0 0
Read Time:2 Minute, 20 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Perang Israel dan Palestina sejak Oktober 2023 terus memberikan dampak yang besar bagi warga sipil, khususnya perempuan dan anak-anak.​

UN Women, sebuah organisasi PBB yang bekerja pada kesetaraan gender, melaporkan bahwa setidaknya 10.000 perempuan di Gaza tewas enam bulan setelah perang Gaza. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 6.000 orang adalah ibu, dan sekitar 19.000 anak menjadi yatim piatu.

UNICEF bahkan menyebut Gaza sebagai “tempat paling berbahaya bagi anak-anak”.

Kemudian perempuan yang selamat dari serangan tersebut juga harus berjuang karena sulitnya mendapatkan kebutuhan pokok seperti makanan, air bersih, dan fasilitas kesehatan.​​

“Perempuan yang selamat dari pemboman setiap hari menderita kelaparan, penyakit, dan ketakutan yang tiada henti. Perang di Gaza tidak diragukan lagi merupakan perang melawan perempuan, yang harus membayar mahal atas perang yang tidak dimulai oleh perempuan,” kata Susanne Mikhail, direktur Regional PBB. Kantor. Direktur Urusan Perempuan Arab pada konferensi pers di Jenewa.

Selain itu, UN Women juga menyoroti kekerasan seksual dan kejahatan berbasis gender pada masa perang. Menurut laporan, 65 wanita diculik dari 250 orang.​​

Selain itu, ibu hamil bisa dikatakan paling sulit dan menyakitkan. Menurut Charity Care, terdapat sekitar 50.000 wanita hamil di Gaza, 40% di antaranya memiliki kehamilan berisiko tinggi.​​

Minimnya tenaga kesehatan, infrastruktur kesehatan yang hampir hancur, serta kurangnya obat-obatan dan peralatan kebersihan menyebabkan proses persalinan tidak dapat berjalan normal.​

Operasi caesar seringkali dilakukan tanpa anestesi, dan ahli bedah yang melakukan operasi caesar tidak dapat mensterilkan tangannya karena kekurangan air.

Para ibu di Gaza juga harus mengalami hal-hal yang mengkhawatirkan saat merawat bayinya yang baru lahir, setelah terpaksa melahirkan dalam keadaan dan kondisi yang tidak tepat.​​

Para ibu tidak memiliki akses terhadap makanan dan air bersih yang cukup untuk mendukung produksi ASI bayi mereka, dan meskipun susu formula tersedia di kamp-kamp, ​​mencari air bersih untuk memberi makan bayi juga merupakan tantangan sehari-hari.

Bahkan pada bulan Desember, bayi berusia satu bulan yang lahir di pengungsian belum dimandikan dengan air bersih sejak lahir. Banyak aspek kesehatan ibu dan bayi, yang tadinya mudah, kini menjadi persoalan hidup dan mati.

Lebih dari satu juta perempuan di Gaza menghadapi kelaparan yang mengancam kesehatan mereka. Akses terhadap makanan, air minum yang memadai, toilet yang berfungsi, atau bahkan air yang mengalir sangatlah terbatas.

Namun akses terhadap air bersih penting bagi ibu hamil dan menyusui agar tetap bersih dan mengurangi penyakit.​​

Selain itu, perempuan tidak memiliki akses terhadap produk kebersihan selama menstruasi. Di salah satu kamp pengungsi di Rafah, bantuan tidak diperbolehkan, sehingga warga tidak memiliki perlengkapan kebersihan dan fasilitas sanitasi.

Kurangnya produk menstruasi telah memaksa penderita pendarahan pasca melahirkan dan keguguran, serta perempuan dan anak perempuan yang sedang menstruasi, menggunakan sisa-sisa kain, pakaian, dan sisa handuk sebagai tenda, sehingga meningkatkan risiko infeksi. Hanya ada satu kamar mandi untuk setiap 2000 orang dan satu toilet untuk setiap 500 orang.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D