0 0
Read Time:1 Minute, 35 Second

dianrakyat.co.id, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Caymen PPPA) menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satunya adalah praktik nikah sandera di Kabupaten Sumba Barat atas nama budaya. 

KemenPPPA mengapresiasi dimulainya kesepakatan bersama dengan para tokoh adat Sumba Tengah untuk mengakhiri praktik budaya perkawinan tawanan. Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA mengatakan, “Kesepakatan ini merupakan bukti kesungguhan semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, organisasi masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat, untuk mengakhiri kawin paksa atas nama budaya.” Ratna Susianavati dalam keterangan pers, Selasa (14/5/2024).  

Disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memperkuat upaya perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan. UU TPKS menyebutkan kawin paksa merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Ratna menilai kesepakatan bersama ini merupakan tindak lanjut positif dari penandatanganan MoU antara empat bupati Provinsi Sumba pada tahun 2020 lalu. 

“Hal ini perlu kita kawal bersama agar semua pihak bisa turut serta mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, khususnya kawin paksa yang masih marak terjadi,” kata Ratna.

Ratna mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA) di tingkat provinsi dan kabupaten sesuai amanat UU TPKS. Dengan terbentuknya UPTD PPA, diharapkan korban kekerasan dapat memperoleh layanan yang cepat, akurat dan komprehensif sesuai kebutuhannya.

Andy Yantriani, Ketua Komnas Perempuan, mengatakan pernikahan yang diawali dengan kekerasan berdampak buruk pada kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, upaya perubahan budaya dan perubahan pola pikir yang dilakukan di Sumba Tengah patut diapresiasi dan terus didukung oleh semua pihak. 

Commons Perempuan membuat analisis mengenai pernikahan yang ditangkap. Nantinya, melalui konsultasi bersama akan dikeluarkan rekomendasi umum penanganan kawin tangkap dan kawin paksa yang dapat menjadi acuan bagi aparat penegak hukum (APH) dan pendamping. 

“Mudah-mudahan permasalahan perjodohan ini tidak berlanjut di kemudian hari karena menimbulkan trauma tersendiri bagi perempuan maupun laki-laki yang membantu membangun rumah tangga dan berdampak pada kehidupan dalam jangka panjang,” kata Andy.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D