0 0
Read Time:2 Minute, 25 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Beberapa hari terakhir, pemberhentian Dekan FK Unair oleh Perdana Menteri menjadi perbincangan hangat dan menuai banyak opini. Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan mengenai hal ini.

Pertama, saya berkomunikasi dengan Prof. Budi Santosa, dekan FK Unair yang tiba-tiba dipecat. Saya mendapat tiga kesan darinya: prestasi dan kepemimpinan: Prof. Budi Santosa adalah sosok yang sangat mumpuni dan sukses dalam menjalankan tugasnya sebagai Dekan FK Unair dan Presiden Asosiasi Institut Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI). Analisa dan Wawasan: Beliau mampu menyajikan analisa yang mendalam, tajam dan komprehensif mengenai permasalahan yang dihadapi dunia kedokteran Indonesia saat ini. Orang yang sopan : Prof. Budi Santosa adalah orang yang santun.

Ketiga hal ini menunjukkan bahwa Prof. Budi Santoza sebagai dekan tidak boleh terjadi.

Kedua, sebagai ilmuwan, saya sangat mendukung prinsip kebebasan forum akademik. Prinsip tersebut selalu saya pegang sejak saya menjadi mahasiswa dan ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI.

Saya setuju dengan pernyataan Kemendikbud terkait pemberhentian dekan Yunair FC yang saya baca di media. Dalam pernyataan tersebut, Kemendikbud Ristek menghubungi Rektor Unair untuk mengingatkan tugas menjaga kebebasan akademik dan kebebasan platform akademik bagi civitas akademika Unair.

Aspek kebebasan platform akademik ini juga menunjukkan bahwa Prof. Jangan pecat Buss berdasarkan apa yang dia katakan.

 

Ketiga, meski belum ada penjelasan resmi mengenai alasan pasti pemecatan Prof Budi Santos, namun banyak pihak yang mengaitkannya dengan pernyataan Prof Buss tentang dokter asing.

Terutama banyak komentar yang diterima mengenai dokter asing. Jika kita mengambil contoh di negara kita banyak sanatorium yang tidak memiliki dokter, apakah dokter asing akan ditambahkan ke sanatorium tersebut? Dengan sarana dan prasarana yang ada serta perawatan yang sama dengan dokter di Puskesmas WNI?

Begitu pula dengan ketersediaan dokter spesialis, terlepas dari apakah dokter asing akan ditempatkan di daerah yang tidak terdapat dokter spesialis di daerah lain, dan dokter asing harus berurusan dengan sarana dan prasarana yang tersedia serta perlakuan yang sama seperti yang mereka terima. . dengan tenaga medis profesional Indonesia.

Belum lagi kemampuan bahasa Indonesia dokter asing, dll. 

 

Kalau kita bilang ini bagian dari “transfer of science”, berbagai fakultas kedokteran kita selalu menjalin kerja sama dengan universitas luar negeri selama puluhan tahun. Ada dokter asing yang datang untuk memberi kuliah, memberi kuliah dan melatih dokter dan mahasiswa kita, dan ada pula dokter kita yang menawarkan untuk mengajar, memberi kuliah dan melatih di luar negeri.

Kalau dikatakan perlu keahlian tenaga medis di luar Pulau Jawa misalnya, sehingga perlu mendatangkan dokter yang melakukan operasi dari luar negeri, tentu beda solusinya, entah itu mendatangkan dokter. dari negara lain. wilayah Indonesia untuk melakukan pembedahan atau pelatihan dokter lokal oleh dokter lain dalam negeri atau dengan cara lain.

Besar harapan saya agar Prof. Budi Santos dapat diperlakukan secara adil, baik, dan diberi kemanfaatan yang sebesar-besarnya dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya sebagai guru besar. Bus untuk kesehatan anak-anak negara kita.

Profesor Tjandra Yoga Adytama, seorang ilmuwan di Indonesia

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D