri. industri keramik
“Untuk BMAD soal ubin keramik, kami sudah lama mengalami masalah serius. Jadi solusi perdagangan yang diperkenalkan pada tahun 2016, kami mulai menerapkannya karena kami sudah menghadapi masalah,” tutupnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan pentingnya mengetahui isi 26.415 kontainer yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak untuk melindungi industri dalam negeri.
Menperin menyampaikan keinginannya mengetahui isi dari 26.415 kontainer yang saat ini tertahan di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Langkah ini diambil untuk menyusun strategi pencegahan yang efektif untuk melindungi industri dalam negeri.
“26.000 itu angka yang besar, besar sekali kalau bicara 100-200 kontainer. Mungkin kita tidak terlalu khawatir. Tapi kalau kita punya 26.000 kontainer, kita pasti tertarik untuk mitigasinya,” kata Menkeu. industri Dikutip Rabu (7/10/2024)
Agus juga mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat ke Kementerian Keuangan untuk meminta data dan informasi isi peti kemas yang tertahan di kedua pelabuhan tersebut. Namun hingga saat ini mereka belum mendapat balasan.
“Belum ada tanggapan,” katanya.
Agus menegaskan, informasi terbuka mengenai isi wadah itu penting untuk diketahui. Dari 26.415 kontainer yang tertahan, besar kemungkinan kontainer tersebut berisi bahan baku industri yang dapat mengancam industri dalam negeri.
“Saya juga ingin tahu apakah produk itu bahan mentah atau bukan. Bahan baku di sektor manakah produknya? Ini bisa berupa produk jadi, misalnya pakaian jadi, misalnya TV elektronik. produk elektronik,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkap beban pelaku industri akibat gempuran barang impor. Ia pun mengaku sudah menghubungi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan keringanan.
Keringanan yang dimaksud adalah pemberlakuan bea masuk BMTP dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) akibat dampak pemberlakuan Peraturan Kementerian Perdagangan. (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang dinilai merugikan pelaku industri.
“Kami melihat dampak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 ini cukup signifikan. Pabrik-pabrik industri telah ditutup berkali-kali. Banyak yang PHK,” kata Menteri Perindustrian Agus saat peluncuran Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2024 tentang Kawasan Industri di Jakarta, Selasa (7/9/2024).
Dia mengatakan, Jokowi memimpin rapat terbatas secara langsung untuk menyikapi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, BMTP dan BMD akan segera dirilis untuk melindungi produk lokal.
“Bersyukur. Dalam pertemuan ini kami memperjuangkan dan mendapat persetujuan dari presiden untuk membentuk BMTP dan BMAD, tentunya untuk melindungi industri dalam negeri,” ujarnya.
Dia mengatakan kedua aturan pajak impor tersebut bukanlah aturan inti. Mengingat sudah ada kepanjangan BMTP dan BMAD untuk produk kain dan produk keramik, di sisi lain masih ada produk lainnya. yang perlu dikendalikan
“Itu membutuhkan waktu dan kami tidak punya cukup waktu. Waktu kita terbatas untuk menghadapi serbuan barang dari beberapa negara yang harganya jauh lebih murah,” jelasnya.