dianrakyat.co.id, JAKARTA – Kinerja ekspor hasil hutan Indonesia berpeluang membaik pada awal tahun 2024. Data KLHK mencatat ekspor hasil hutan Indonesia senilai US$3,5 miliar pada tiga bulan pertama tahun 2024.
Produk pulp, kertas, dan papan kayu memberikan kontribusi terbesar dengan nilai masing-masing US$798,05 juta, US$1,1 miliar, dan US$582,7 juta.
Agus Justianto, Pj Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan tren positif ini harus dipertahankan di tengah ketidakpastian pasar akibat kondisi geopolitik dan perekonomian global.
“Jika tren ini membaik, kami berharap kinerja ekspor hasil hutan setidaknya bisa menyamai keberhasilan tahun 2023,” kata Agus Justineto dalam keterangannya, Minggu (7 Juli 2024).
Pertumbuhan ekspor hingga bulan Maret sebesar 8,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menunjukkan pemulihan kinerja ekspor setelah menghabiskan sebagian besar tahun 2023 dengan pertumbuhan negatif. Misalnya pertumbuhan ekspor pada September 2023 yang negatif sebesar 8,3%-10,4.
Agus mengatakan, total ekspor hasil hutan Indonesia pada tahun 2023 sebesar US$13,16 miliar, dan tahun ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan target ekspor yang tidak terlalu besar yaitu US$10 miliar.
Ia menilai, banyak faktor yang perlu diantisipasi untuk mencapai hasil ekspor adalah kondisi geopolitik global, seperti ketegangan di Rusia dan Ukraina. Selain itu, banyak negara pasar yang masih dalam tahap pemulihan ekonomi pasca wabah COVID-19.
Profesor Indroyono Sosilo, Ketua Forum Pertukaran Masyarakat Kehutanan Indonesia (FKMPI) dan Ketua Asosiasi Pengusaha Kehutanan Indonesia (APHI), mengatakan perlunya pembukaan pasar baru untuk meningkatkan efisiensi ekspor.
“Membuka pasar baru dapat secara efektif mendukung pasar tradisional yang sudah didominasi oleh Indonesia,” ujarnya.
India merupakan salah satu pasar yang terus berkembang. Ekspor Indonesia pada dua bulan pertama tahun 2024 sebesar US$103,8 juta. atau peningkatan tahun ke tahun sebesar 14%
Indroyono pun optimistis pasar tradisional Indonesia bisa terus berkembang dengan baik. Indonesia juga memiliki Sistem Pemantauan Keberlanjutan dan Legalitas (SVLK) yang kini memiliki persyaratan geografis untuk menelusuri asal usul kayu di kawasan hutan.