0 0
Read Time:2 Minute, 25 Second

 

dianrakyat.co.id, Jakarta Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) menolak keras Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. DPN APTI juga menolak ketentuan hukum yang diambil dari PP 28/2024 dalam kapasitasnya sebagai Menteri Kesehatan.

Sifat penolakan terhadap DPN APTI terungkap dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan (Minkes) RI Budi Junadi Sadikin. Surat tertanggal 02 September 2024, No. 026/DPN APTI/IX/2024, perihal penolakan PP No. UU Nomor 28 Tahun 2024 dan turunannya.

Ketua Umum DPN APTI Agus Barmoji menilai terbitnya PP 28/2024 dan produk produksi selanjutnya merupakan bentuk nyata kriminalisasi hak ekonomi petani tembakau.

“Kami sebagai bagian dari keberagaman warga negara Indonesia yang berkecimpung di sektor pertanian tembakau merasa hak-hak ekonomi mereka tertindas dalam lima tahun terakhir, produk-produk hukum mulai dari undang-undang hingga peraturan daerah terus menerus mengendalikan keberadaan tembakau. Agus Barmoji dalam keterangan resmi di Jakarta Selasa (09/03/2024) mengatakan, “Dampaknya sangat terasa pada lemahnya perekonomian tembakau.”

Kini, jutaan petani tembakau harus menghadapi terbitnya PP 28/2024 yang disinyalir menjadi alat penghancur pertanian tembakau di Indonesia. Agus Barmoji mengatakan, sejak terbitnya PP 28/2024, saat musim panen, pabrik-pabrik harus saling bersaing untuk menyerap bahan baku hasil panen, bahkan saat ini sudah setengah musim panen, banyak pabrik yang keluar karena itu belum terjadi. Beli atau telan.

Agus Barmoji menegaskan, “Kami para petani tembakau bingung karena konsumsi tembakau jauh dari yang diharapkan. Ini merupakan indikasi dampak negatif terhadap terpuruknya perekonomian sentra tembakau.”

 

DPN APTI juga menyayangkan pemerintah memandang produksi tembakau hanya dari segi kesehatan dan mengabaikan aspek lainnya (ekonomi, sosial, dan budaya). Ada jutaan masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada Industri Hasil Tembakau (IHT), yakni petani tembakau.

Diketahui, Kementerian Kesehatan melalui Badan Umum Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menggelar Rapat Dengar Pendapat RUU Menteri Kesehatan tentang Perlindungan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, Selasa (03/09). Di Jakarta. Dengan mengundang berbagai pemangku kepentingan, sebagian besar dari kelompok pengendalian tembakau.

“Jika Kementerian Kesehatan begitu berkepentingan untuk menerbitkan RUU Perlindungan Tembakau dan Rokok Elektrik yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2024, maka bagi kami itu adalah arogansi politik yang bertujuan untuk mengkriminalisasi atau membunuh petani tembakau,” kata Agus Barmoji.

 

Agus Barmoji menegaskan, terbitnya PP 28/2024 dan menyusul RUU Menteri Kesehatan tentang Perlindungan Tembakau dan Rokok Elektrik, merupakan agenda besar internasional/asing yang melibatkan kelompok anti tembakau yang dengan sengaja mematikan perekonomian. hak petani tembakau.

“DPN APTI sangat menentang penerbitan PP 28/2024 dan peraturan yang dihasilkannya yang bertujuan membunuh hak kelangsungan hidup jutaan petani tembakau. Kami akan terus melawan represi pemerintah yang merampas hak petani tembakau!” pungkas Agus Barmoji pidato.

Diketahui, PP 28/2024 yang mengancam petani tembakau adalah Bab Dua, Bagian Dua Puluh Satu Perlindungan Zat Adiktif dari Pasal 429 hingga Pasal 463. Bagian ini mengatur tentang pengendalian zat adiktif pada produk termasuk atau tidak. Tembakau mencakup rokok atau bentuk kecanduan lainnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D