dianrakyat.co.id, Jakarta Dalam aksi unjuk rasa yang riuh mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (23/8/2024), Reza Rahadian berpidato mewakili suara rakyat, mengingat kondisi demokrasi di tanah air terancam.
Aksi Reza di jalan membuat netizen terkesima, dan ternyata semangatnya datang dari neneknya Francisca Fanggidej, seorang revolusioner yang memperjuangkan kemerdekaan di masa lalu.
Aksi Reza yang turut serta sebagai warganet yang menyampaikan keprihatinannya terhadap pemerintah Indonesia pun menjadi perbincangan hangat dan mendapat pujian dari masyarakat. Rupanya hal itu dari neneknya yang juga seorang pejuang kemerdekaan pada tahun 1945.
Selain kiprahnya di bidang sosial politik tanah air, aktor kelahiran 1987 ini juga pernah berperan dalam film Habibie dan Ainun sebagai presiden ketiga Indonesia, film Guru Bangsa Tjokroaminoto sebagai HOS Tjokroaminoto.
Demokrasi di Indonesia saat ini sedang terancam, sehingga Reza marah dan tak kuasa menahan diri untuk mengutarakan aksinya tepat di depan gedung DPR bersama pengunjuk rasa lainnya. Reza dalam sambutannya menegaskan, dirinya tidak mewakili suatu organisasi dan tindakannya hanya merupakan tindakan masyarakat awam yang peduli dengan keadaan Tanah Air saat ini.
“Saya tidak mewakili kepentingan apa pun, saya tidak berasumsi apa-apa, saya hadir sebagai masyarakat biasa bersama teman-teman semua. Kami di sini bersama masyarakat yang ingin melihat demokrasi seperti itu,” kata Reza.
Aksi Reza di jalanan mendapat perhatian publik, dan ternyata aura pejuang tersebut berasal dari sang nenek, Francisca. Sosok nenek Reza merupakan salah satu tokoh revolusi yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan wanita kelahiran 16 Agustus 1925 di Noelmina, Pulau Timor.
Saat itu Francisca disebut sebagai “Belanda Hitam”, dimana ia adalah seorang pribumi yang statusnya setara dengan Belanda. Oleh karena itu, keluarganya mendapat warisan budaya Indonesia namun berada di kelas kulit putih, sekolah perkemahan Eropa.
Mendukung kemerdekaan Indonesia, Francisca mengikuti organisasi pemuda Republik Indonesia (PRI) di kota Surabaya dan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di kota Yogyakarta.
Selain itu, Francisca juga mengungkapkan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 kepada khalayak internasional melalui siaran Radio Gelora Pemuda. Pada tahun 1955, ia menjadi jurnalis Kantor Berita Antara dan mendirikan Layanan Pers Nasional Indonesia (INPS). Kemudian pada tahun 1957, Francisca diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai anggota DPR untuk gotong royong pasca kemerdekaan Indonesia.
Akibat peristiwa G30S tahun 1965, Francisca ingin kembali ke Indonesia setelah bertugas di luar negeri, namun tidak bisa kembali. Ia terpaksa menjalani hidupnya dengan merantau ke luar negeri untuk menghindari represi pemerintahan Orde Baru. Artinya namanya tidak tercatat dalam sejarah Orde Baru.
Namun namanya dikenal sebagai tokoh perempuan Indonesia yang menyebarkan kemerdekaan Indonesia dan tercatat dalam Buku Konferensi Kalkuta.