dianrakyat.co.id, JAKARTA – Persatuan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai sesuai undang-undang gerakan Pramuka, siswa tidak wajib mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Peraturan ini menyatakan bahwa kepramukaan merupakan pekerjaan sukarela.
Direktur nasional P2G Satrivan Salim mengatakan kepada dianrakyat.co.id pada hari Selasa: “Sebagai negara yang memiliki undang-undang, tentunya kita harus mengacu dan mengikuti aturan tertinggi, seperti Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka dan Kesukarelaan Pramuka.” (4 Februari 2024).
Satrvian menambahkan, meskipun kepanduan di luar sekolah merupakan kegiatan sukarela, maka sekolah dan madrasah bertanggung jawab mengundang dan menyediakan pramuka. Minat dan kemampuan anak dalam kepramukaan perlu ditingkatkan.
Menurutnya, jika seluruh pemangku kepentingan pendidikan baik guru, siswa, orang tua dll termasuk masyarakat umum ingin mewajibkan Pramuka di sekolah dan Madrasah, sebaiknya pemerintah mengkaji terlebih dahulu UU Pramuka no. 12 dari tahun 2010.
“Seharusnya kepramukaan ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib bagi setiap siswa di sekolah dan Madrasah. Jika tidak dilakukan, maka ekstrakurikuler kepramukaan akan melemah selamanya karena bersifat sukarela atau tidak wajib,” ujarnya. dikatakan.
Selain itu, ia menambahkan bahwa kepramukaan merupakan mata kuliah ekstrakurikuler dan pilihan bagi seluruh siswa dalam Permendikbudritek no. 12 Tahun 2024. Artinya, jika ada siswa yang memilih mengambil program ekstrakurikuler kepanduan, maka pihak sekolah bertanggung jawab.
“Sekolah perlu menawarkan kepramukaan sebagai pilihan ekstrakurikuler bagi siswa. Siswa diberi kebebasan memilih atau tidak,” kata Satrivan.
Jika sekolah atau Madrasah sudah memiliki organisasi pramuka (Gudep), maka siswa yang memilih bergabung dalam pramuka dengan sendirinya akan menjadi pengelola Gudep. Namun sekolah dan madrasah tidak lagi mewajibkan seluruh siswanya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler kepanduan.
“Karena sifat Persatuan Pramuka adalah sukarela, sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Ayat 1 UU No. 12 Tahun 2010, bahwa gerakan kepanduan bersifat mandiri, bebas dan tidak bersifat politis,” jelasnya.
Iman Zanatul Haeri, Head of Outreach P2G, mengatakan yang terpenting bagi P2G saat ini dan ke depan adalah bagaimana satuan pendidikan dapat menciptakan perubahan dalam Pramuka. Yang dibutuhkan saat ini adalah ekosistem kepramukaan yang menyenangkan, seru, inovatif, menantang dan berkualitas bagi peserta didik.
Kepanduan tidak lagi menggunakan pendekatan militer yang tradisional dan formal. “Bagaimana kekerasan, perundungan, senioritas, dan relasi kekuasaan tidak boleh ada dalam seluruh kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, Paskibara, pecinta alam, itu menjadi tantangan kita bersama,” ujarnya.
Iman menjelaskan, beberapa kegiatan ekstrakurikuler masih dikaitkan dengan kekerasan dan usia tua sehingga siswa enggan untuk mengikutinya. Apabila dinas pendidikan dapat menciptakan karya kepanduan yang menyenangkan, manusiawi dan menantang, jauh dari kekerasan dan senioritas, maka tentu saja para pelajar akan tertarik untuk berpartisipasi.
“P2G percaya, jika Pramuka menyenangkan, menarik, adil dan anti perundungan di luar sekolah, maka siswa pasti akan berbondong-bondong mengikuti Pramuka, meski negara tidak mewajibkannya,” lanjut guru emeritus itu.
Dikatakannya, P2G meyakini setiap kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan sangat mendesak dan penting. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi dan menemukan minat, bakat dan potensi siswa dalam bidang apapun. Pramuka, sepak bola, lingkungan hidup, kesehatan, olah raga, seni, budaya, penelitian, digital dan banyak lagi.
Menurutnya, para guru, orang tua, dan masyarakat umum harus kembali menyadari bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana strategis untuk menanamkan karakter Pancasila pada siswa kulit berwarna seperti Pramuka, Paskibraka, Pencinta Alam, UKS, KIR, PMR, Olah Raga dll. , teater, digital, seni, budaya, dll.
“Sekolah harus mampu menyelenggarakan penyelenggaraan yang menarik, bermanfaat, memotivasi dan anti kekerasan dalam bentuk apapun,” tegas Iman.