0 0
Read Time:2 Minute, 10 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta Berdasarkan kesepakatan Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-77, diputuskan bahwa perundingan perjanjian epidemi atau perjanjian pandemi harus dilanjutkan. Kemudian, tujuan penyelesaian perjanjian pandemi ditunda hingga sidang WHA 2025.

Saat merundingkan perjanjian pandemi, Indonesia bermaksud untuk memprioritaskan kepentingan nasional dalam isu-isu kebijakan seperti sistem pengawasan, transfer teknologi, dan akses yang adil untuk memerangi pandemi.

“Kami akan terus mengedepankan prinsip kesetaraan antara negara maju dan berkembang dalam proses dialog ini,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Sayahil.

Lebih lanjut, Syahril menyampaikan ada empat poin yang relevan bagi pemerintah Indonesia dalam perjanjian pandemi, dimana keempat poin tersebut berkaitan dengan perbedaan antara negara maju dan berkembang.

Berikut empat poinnya:

1. Akses Patogen dan Pembagian Manfaat (PABS)

Mengenai PABS, yang mencerminkan kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi, Pemerintah Indonesia merekomendasikan pembagian seluruh data, terutama termasuk informasi patogen dan urutan genetik, untuk distribusi manfaat yang adil.

Pemerintah juga mendorong upaya untuk memastikan adanya pengaturan internasional dalam hal standar data dan kerja sama, dimana Indonesia telah memulai Material Transfer Agreement (MTA) untuk sampel virus flu burung (flu burung).

2. Alat kesehatan

Pemerintah Indonesia mendorong terciptanya alat One Health untuk pengelolaan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan yang komprehensif. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang yang bekerja sama dengan negara-negara maju.

 

 

Pemerintah Indonesia mendorong transfer teknologi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Transfer teknologi ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan negara-negara berkembang sebagai hub untuk membangun kapasitas manufaktur lokal guna mewujudkan kemandirian dalam produksi, pengobatan, dan diagnostik vaksin (VTD).

Terkait perizinan, Indonesia mendorong perizinan yang transparan dan non-eksklusif, terutama di masa pandemi. Lebih lanjut, Indonesia mendorong upaya untuk memastikan teknologi dan inovasi dapat diakses oleh negara-negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang.

Kini dari sisi pendanaan, Pemerintah Indonesia mendukung pentingnya penyediaan pendanaan yang adil bagi seluruh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang, untuk implementasi perjanjian pandemi.

Pendanaan ini dapat dilakukan melalui mekanisme pendanaan yang sudah ada seperti Pandemic Fund dengan sedikit penyesuaian terhadap ketentuan perjanjian pandemi.

 

Indonesia juga akan terus mengupayakan pemerataan akses untuk mendorong transfer ilmu pengetahuan dan teknologi antar negara guna membangun kekuatan industri farmasi dengan prinsip dasar yang menjamin kesetaraan antara negara maju dan berkembang.

“Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia akan terus memperkuat hukum negara untuk bersiap menghadapi ancaman pandemi berikutnya,” kata Syahril.

Perluasan perundingan Perjanjian Maritim serta amandemen Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) juga disepakati. Dengan perubahan ini, seluruh Negara Anggota WHO diharapkan lebih siap dalam mengenali dan merespons berbagai keadaan darurat kesehatan yang berdampak internasional.

Prinsip-prinsip kesetaraan dan solidaritas yang mendasari reformasi IHR diharapkan dapat mendorong respons yang lebih inklusif dan adil terhadap pandemi dan keadaan darurat lainnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D