0 0
Read Time:3 Minute, 14 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Sejak 2012, penjualan mobil baru di Indonesia stagnan hingga 1 juta unit. Menurut kajian Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial Fakultas Ekonomi dan Administrasi Bisnis (LPEM FEB UI) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil pada tahun 2013 hingga 2022 rata-rata 1,64 % per tahun.

Di sisi lain, pendapatan per kapita nasional hanya meningkat rata-rata 3,65% per tahun. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000 hingga 2013, pendapatan per kapita meningkat rata-rata 28,26% per tahun, dan penjualan mobil meningkat rata-rata 21,23% per tahun.

Menurut Peneliti Senior LPEM FEB UI Riyanto, stagnasi pasar mobil baru disebabkan oleh dua faktor, yakni kenaikan harga mobil dan status pendapatan per kapita. Jadi temuannya jelas: pertama, pendapatan per kapita tidak meningkat secara signifikan, hanya meningkat 3% dalam 10 tahun terakhir, dan harga mobil juga meningkat 5-6% di atas inflasi kita saat ini yang sebesar 4%. Ini adalah persentase.” Ia berbicara di Jakarta pada Selasa, 9 Juli 2024.

Menurut dia, penjualan mobil erat kaitannya dengan faktor ekonomi seperti harga mobil, suku bunga kredit, nilai tukar, harga bahan bakar, dan ketersediaan persediaan mobil. Namun faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap penjualan mobil adalah harga mobil dan pendapatan per kapita.

Meningkatnya penjualan mobil bekas khususnya di Pulau Jawa juga berdampak pada peningkatan penjualan mobil baru. Hingga tahun 2022, sekitar 65% pembeli mobil di Pulau Jawa akan memilih mobil bekas, salah satunya karena perbedaan harga antara mobil baru dan bekas.

Dengan meningkatnya harga mobil baru dan pertumbuhan pendapatan per kapita yang tidak proporsional, mobil bekas menjadi pilihan bagi mereka yang mencari kendaraan dengan harga terjangkau. “Dia akhirnya memilih mobil bekas karena pendapatannya tidak meningkat terlalu banyak dan harga mobil baru juga sedikit meningkat,” kata Riyanto.

Apalagi dalam 10 tahun terakhir di pasar mobil bekas, pembeli tidak terlalu ambil pusing. Cacat sekarang sudah diketahui dan ditutup-tutupi, sehingga relatif transparan, katanya.

Riyanto meyakini stagnannya penjualan mobil baru bisa diatasi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan meningkatkan pendapatan per kapita melalui reindustrialisasi.

“Ini kelas tentang ‘Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan nilai tambah lebih dari 6% melalui reindustrialisasi, meningkatkan pangsa manufaktur dalam PDB menjadi 25-30%, dan memperkaya pendapatan per kapita kelas menengah’,” jelas Riyanto.

Riyanto menegaskan, solusi jangka pendek yang bisa diterapkan untuk mengatasi stagnasi penjualan mobil antara lain dengan menurunkan komponen pajak pada harga mobil. Saat ini porsi pajaknya sebesar 40% dari harga mobil off-road. Mengurangi pajak dapat membuat mobil lebih terjangkau bagi konsumen.

Selain itu, keberhasilan relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) pada tahun 2021 untuk mendorong peningkatan penjualan mobil menjadi contoh bagaimana kebijakan fiskal yang tepat dapat mendorong pertumbuhan pasar.

Perdana Menteri Rijanto juga mengatakan perlunya langkah-langkah stimulus fiskal, seperti insentif pajak untuk mobil ramah lingkungan (Low Cost Green Cars/LCGC) dan mobil berpenggerak empat roda berbiaya rendah, untuk memberdayakan masyarakat kelas menengah atas, yang sebagian besar merupakan kelompok kaya. kategori, untuk membeli mobil baru.

Secara terpisah, ia mengusulkan pengaktifan program mobil murah pemerintah, mendorong produksi mobil lebih efisien, dan memberikan diskon pembelian mobil.

“Jadi seberapa efisien produksinya hingga produsen-produsen ini bisa memberikan diskon dan pameran itu benar-benar program untuk menggairahkan pasar,” pungkas Riyanto.

Mengomentari hasil kajian LPEM FEB UI, Bob Azam, Vice President Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN), mengatakan secara internal perseroan memiliki berbagai solusi untuk menghindari jebakan penjualan 1 juta unit. 

“Solusinya adalah terus berusaha meningkatkan efisiensi dan produktivitas melalui peningkatan sumber daya manusia. Maka supply chainnya bagus karena 75% produk TMMIN bergantung pada supplier, jadi kalau TMMIN bagus tapi suppliernya tidak bagus, percuma saja. . . kata Bob saat ditanya dianrakyat.co.id.

Dia kemudian melanjutkan untuk mengatasi masalah kualitas produk dengan mengurangi jumlah cacat produk. “Ini juga mencakup peningkatan lokalisasi di dalam negeri. Selebihnya adalah kebijakan pemerintah mengenai pajak, dukungan industri dan insentif yang besar seperti di negara lain bagi produsen dan juga konsumen,” kata Bob.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D