0 0
Read Time:3 Minute, 51 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Malam Lailatul Qadar merupakan acara istimewa di bulan Ramadhan yang konon membawa kebahagiaan setara dengan 1000 bulan. Tidak ada yang mengetahui kapan malam Lailatul Qadar itu terjadi, namun dikatakan jatuh pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yaitu malam ke-21, 23, 25, 27, 29, dan 31.

Masa ini diyakini sebagai masa dimana umat Islam memperkuat ibadahnya, termasuk iktikaf. Selain itu, masyarakat di berbagai tempat menyambut Lailatul Qadar dengan tradisi yang berbeda-beda. Berikut ini beberapa tradisi Indonesia menyambut sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

1. Blackjack ala Kasunanan Surakarta

Malam Blackjack Kasunanan Surakarta merupakan tradisi menyambut malam Lailatul Qadar yang diselenggarakan sejak masa pemerintahan Pakubuwono IX (1861-1893). Tradisi ini disebut Selikuran karena dilakukan pada malam ke-21 Ramadhan.

Dimuat di ejournal.uinsaizu.ac.id, Selasa (26/03/2024), tradisi Selikuran diakhiri dengan doa keselamatan kepada Allah SWT dengan seribu mangkok tumpeng yang akan dibagikan kepada para abdi dalem dan masyarakat. Upacara ini dilaksanakan di Masjid Agung Surakarta.

Setelah salat selesai, tumpan yang dilengkapi lampu (ting) akan diperlihatkan oleh para abdi dalem yang berjalan kaki. Hidangan dengan nasi tumpeng antara lain kacang hitam, telur puyuh, cabai hijau, rambak, dan mentimun. Kebanyakan orang mau berebut nasi dan lauk tumpeng.

Lain cerita di Demak. Mereka mempunyai tradisi menyambut malam Lailatul Qadar dengan bermalam di masjid atau laki-laki. Tradisi laki-laki di Masjid Agung Demak dimulai pada zaman Wali Songo dan meluas hingga zaman Kerajaan Demak dan berlanjut hingga saat ini.

Diposting oleh ejournal.undip.ac.id Umat beragama hanya di Masjid Agung Demak pada pukul 00:30 hingga 02:00. Pada acara ini, gereja akan dibuka pada pukul 23.00, setelah sebelumnya istirahat usai jemaah Taraveha.

Saat masjid dibuka, jamaah yang datang langsung memenuhi ruang utama masjid, dan sebagian besar berangkat ke masjid untuk salat dan mengaji. Imam kemudian memimpin beberapa ibadah Lailatul Qadar yang ditetapkan dari tahun ke tahun berupa tasbih empat rakaat dan shalat sunnah penuh dua rakaat, kemudian membaca wada.

3. Minuman Keras Masyarakat Melayu Pontianak

Sementara itu, masyarakat Melayu di Pontianak menyambut baik malam Lailatul Qadar yang dimulai pada malam ke-21 bulan Ramadhan. Tradisi ini sering disebut dengan malam Liquran. Bersumber dari Jurnal.untan.ac.id, Masyarakat Melayu Pontianak menyambut malam Liquran dengan membuat Gerbang Keriang Bandong.

Keriang Bandong merupakan salah satu jenis permainan dengan pencahayaan yang indah. Gambarnya bisa banyak, misalnya ikan, bulan sabit, bintang, bahkan menggunakan obor atau lampu yang dibuka dan digantung di teras depan rumah.

Keriang Bandong dipersiapkan pada malam pertama hingga malam ketujuh Liquran Tig sehingga lampu tersebut menjadi tanda bagi para bidadari untuk singgah di rumahnya dan merayakan malam mulia tersebut.

Sebagian besar komunitas Muslim di Lombok masih menjalankan tradisi khusus menyalakan “Dile Jojor” – lampu kecil yang terbuat dari olahan buah dan japlunga yang dibakar. Diterbitkan lombokbaratkab.go.id, tradisi yang juga mirip dengan Liquran di Pontianak ini dilakukan setiap malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Tradisi Dile Yojor diawali dengan membawa mangkok dan piring berisi nasi, yang dikirimkan ke gereja untuk berbuka puasa bersama tokoh masyarakat. Biasanya Dile Jojor dipanggang setelah salat Maghrib. Sebuah desa yang awalnya digelapkan oleh cahaya api Dile Jojor.

Selain karya budaya, Dile Joyor juga dinyalakan untuk menerangi jalan bagi yang akan mengirimkan zakat fitrah. Sebelum listrik masuk ke negeri seribu masjid, mereka yang membayar zakat akan menunggu Dile Joyor buka.

5. Hepatirangga Wakatobi

Tradisi Hepatirangga merupakan budaya yang dibentuk oleh masyarakat Wanci yang berasal dari Wakatobi. Diposting oleh Journal.fib.uho.ac.id Hepatirangga merupakan tradisi melukis tangan dengan menggunakan daun henna. Tradisi ini banyak dilakukan oleh para ibu-ibu. Mereka akan mengumpulkan anak-anak yang baru pulang dari salat tarawih atau anak-anak yang belum berangkat salat untuk ditempatkan di Hepatirangga.

Hepatiranga dibuat dengan cara menumbuk atau menggiling daun hepatiranga hingga halus. Setelah itu, orang tua akan membuatkan anak berusia 1 hingga 15 tahun dengan cara bercerita. Sedangkan anak berusia 16 tahun ke atas akan dieksploitasi oleh orang tua atau temannya.

Diposting oleh Journal.iain-ternate.ac.id Rabas Sowan merupakan tradisi Halmahera Selatan yang diwariskan secara turun temurun. Tradisi malam Lailatul Qadar dilaksanakan dengan ritual dimana semua pohon pisang yang masih ada daun dan buahnya, pohon manis yang daunnya kemudian disatukan dan diikat di depan rumah lalu dihias dengan cat minyak. kertas.

Oleh-oleh dan jajanan juga digantung di pohon pisang, seperti lontong Andara, ketupat mini, Rp. Hadiah akan dibagikan mulai jam 4 sore dan anak-anak akan diajak bersaing memperebutkan hadiah saat azan Maghrib. Idenya mirip dengan pemberian saweran aqiqah yang ditancapkan pada kelapa, yaitu pada batang pisang.

Rabas Sowan selesai setelah anak-anak selesai berpuasa. Dalam kegiatan ini, anak-anak dapat menikmati berbagi dan merayakan bulan Ramadhan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D