0 0
Read Time:1 Minute, 49 Second

REPUBLIKA.C.O.ID, JAKARTA – Meningkatnya jumlah kasus dan kemungkinan penyebaran arbovirus dinilai menjadi dorongan untuk mengembangkan vaksin baru. Kepala Proyek Vaksin Biopharma mRNA dan Viral Vector Dr. Informasi tersebut disampaikan Indra Rudiansya. ).

Strategi utama penanganan arbovirus adalah dengan mengendalikan faktor penyebab arbovirus, seperti penggunaan pestisida atau nyamuk pembawa Wolbachia. “Tetapi kita juga dapat memperkenalkan senyawa baru sebagai senyawa kunci dalam insektisida untuk mengurangi atau mengendalikan faktor-faktor tersebut. Namun, tidak ada jaminan bahwa strategi alternatif akan mampu memberantas arbovirus secara menyeluruh di masa depan. Jadi, bagaimana kita harus melindungi diri kita sendiri. Meningkatkan imunitas,” ujarnya.

Dulu, salah satu cara untuk mengurangi jumlah nyamuk adalah dengan menggunakan insektisida. Namun kini banyak nyamuk yang kebal terhadap insektisida, katanya. Itu sebabnya vaksin penting untuk mengobati arbovirus, katanya.

Ia menjelaskan, saat ini terdapat beberapa vaksin untuk penyakit arboviral seperti vaksin demam kuning bagi mereka yang bepergian atau tinggal di daerah endemis. Lalu ada vaksin chikungunya yang baru saja mendapat izin, namun penggunaannya di Amerika Serikat masih terbatas.

“Selain itu, ada beberapa vaksin untuk Japanese encephalitis. Tiga di antaranya sudah diberikan PQ oleh Organisasi Kesehatan Dunia,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan adanya Dengvaxia untuk mengobati demam berdarah pada orang dengan status seropositif. Selain arbovirus yang menyerang manusia seperti demam berdarah, chikungunya, dan Zika, ada juga yang menyerang hewan seperti Rift Valley Fever (RVF). Menurut dia, penyakit ini akan menimbulkan beban ekonomi karena berakibat fatal bagi ternak.

“Banyak arbovirus yang menyebabkan epidemi lebih lanjut, misalnya CCHF (demam berdarah Krimea-Kongo),” ujarnya.

Saat ini, hanya tersedia satu vaksin untuk CCHF dan dua untuk RVF, sehingga perlu dilakukan diversifikasi pengembangan vaksin untuk penyakit menular potensial di masa depan, ujarnya. Mereka percaya bahwa semua teknologi untuk mengembangkan vaksin, diagnostik, dan pengobatan tidak akan ada gunanya tanpa adanya akses yang setara kepada masyarakat. Ia menilai transfer teknologi itu penting.

Dengan meniru mRNA, kata mereka, mereka dapat meningkatkan perlindungan terhadap Covid-19 dan membuka peluang penerapannya pada penyakit lain. “Oleh karena itu, untuk mendorong pemerataan, WHO dan MPP telah meluncurkan program transfer teknologi mRNA sehingga produsen lokal dapat memproduksi vaksin mRNA dan meningkatkan kesiapan mereka menghadapi pandemi,” ujarnya. Ia mengatakan, teknologi tersebut telah ditransfer ke 15 mitra, termasuk Indonesia yang diwakili oleh Bio Pharma.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D