0 0
Read Time:3 Minute, 33 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (MMF) mengungkapkan Indonesia turun peringkat negara penghasil sampah plastik laut terbanyak di dunia.

Sekretaris Direktorat Jenderal Maritim dan Tata Ruang BPK di Kusdiantor mengatakan, Indonesia merupakan penghasil sampah plastik laut terbesar kedua di dunia, setelah China.

“Data tahun 2021-2023. pada data yang sama, dengan menggunakan data persis yang diterbitkan oleh Lawrence, kami berada di posisi kelima. Artinya ada pengurangan jumlah (sampah),” kata Kusdiantoro dalam jumpa pers di kantor PKC di Jakarta, Selasa (30/07/2024).

Kusdiantoro mengatakan, turunnya posisi Indonesia dalam daftar tersebut merupakan wujud upaya pemerintah pusat dan daerah dalam mendorong masyarakat mengelola sampah. Salah satu contohnya adalah program pembersihan sampah plastik laut di 12 lokasi. Faktanya, 18 pemerintah daerah melaksanakan kegiatan pembersihan sampah laut dengan anggaran sendiri.

“Semakin banyak daerah yang masuk dalam anggaran yang dialokasikannya. Tahun 2022-2023 jumlahnya masih kecil, tapi tahun 2024 lompatannya besar,” jelas Kusdiantoro.

“Artinya kesadaran semakin meningkat. Kita bisa (di masa depan) keluar dari 10 besar (negara dengan sampah terbanyak di dunia),” imbuhnya.

 

Sebelumnya permasalahan sampah di Sungai Citarum masih menjadi permasalahan lingkungan yang cukup meresahkan.

Mengutip data resmi Citarum Harum, penumpukan sampah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mencapai 15.838 ton per hari. Padahal, Sungai Citarum mempunyai peranan yang sangat penting, baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat.

Permasalahan ini juga menjadi perhatian pemerintah Jepang yang menyadari bahwa Sungai Citarum tercemar oleh dua faktor utama yaitu limbah dan limbah padat. Selain pengelolaan sampah, kunci untuk mengatasi permasalahan ini adalah mengubah perilaku masyarakat.

“Penting untuk mengubah cara berpikir dan bertindak masyarakat untuk mencegah membuang sampah sembarangan di sungai. Memang butuh waktu, tapi saya yakin kita bisa melakukannya,” kata Takuya Nomoto, Sekretaris Pertama Lingkungan Hidup Kedutaan Besar Jepang, dalam program Climate Talk dianrakyat.co.id, Jumat (26/7/2024).

Nomoto juga mencontohkan kampanye bersih-bersih bernama “Spo Gomi” yang diselenggarakan oleh Aeon Delight dan Marubeni di Universitas Katolik Parahyangan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bandung dan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Banyak anak muda yang mengikuti Spo Goma. Saat itu, ketika saya sedang mengumpulkan sampah di jalan, banyak orang yang melihatnya dan mencoba memungutnya. Saya yakin acara seperti ini berpotensi mengubah sikap dan perilaku masyarakat,” ujarnya.

 

Ia juga mengatakan, kebersihan sungai-sungai di Jepang saat ini memerlukan proses yang panjang.

“Pada tahun 1960-an dan 1970-an, sungai-sungai di perkotaan Jepang cukup kotor, namun kami mencoba memasang pembangkit listrik tenaga sampah, misalnya. Kami belajar betapa pentingnya membelanjakan uang untuk barang-barang yang kita buang,” lanjutnya.

“Jika tidak, lingkungan tidak akan terpelihara dengan baik dan tentu saja kita memerlukan lebih banyak dana untuk memulihkannya.”

Nomoto pun optimistis Indonesia mampu mencontoh Jepang dalam hal kebersihan sungai di masa depan.

“Menurut saya, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah sadar akan pentingnya lingkungan yang baik,” ujarnya.

“Jika Jepang memerlukan waktu 30-40 tahun untuk membangun masyarakat yang bersih, mungkin Indonesia tidak harus sama.” Kami ingin maju bersama Indonesia untuk mempercepat transformasi lingkungan dan mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045,” tambahnya.

 

Indonesia dan Jepang sepakat bekerja sama membersihkan Sungai Citarum.

Berdasarkan pembicaraan yang dilakukan Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Nishimura Akihiro, akhirnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Akihiro menandatangani Nota Kesepahaman pada tahun 2022.

Berdasarkan kerangka tersebut, kerja sama sedang dilakukan untuk memperbaiki situasi di Sungai Citarum dengan kerja sama banyak mitra, kata Nomoto.

Berbagai proyek bersama meliputi:

Pertama, dalam kasus air limbah dan Johkasou, teknologi pengolahan air limbah yang terdesentralisasi diperlukan untuk meningkatkan kualitas air. Misalnya Kota Kawasaki yang bekerjasama dengan Kota Bandung.

“Kawasaki City memberikan pelatihan dan materi pengelolaan sampah kepada rekan-rekan dari Kota Bandung,” jelas Nomoto. 

Kedua, untuk mengurangi jumlah sampah padat dari daratan ke sungai, penting untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang tepat.

“Salah satu langkah penting adalah penandatanganan kesepakatan antara Provinsi Jawa Barat dan konsorsium internasional untuk proyek kemitraan pemerintah-swasta limbah-menjadi-energi Legok Nangka yang dilaksanakan bulan lalu di Bandung,” tambahnya. 

Proyek ini merupakan salah satu proyek pengolahan limbah terbesar di Indonesia, yang mencakup enam kota dan prefektur di sekitar Bandung, dan juga akan menghasilkan listrik menggunakan energi terbarukan.

“JICA mendukung tender tersebut bersama dengan International Finance Corporation (IFC), dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang memberikan dialog dan dukungan teknis dengan pemerintah Indonesia,” lanjutnya. 

Proyek ini juga merupakan salah satu proyek prioritas Komunitas Nol Emisi Asia (AZEC).

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D