dianrakyat.co.id, Jakarta Pada Hari Keluarga Nasional (Harganas) 29 Juni, pencapaian tujuan penurunan stunting sebesar 14 persen masih diragukan. Pasalnya, pada tahun 2023 pun angka kasus stunting diperkirakan masih akan tinggi yaitu sebesar 21,5%.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendi mengatakan target 14% tersebut sangat ambisius.
“Target 14% tentu sangat ambisius, namun kita lihat saja di tahun 2024. Mulai bulan Juni kita akan mengukur, menimbang, dan melakukan intervensi stunting secara serentak di seluruh Indonesia,” kata Muhajir pada peringatan Puncak Gunung Harganas dalam upacara tersebut. . Di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah (29 Juni 2024).
Ia menambahkan, sejauh ini 92,29 persen bayi telah ditimbang dan diukur. Situasi mereka, termasuk penderita stunting, sudah banyak diketahui.
“Kami berharap besok sudah mendekati 100 persen dan ini kita jadikan patokan, selain hasil sensus yang dilakukan di daerah.” Digunakan sebagai kendaraan,” jelas Muhajir.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Valdojo optimistis angka menakjubkan hasil verifikasi dan verifikasi (VERVAL) akan diketahui bersama pada awal Juli 2024.
Hal ini bertepatan dengan diselenggarakannya Konferensi Kolaboratif Percepatan Stunting (TPPS) Tahun 2024 yang bertema “Percepatan Intervensi Serentak Untuk Mempercepat Penurunan Angka Stunting” di kota tersebut pada Kamis, 27 Juni 2024. Hal ini disampaikan oleh D’R hast pada upacara pembukaan.
Sesuai instruksi Wapres, pemerintah melakukan kampanye intervensi massal sepanjang bulan Juni untuk mengukur berat badan dan tinggi badan bayi di Pasiandu seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan menanggapi Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2024 yang menunjukkan penurunan angka stunting sangat kecil yaitu sebesar 0,1%.
“Setelah data terkumpul lebih dari 95 persen, kami harapkan dapat diverifikasi dan diverifikasi melalui pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat secara elektronik (E-PPGBM),” ujarnya.
“Ada angka yang dikeluarkan Tim Pendorong Stunting dan Stunting (TPPS) pada bulan Juli, dan syukurnya hingga hari ini pelaporan dari Jawa Tengah mencapai 96 persen.”
Pak Hast juga merekomendasikan agar seluruh TPPS segera menyelesaikan pengisian data E-PPGBM.
“TPPS Kabupaten, Kota, dan Provinsi dengan hormat meminta agar masyarakat di daerah yang input e-PPGBMnya belum mencapai 95 persen, bisa segera mencapai minimal 95 persen, targetnya 100 persen,” tambah Dr Hast sehingga datanya akan sangat tinggi ketika divalidasi.
Selain pemberitahuan ke TPPS, Kepala BKKBN mengharapkan kepala daerah membackup sepenuhnya proses verifikasi data hambatan tersebut.
Hast berharap dengan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), bupati dan walikota bisa memastikan maraknya data mencengangkan di daerah. Institusi tersebut dapat diundang untuk menyusun sampel verval. Anda juga bisa menggaet universitas agar hubungan verbalnya cukup tinggi.
“Saran saya kepada pimpinan pemerintah daerah, dorong BPS dan perguruan tinggi untuk berkolaborasi dalam database e-PPGBM, mari kita lakukan bersama-sama dan kita lihat angkanya.”
Dr Hast mengibaratkan SKI dengan penghitungan sederhana, namun E-PPGBM merupakan penghitungan nyata karena dilakukan berdasarkan nama dan alamat.
“Alasan kami melakukan intervensi simultan adalah untuk memastikan data dan hasil numerik yang kami harapkan akurat,” jelas Haste.
Beliau kembali mengingatkan mengapa penurunan stunting itu penting.
“Saat ini, ukuran kualitas sumber daya manusia (SDM) yang paling mendekati adalah indeks modal manusia (HCI). Ini mencerminkan (seberapa besar) leverage modal yang Anda miliki.”
“Perbedaan antara penyandang stunting dan non-stunted adalah 22 persen. Jadi jelas kalau jumlah penyandang stunting banyak, maka banyak sekali kerugian untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan.” .