dianrakyat.co.id, Jakarta – Beberapa pasien kanker tetap bertekad menjalankan Ramadhan meski menjalani pengobatan, termasuk kemoterapi.
Lantas, amankah pasien kanker menjalani kemoterapi saat berpuasa?
Hal tersebut dijawab oleh Budi Harapan Chirekar, Konsultan Ahli Bedah Onkologi RS Eka Bekasi.
Kemoterapi saat puasa dinilai aman jika berkonsultasi dengan dokter onkologi dan mendapat lampu hijau, kata Budi dalam rilis berita, Jumat (15/3/2024).
Faktanya, lanjutnya, puasa Ramadhan memungkinkan pasien kanker untuk lebih menoleransi dan mengurangi efek samping kemoterapi. Fakta tersebut terungkap dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Sage.
Penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker rata-rata mengalami lebih sedikit efek samping saat berpuasa.
“Namun penelitiannya masih langka. Selain itu, situasi setiap pasien kanker mungkin berbeda-beda. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter spesialis onkologi sebelum memulai puasa,” jelas Budi.
Konseling merupakan salah satu cara agar pasien selalu mewaspadai potensi efek samping sehingga dapat diperkirakan akan terjadi.
Puasa disebut-sebut bisa menurunkan risiko kanker. Pasalnya, saat berpuasa, tubuh bisa menurunkan berat badan dan faktor pertumbuhan insulin (IGF-1) yang menandakan risiko kanker lebih tinggi.
Selain itu, tubuh akan merasakan: Kadar gula dalam darah akan menurun. Merangsang sel induk untuk meregenerasi sistem kekebalan tubuh. Menyeimbangkan pola makan. Meningkatkan jumlah sel tubuh yang mampu menghancurkan tumor. Semua ini dapat menurunkan risiko seseorang terkena kanker.
Meski puasa dipercaya dapat menurunkan risiko kanker, namun belum ada penelitian yang membuktikan secara meyakinkan bahwa puasa membantu tubuh menghancurkan sel kanker.
Namun, beberapa penelitian dengan jumlah subjek terbatas menunjukkan bahwa puasa memiliki manfaat dalam membunuh sel kanker.
Pasalnya, puasa terus menerus merangsang proses autophagic. Ini adalah proses “pembersihan” tubuh dari sel-sel yang rusak.
Tubuh akan “mendaur ulang” bagian-bagian yang masih bisa digunakan. Jadi hanya sel-sel sehat yang tersisa. Autoimun sering dikaitkan dengan berbagai penyakit, termasuk kanker.
Terlalu banyak sel rusak dalam tubuh dapat meningkatkan risiko mutasi genetik yang berujung pada kanker. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa proses autophagy dapat mencegah kematian jaringan atau peradangan sel kanker dengan menghasilkan energi sel dan prekursor metabolisme, sehingga mengurangi risiko penyebaran kanker.
Sayangnya sebagian besar penelitian masih menggunakan hewan percobaan. Artinya, belum terbukti secara meyakinkan bagaimana dampaknya terhadap manusia.
“Itulah mengapa penting untuk selalu berkonsultasi dengan ahli onkologi sebelum mengambil keputusan yang mempengaruhi kesehatan Anda, seperti puasa.”
Bagi sebagian pasien kanker, puasa aman dan bermanfaat. Namun, bagi sebagian orang lainnya, hal ini dapat menghalangi berlangsungnya proses pengobatan yang sebenarnya.
“Diskusikan kondisi Anda dengan dokter terbaik untuk memastikan Anda mendapatkan pengobatan terbaik,” jelas Budi.
Jika seorang penderita kanker ingin berpuasa selama menjalani pengobatan kanker, ada beberapa tips agar puasanya lebih mudah dan tetap sehat, seperti: Sebelum berpuasa, konsultasikan dengan dokter. Makan makanan tinggi protein dan rendah lemak. Makan sayur dan buah saat puasa. Penuhi kebutuhan cairan Anda. Jangan memaksakan diri. Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter. Secara teknis, lebih baik mengonsumsi obat hormonal atau suplemen lain secara teratur. Perbaiki dan konsultasikan ke dokter. Anda bisa meminum obatnya pada pagi hari atau saat berbuka puasa.