dianrakyat.co.id, Jakarta – Meta baru-baru ini mengungkapkan bahwa Facebook dan Instagram menemukan konten yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan sering digunakan untuk mengelabui pengguna.
Menurut Metta, salah satu penyalahgunaan AI yang paling banyak dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab adalah menemukan komentar dari akun bot AI yang memuji Israel setelah melakukan genosida di Gaza.
Komentar dibagikan pada postingan organisasi berita global dan anggota parlemen AS.
Akun-akun yang meniru identitas pemuda Yahudi, serta akun-akun yang meniru identitas orang kulit hitam, dilansir Meta dalam laporan triwulanannya, mengutip Gadgets360 pada Minggu (2/6/2024).
Akun palsu tersebut menargetkan pengguna di AS dan Kanada. Meta mengatakan operasi tersebut diprakarsai oleh perusahaan pemasaran politik STOIC yang berbasis di Tel Aviv.
Meskipun STOIC dituduh menyebarkan klaim tersebut, namun mereka tidak menanggapi tuduhan tersebut. ,
Selain jaringan STOIC, Meta juga menutup jaringan Iran yang berfokus pada konflik Israel-Hamas, meskipun penggunaan kecerdasan buatan generatif dalam operasi tersebut tidak teridentifikasi.
Beberapa pengamat khawatir bahwa munculnya akun-akun yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan dapat mengganggu stabilitas politik AS.
Sekadar informasi, Amerika Serikat akan menggelar pemilu pada tahun 2024.
Eksekutif Meta Security mengatakan dalam siaran pers bahwa mereka menghapus konten kecerdasan buatan yang memuji Israel di Instagram dan Facebook. ,
Mereka juga mengakui bahwa penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan, seperti akun bot, mencegah Meta menghapus informasi palsu dari platformnya.
“Ada banyak contoh di platform ini tentang bagaimana mereka menggunakan alat AI generatif untuk membuat konten palsu,” kata Mike Dwiliansky, direktur investigasi ancaman di Meta.
“Ini mungkin memungkinkan mereka menyebarkan informasi yang salah dengan lebih cepat atau lebih luas, namun hal itu tidak mempengaruhi kemampuan kita untuk mendeteksinya,” tambahnya.
Sekadar informasi, META dan raksasa teknologi lainnya telah berupaya keras mencari cara untuk menghindari potensi penyalahgunaan teknologi AI baru, terutama menjelang pemilu AS.
Untuk mencegah penyebaran konten palsu yang dibantu AI, perusahaan-perusahaan ini menekankan sistem penandaan digital yang menandai konten yang dihasilkan AI saat konten tersebut dibuat.
Namun, alat pendeteksi tersebut mungkin tidak berfungsi dengan baik dengan teks, dan para peneliti menyatakan keraguannya tentang efektivitas teknik penandaan.
Peneliti menemukan contoh penyalahgunaan alat pembuatan foto berbantuan AI oleh beberapa perusahaan teknologi, termasuk OpenAI dan Microsoft.
Meskipun OpenAI dan Microsoft memiliki kebijakan untuk mencegah pembuatan konten semacam itu, foto-foto tersebut dibuat oleh pengguna yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan menyebarkan informasi yang salah tentang pemungutan suara.
Di sisi lain, keluarga korban penembakan sekolah di Uvaldale, Texas menggugat pengembang game “Call of Duty”, Activision dan Meta.
Kedua perusahaan teknologi tersebut dituduh mempromosikan penggunaan senjata oleh anak di bawah umur.
Mengutip pemberitaan The Verge, Senin (27 Mei 2024), gugatan tersebut menyebutkan bahwa Metta dan Activision sengaja membeberkan penggunaan senjata dan penembak melihat penggunaan senjata sebagai solusi masalah dan melatihnya menggunakan senjata tersebut.
FYI, kasus ini bukan pertama kalinya terjadi tuduhan terhadap sebuah perusahaan video game. Tuntutan hukum telah diajukan terhadap perusahaan video game berkali-kali, namun tidak membuahkan hasil.
Keluhan terhadap Meta dan Activision Blizzard diajukan pada hari Jumat di Pengadilan Tinggi AS di Los Angeles atas nama keluarga dari sekitar 45 korban.
Keluarga tersebut menuduh bahwa Activision dan Metta “membesarkan” generasi muda dan mengarahkan mereka ke kekerasan, kata gugatan tersebut.
Kasus ini bermula pada 24 Mei 2022, ketika Salvador Ramos yang berusia 18 tahun melepaskan tembakan di Sekolah Dasar Robb di Uwald, Texas. Sebanyak 21 orang tewas dalam penembakan tersebut.
Gugatan tersebut juga menyebutkan bahwa pelaku penembakan kecanduan game Call of Duty. Dia bahkan mengembangkan keterampilan menembak.
Gugatan tersebut juga mengklaim game tersebut menggunakan AR-15 yang digunakan dalam pembuatan film. Gugatan tersebut juga mengklaim bahwa penembak tersebut disebabkan oleh pemasaran yang terang-terangan dan agresif dari Activision Blizzard dan Meta.
Salah satunya diposting melalui Instagram yang menampilkan ratusan gambar pertarungan.
Selain Activision dan Meta, keluarga korban juga menggugat Daniel Defense, perusahaan senjata yang membuat senjata bergaya AR-15 yang digunakan dalam penembakan tersebut.