0 0
Read Time:3 Minute, 27 Second

dianrakyat.co.id – Kasus kekerasan terhadap anak di sebuah sekolah dasar (SD) di Jombang, Jawa Timur mendapat perhatian serius dari para aktivis perlindungan anak.

Pasalnya, kejadian malang yang dialami siswa kelas 4 SD tersebut bukan kali pertama terjadi di Santhi.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jombang Solahuddin mengatakan, berdasarkan catatan LPA, kejadian kekerasan yang dialami anak tercatat sebanyak 3 kali. Kisah terakhir menimpa seorang siswa sekolah dasar yang hampir buta permanen.

“Kasus ini harusnya menjadi kajian akhir dan bersama. Dari catatan kami, ada tiga kasus terpisah, kasus pertama di Kabuh, salah satu anak SD, kedua kasus SLB yang melibatkan pisau, dan kasus ketiga di dalamnya. juga mengalami cedera mata saat SD,” kata Solahuddin, Kamis, 22 Februari 2024.

Ia menekankan, ada 3 kasus penting yang harus dijadikan dokumen dalam evaluasi bersama antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah. Khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah.

“Bagi sekolah, ketiga hal ini harus menjadi pelajaran penting agar siswa bisa lebih baik dalam mengatur waktu belajar atau saat guru berganti. berubah,” katanya. Sola menyentuh tanah.

Selain itu, sekolah juga harus menjaga kenyamanan siswa dengan menjauhkan hal-hal yang dapat membahayakan siswa, kata Pak Solahuddin.

“Contohnya benda tajam, mungkin bagi kita orang dewasa aman, tapi bagi anak-anak yang belum paham dan hilang kendali bisa jadi benda berbahaya,” kata Solahuddin. 

Ia mengatakan, peran sekolah juga harus diperhatikan agar bisa menyikapinya dengan cepat dan tepat. Misalnya, memberikan informasi segera kepada orang tua mengenai kondisinya dan memberikan pengobatan yang maksimal, termasuk menjamin masa depan anak.

“Mudah-mudahan orang tua segera mengetahuinya dan mengambil tindakan. Jika UKS tidak sesuai di sekolah, sebaiknya segera dibawa ke tempat pengobatan terdekat, agar masalah ini tidak terulang kembali di kemudian hari.” ujar Solahudin. 

Sementara bagi orang tua, Solahuddin menegaskan, kasus tersebut harus menjadi pembelajaran untuk memperhatikan perkembangan dan perilaku anak. Karena melakukan hal ini sangat penting untuk mengharapkan hal serupa terjadi.

Terlebih lagi, dalam banyak kasus, kekerasan tersebut dilakukan secara tidak sengaja, namun karena anak-anak mengetahui adanya kekerasan tersebut, ujarnya.

Ia pun mencontohkan kasus yang menimpa siswa SD Plus Darul Ulum Jombang.

Seperti pada kasus SLB, anak mengalami keterbelakangan mental namun menggunakan game online yang mengandung kekerasan dan hal ini berdampak pada perilaku anak yang mengarah pada kekerasan. Oleh karena itu, pendidikan dan pengasuhan dari keluarga harus sangat dekat dengan anak. Sola Hudin. 

Sementara bagi pemerintah, Solahuddin mengatakan, pelajaran penting dari ketiga kasus tersebut adalah Manajemen sekolah tidak boleh berdiam diri. UKS, unit kesehatan yang paling dekat dengan sekolah, memang perlu dioptimalkan.

“Sebagian besar UKS yang ada masih memiliki persyaratan tambahan untuk penilaian sekolah. Namun, ruangan kosong yang berisi minyak balsam dan kayu putih, misalnya, seharusnya tidak diperbolehkan lagi.”

Sebagai rumah sakit primer, UKS harus mempunyai staf yang berkualitas dan peralatan standar yang dapat memberikan pertolongan pertama. 

“Pengobatan dan tindak lanjutnya tentu menjadi pekerjaan klinik, namun setidaknya dengan peralatan dan fasilitas yang terstandar dapat mencegah kondisinya cepat memburuk,” ujarnya.

Selain itu, penunjukan guru bimbingan dan konseling yang baik serta penunjukan guru bimbingan dan konseling yang baik juga menjadi permasalahan yang menjadi perhatian pemerintah. Terlebih lagi, guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah di banyak sekolah hingga saat ini.

“Kalaupun guru yang memberikan nasehat dan bimbingan ini harusnya seorang konselor, otomatis paling tidak intinya adalah psikologi, sehingga karyanya sesuai dan bisa membimbing anak-anak lain yang menjanjikan,” ujarnya.

Mereka pun berharap kasus ini menjadi yang terakhir di Jombang dan tidak terulang kembali. Terlebih lagi, dalam kasus seperti ini, anak tersebut tidak dapat dituntut sebagai pelapor.

“Sesuai aturan, jika pelaku masih berusia di bawah 12 tahun, maka akan dikembalikan kepada orang tuanya, oleh karena itu pencegahan harus diutamakan, agar tidak ada yang dirugikan atau tidak ditegakkan keadilan,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, pelajar di Jombang dinyatakan berisiko mengalami kebutaan permanen setelah teman sekamarnya secara tidak sengaja melemparkan tongkat ke arahnya.

Peristiwa tersebut dialami korban pada 9 Januari 2024. Saat itu, para siswa kelas SD sedang menunggu waktu pergantian.

Baca artikel edukasi menarik lainnya di link ini. Psikiater: Bahaya Memiliki Pasangan yang Narsis, Beban Finansial dan Kemungkinan KDRT Dr. Elvine Gunawan, Sp.KJ mengungkapkan banyak pasiennya yang mengeluhkan pasangannya mengidap NPD atau Narcissistic Personality Disorder. Apa risikonya? dianrakyat.co.id.co.id 11 Agustus 2024 Simak ulasannya di bawah ini

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D