0 0
Read Time:2 Minute, 53 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Serangan ransomware yang menyasar Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 menarik perhatian publik. Banyak layanan publik yang terkena dampak serangan itu.

Salah satu dampak yang paling terlihat adalah pada layanan imigrasi. Selain meningkatnya isu keamanan data, kejadian tersebut juga menarik perhatian publik terhadap peran hacker.

Seperti yang Anda ketahui, hacker dikenal sebagai peretas jahat yang mengejar keuntungan pribadi. Namun siapa sangka banyak jenis peretas yang sebenarnya tidak menyerang korbannya demi keuntungan?

Ada juga yang disebut Red Hat Hacker atau Red Hat Hacker. Orang misterius ini diketahui menggunakan kemampuan hackingnya untuk tujuan yang lebih banyak.

Mengutip informasi dari NordVPN, Senin (1/7/2024), peretas Red Hat bertindak sebagai aktivis digital atau “penjaga” dunia maya.

Mereka menggunakan keterampilan peretasan untuk menyampaikan pesan mereka, terlepas dari motivasi politik, sosial, atau ideologis.

Namun mengutip Mitnick Security, bukan hanya itu saja, red hat hacker mempunyai misi unik untuk memburu dan mengalahkan penjahat dunia maya.

Menurut beberapa laporan, mereka seringkali beroperasi secara independen tanpa mempercayai otoritas resmi dan dikenal sebagai kelompok main hakim sendiri.

Peretas ini biasanya mengejar penjahat yang mencoba mencuri data atau menyebabkan kerusakan dan kemudian menghancurkan sistem komputer korbannya.

Tindakan mereka mungkin berupa serangan tunggal untuk membocorkan informasi sensitif. Faktanya, kampanye yang lebih luas memperjuangkan isu-isu spesifik seperti kebebasan berpendapat.

Meskipun tujuannya berbeda, peretas topi merah menggunakan alat yang sama seperti peretas topi hitam dan peretas bermotif kriminal. Botnet, malware, dan eksploitasi kerentanan adalah beberapa senjata yang mereka gunakan.

Menariknya, peretas topi merah terkadang berkolaborasi dengan peretas topi putih (peretas yang membantu mengamankan sistem) jika mereka memiliki tujuan yang sama. Sekalipun itu adalah lembaga pemerintah.

Kelompok hacker Red Hat yang mendapat perhatian global antara lain Anonymous. Kelompok ini dikenal karena serangannya terhadap Gereja Scientology, WikiLeaks dan Vladimir Putin.

Selain itu, WikiLeaks juga dapat digolongkan sebagai red hat hacker yang sering membocorkan informasi rahasia untuk melindungi kebebasan berpendapat.

Namun, tindakan para peretas Red Hat kerap menimbulkan perdebatan etis. Apakah mereka benar-benar peretas yang membela kebenaran, ataukah peretas yang main hakim sendiri?

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberikan update perkembangan kasus Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

Direktur Solusi Jaringan dan TI Telkom Herlan Wijanarko mengatakan, banyak upaya yang dilakukan untuk memulihkan PDNS 2 Surabaya.

“Sejak kejadian hingga hari ini, kami melakukan operasi penyelamatan dengan dukungan BSSN, Kominfo dan warga kami dengan sumber daya yang dimiliki,” ujarnya dalam jumpa pers, Rabu (26/6).

Namun data terenkripsi tersebut tidak bisa lagi dipulihkan oleh Kominfo.

“Beberapa data terenkripsi tidak lagi dapat dipulihkan,” katanya.

Meski data yang dipanen tidak dapat dipulihkan, namun sebagian data dari penyewa pusat data nasional masih memiliki cadangan, kata Harlan.

“Kami pastikan masih ada 44 tenant yang mendapat cadangan,” ujarnya. Dia menambahkan: “Kami sedang berupaya memulihkan layanan yang terkena dampak.”

Selain itu, Harlan mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Telkom Sigma, dan PSSN telah menghubungi penyewa yang terdampak.

“Kami sudah menghubungi penyewa terdampak untuk memastikan mereka memiliki data cadangan,” kata Herlan.

Harlan mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika akan bekerja sama dengan BSSN dan Telkom Sigma untuk membangun kembali PDNS baru sebagai antisipasi kehilangan cadangan data.

Dia mengakhiri pernyataannya dengan mengatakan, “Jika kami tidak dapat mengembalikan data penyewa yang terkena dampak, kami akan menciptakan lingkungan baru.”

Kebetulan pada Kamis (20 Juni 2024), PDNS yang dikelola Kominfo bekerja sama dengan Telkom Sigma diserang ransomware Brain Chiper.​​

Brain Chiper merupakan ransomware yang dikembangkan menggunakan teknologi Lockbit 3.0, yang menurut banyak sumber sulit ditembus.

Pelaku penyerangan meminta uang tebusan sebesar US$8 juta (sekitar Rp131 miliar) untuk mengembalikan data terenkripsi.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D