dianrakyat.co.id Tekno – Keuntungan OTT (over the top) atau layanan streaming yang menayangkan konten melalui Internet menduduki peringkat teratas operator telekomunikasi Indonesia selama 11 tahun terakhir. Hal tersebut diungkapkan Sigit Puspito Vigati Jarot, Kepala Departemen Infrastruktur Telematika Nasional Perusahaan Telematika Indonesia (Mastel). Berdasarkan data yang dipaparkannya, pendapatan dari layanan OTT hanya sebesar USD 41 miliar, sedangkan operator telekomunikasi mencapai USD 458 miliar pada tahun 2010. miliar, yakni hanya meningkat sebesar 53 persen. “Operator telekomunikasi masih berada di jalur yang benar, namun grafiknya mungkin tidak akan tumbuh 10 persen per tahun. Nah, OTT kini menjadi penguasa karena lebih banyak mengambil keuntungan dari konsumen. Mungkin berat untuk keluar,” kata Sigit di Jakarta, Rabu, 27 Desember 2023. Ia mengingatkan pemerintah Indonesia untuk memberlakukan aturan yang lebih ketat terhadap OTT. Jika dibiarkan terlalu lama, kesenjangan pendapatan antara OTT dan perusahaan telekomunikasi akan semakin melebar, sehingga menjadikan industri ini tidak sehat. Ia pun mengaku dalam PP 71 Tahun 2019 mengusulkan kewajiban OTT bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi. kerjasama, OTT tidak bisa beroperasi di dalam negeri. Namun, lanjutnya, hal tersebut bukan skala prioritas pemerintah. “Tidak boleh dilupakan, saat ini mereka (OTT) berhasil meraup pendapatan jauh lebih besar dibandingkan keempat operator telekomunikasi tersebut. OTT sebenarnya bisa lancar beroperasi di Tanah Air berkat peran penyelenggara telekomunikasi,” jelasnya. Bukan itu saja. Sigit mengungkapkan, ada dampak besar lain akibat bisnis tidak sehat ini, yaitu operator telekomunikasi tidak bisa membangun infrastruktur karena tidak mampu menanggung beban yang sangat besar. begitu besar sehingga mereka tidak bisa “Infrastruktur tidak lagi dapat diinvestasikan secara otomatis. Nah, yang dirugikan bukan penyelenggara telekomunikasi, tapi kita, masyarakat, dan negara,” tegas Sigit seraya menjabarkan sejumlah strategi untuk membantu OTT agar patuh pada aturan di Indonesia. Mulai dari yang aman sampai yang ekstrim. “Yang paling ekstrem atau radikal ya blok. Tapi opsi ini sulit disetujui. Ada juga filtering atau kontrol bandwidth. Jadi, misalnya mereka (OTT) tidak mau bekerja sama, dengan analogi: “Buat saja selangnya lebih kecil. Tapi saya tegaskan lagi, tidak mudah,” kata Sigit. Ia merasa lemot atau performanya menurun, penyebabnya karena tumpukan sampah di browser dianrakyat.co.id.co.id, 3 Mei 2024.
Read Time:1 Minute, 42 Second