0 0
Read Time:3 Minute, 43 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) akan meluncurkan portal Aksesi Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan (OECD), di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/10/2024) . ).

Pengumuman tersebut akan disampaikan langsung oleh CEO Tim Nasional OECD, Menteri Koordinator Airlangga. Laporan dari laman Kemenko Perekonomian, Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang berstatus negara peserta OECD, setelah disetujuinya Plan Indonesia’s Accession Directive yang diterbitkan diakui di Tingkat Menteri OECD Rapat (PTM). ). ) pada 2-3 Mei 2024. Saat ini terdapat 7 negara peserta OECD yaitu Argentina, Brazil, Bulgaria, Indonesia, Kroasia, Peru dan Romania.

Usai PTM OECD, Sekjen OECD Mathias Cormann melakukan kunjungan ke Indonesia pada 28-29 Mei 2024. Dalam kunjungan tersebut, Sekjen OECD melakukan pertemuan dengan Presiden Pemerintah Indonesia Joko Widodo, Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto, DPR RI, Tim Nasional OECD, dan mitra terkait seperti organisasi buruh, masyarakat sipil, perwakilan dari dunia usaha, pendidikan, dll.

Sekjen Cormann menjelaskan, keanggotaan Indonesia juga memberikan nilai tambah yang besar bagi OECD. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar dan satu-satunya anggota G20 di Asia Tenggara, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan pemain yang sangat penting dalam tata kelola dunia.

Sebelumnya, Airlangga mengatakan, partisipasi OECD juga penting untuk melihat proses Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Selain itu, masuknya Indonesia sebagai anggota Organization for Cooperation and Development (OECD) dapat menjadi insentif untuk menjadi negara berkembang.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Sekretaris Jenderal Organization for Cooperation with Development (OECD) Mathias Cormann menandatangani Instrumen Multilateral yang Tunduk pada Aturan Pajak (MLI STTR). Penandatanganan ini dilakukan pada 19 September 2024.

Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dibuat ketentuan mengenai pengaturan kontrak untuk pembayaran angsuran seperti bunga, sewa dan pembayaran lainnya termasuk jasa. Dengan tanda tangan ini, negara berkembang seperti Indonesia bisa menerapkan pajak tambahan atau memberikan selisih pajak penghasilan (PPh).

“Ini merupakan perjanjian yang sangat penting yang mencerminkan fakta bahwa STTR telah menjadi prioritas bagi banyak negara berkembang, seperti yang kita dengar dari pembicara kita sebelumnya, Inclusive Framework on BEPS,” kata Sri Mulyani, dikutip melalui keterangan tertulis. pada hari Sabtu. . (21/9/2024).

Melalui penandatanganan ini, Indonesia juga menunjukkan komitmennya terhadap upaya peningkatan kerja sama perpajakan internasional.

Pemberlakuan UU Pajak disebabkan oleh terkikisnya basis pajak dan profit shifting yang saat ini menjadi permasalahan di dunia.

Untuk itu, Indonesia bersama lebih dari 140 negara peserta dan otoritas hukum OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (IF) menyepakati ketentuan pelaksanaan UU terkait Perpajakan.

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perpajakan, pajak penghasilan harus dibayar dengan tarif minimal 9% di negara atau yurisdiksi tempat tinggal penerima pembayaran. Jika biayanya kurang dari 9%, negara asal dapat mengenakan pajak tambahan.

Pemberian pajak tambahan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dilakukan setelah akhir tahun anggaran pembayarannya. Sebab, ada batasan materi yang harus dipenuhi agar pembayaran berada dalam lingkup Peraturan Subjek Pajak.

 

Bagi Indonesia, penandatanganan perjanjian Subjek Peraturan Pajak dapat meningkatkan penerimaan pajak. Dalam hal pembayaran tertentu yang diterima dari Indonesia dikenakan pajak dengan tarif kurang dari 9% di negara atau yurisdiksi tempat penerima pembayaran tersebut berdomisili, Indonesia mengenakan pajak tambahan.

Selain itu, penerapan Peraturan Subjek Pajak di Indonesia juga dapat menjadi alat untuk melindungi basis pajak dari dorongan penghindaran pajak atau perencanaan penghindaran.

Berdasarkan UU Perpajakan akan diberlakukan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang sudah ada.

UU Perpajakan akan mengubah ketentuan P3B yang mengatur mengenai pajak atas upah yang termasuk dalam UU Perpajakan tanpa memerlukan negosiasi pemerintah yang biasanya memakan waktu lama

Agar efektif di Tanah Air, setelah proses penandatanganan, MLI berdasarkan UU Perpajakan harus disetujui terlebih dahulu dengan menerbitkan Keputusan Presiden.

 

Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan (STTR) adalah undang-undang perpajakan internasional yang dirancang untuk memastikan bahwa keuntungan tertentu yang diperoleh dari perdagangan di negara lain dikenakan tarif pajak yang lebih rendah di negara tempat pendapatan tersebut diperoleh. Secara khusus, STTR menjamin bahwa negara berhak menerima penghasilan jika pajaknya sangat rendah atau tidak ada pajak di negara asal penghasilan tersebut.

STTR sering digunakan dalam konteks penghindaran pajak oleh perusahaan internasional. Banyak perusahaan besar yang mentransfer pendapatannya ke negara dengan pajak rendah (tax havens) untuk mengurangi beban pajak. Dengan STTR, pendapatan yang sering “dikumpulkan” di negara-negara tersebut tetap dikenakan pajak di negara asal, selama pajaknya masih di bawah ambang batas tertentu.

Singkatnya, STTR bertujuan untuk menutup celah yang memungkinkan perusahaan internasional menghindari pajak dengan mengalihkan keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah. Undang-undang ini merupakan bagian dari upaya global untuk menciptakan sistem perpajakan, khususnya bagi negara-negara berkembang yang sering kehilangan pendapatan pajak dari aktivitas perusahaan multinasional di wilayahnya.

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D