0 0
Read Time:4 Minute, 36 Second

dianrakyat.co.id Edukasi – International Council on Clean Transport (ICCT) menilai elektrifikasi industri transportasi sebagai cara yang tepat untuk mencapai tujuan net zero emisi (NZE) pada tahun 2060 atau lebih.

Kendaraan listrik lebih efektif mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

Selain itu, kendaraan listrik dapat berkontribusi terhadap pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca yang dipadukan dengan peningkatan konsumsi listrik dari sumber energi terbarukan. Mari kita lanjutkan menelusuri artikel lengkapnya di bawah ini.

Demikian temuan ICCT dalam penelitian bertajuk “Perbandingan Siklus Hidup Emisi Gas Rumah Kaca dari Mesin Pembakaran Internal dan Kendaraan Listrik pada Mobil Penumpang dan Sepeda Motor di Indonesia.”

Penelitian ini dipresentasikan pada Rabu, 28 Februari 2024 pada Media Workshop: Course to Zero (Emissions) di ECO-S Coworking & Office Space Sahid Sudirman Residence.

Acara yang dimoderatori oleh Green Product Manager Katadata, Gini Hartriani, dihadiri oleh Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim, Rahmat Qaimuddin, serta dua Senior Research Fellow ICCT, Aditya Mahalana dan Georg Bicker.

George adalah penulis utama studi ini. Rahmat mengatakan sektor otomotif merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di Indonesia dan terbesar di Jakarta.

“Pemerintah ingin mendorong adopsi mobil nol emisi. Mobil yang paling cocok untuk itu adalah mobil listrik,” ujarnya.

“Menurut perhitungan ICCT, pada tahun 2050 emisi dari industri otomotif akan dua kali lipat dari tingkat emisi saat ini,” kata Aditya.

Ia menjelaskan, penurunan emisi di sektor ini dapat dicapai melalui adopsi kendaraan listrik.

Berdasarkan hasil studi ICCT yang mengamati emisi seumur hidup kendaraan roda empat dan dua, pengurangan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan dengan membandingkan sumber daya powertrain.

Siklus emisi mengacu pada emisi suatu kendaraan, mulai dari proses manufaktur, bahan bakar yang terkait dengan proses ekstraksi, pemurnian dan peralatan kelistrikan, hingga akhir masa pakai kendaraan dengan umur 18-20 tahun.

ICCT membuat proyeksi penggunaan kendaraan dan energi pada tahun 2023. Kajian ini juga membuat proyeksi untuk tahun 2030, berdasarkan rencana pemerintah untuk mencapai target Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060, khususnya integrasi sumber energi terbarukan.

Lima kendaraan listrik yang dibandingkan adalah kendaraan berbahan bakar fosil (BBM), kendaraan listrik hybrid (HEV), kendaraan listrik (PHEV), kendaraan listrik hidrogen (FCEV), dan kendaraan listrik.

“Mobil listrik akan menyumbang setengah dari total penjualan mobil pada tahun 2030, dan mungkin bahkan lebih sedikit lagi,” kata Georg Bicker.

Statistik menunjukkan bahwa kendaraan listrik di segmen mobil kompak, kendaraan off-road (SUV) dan kendaraan serba guna (MPV) akan memiliki emisi 47-56 persen lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar bensin.

Namun, SUV diperkirakan memiliki emisi seumur hidup 52-65 persen lebih rendah pada tahun 2030 dibandingkan kendaraan berbahan bakar bensin yang diproduksi pada tahun 2023.

Jika listrik digunakan dari sumber energi terbarukan, emisinya bisa lebih rendah hingga 85 persen.

“HEV dan PHEV dapat membantu mengurangi emisi, namun tidak dalam jangka panjang. Kedua kendaraan ini tidak akan mampu memenuhi target NZE 2060,” kata Beeker. Penggunaan HEV dalam jangka panjang bersifat ekonomis dan hanya memberikan manfaat efisiensi bahan bakar.

PHEV juga mengandalkan bensin sebagai bahan bakar utamanya. Sepeda listrik juga masuk dalam kurikulum ICCT.

Berdasarkan penelitian tersebut, kendaraan listrik mampu mengurangi emisi gas rumah kaca dibandingkan kendaraan konvensional.

Studi ICCT menunjukkan bahwa pada tahun 2023, emisi sepeda di sektor kendaraan listrik akan 26-35 persen lebih rendah dibandingkan mobil.

Emisi siklus hidup kendaraan listrik pada tahun 2030 dapat mengurangi emisi sebesar 34-51 persen dibandingkan kendaraan berbahan bakar bensin yang diproduksi pada tahun 2023.

Studi ICCT menyajikan empat pilihan kebijakan. Pertama, pemerintah dapat menerapkan kebijakan khusus untuk meningkatkan produksi suku cadang dan kendaraan listrik.

Kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan menetapkan target produksi dan penjualan kendaraan listrik melalui Kementerian Perindustrian. Kebijakan ini juga dibarengi dengan insentif perpajakan bagi produsen kendaraan listrik.

Kedua, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menghentikan produksi dan penjualan mobil dan truk, serta HEV dan PHEV secara bertahap pada tahun 2040. Hal ini merupakan langkah maju yang penting dalam mencapai target NZE tahun 2060.

Ketiga, pemerintah dapat menetapkan pesanan pembelian kendaraan listrik dan/atau menerapkan standar penghematan bahan bakar rata-rata perusahaan (CAFE) untuk membantu produsen meningkatkan pangsa kendaraan listrik.

Perlu diketahui bahwa standar CAFE merupakan upaya untuk mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan seperti mobil kecil dan truk dengan memenuhi standar efisiensi bahan bakar.

Sebagai upaya terakhir, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi pembelian kendaraan listrik dan berbagai jenis pajak.

Kebijakan ini disamakan dengan kebijakan premi atau cukai untuk kendaraan dengan tingkat polusi atau konsumsi bahan bakar yang tinggi.

Selain insentif, kebijakan non-insentif seperti alternatif Jakarta atau penggunaan tarif khusus kendaraan listrik dan lainnya dapat membantu, kata Aditya.

Ia juga mengusulkan opsi penurunan tarif pengisian aki mobil pada jam-jam di luar jam sibuk (sore hingga pagi hari).

Menurut Rahmat, pemerintah akan terus memberikan insentif perpajakan serta menerbitkan aturan pembebasan bea masuk kendaraan listrik untuk mendongkrak produksi dalam negeri.

Menurutnya, pemerintah berencana menarik investor seperti Citroën untuk produksi mobil listrik di dalam negeri mulai Juli tahun ini.

Rahmat juga mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan dua jenis insentif untuk sepeda motor dan mobil listrik.

“Kalau mobil kita kasih uang tunai Rp 7 juta, kalau mobil kita kasih pajak 10 persen ditambah pemerintah,” ujarnya.

Sektor otomotif saat ini menyumbang 27 persen emisi gas rumah kaca, dan dapat meningkat pesat seiring dengan berkembangnya perekonomian negara.

Salah satu manfaat dekarbonisasi industri otomotif adalah mengurangi jumlah masyarakat yang menderita kesehatan dan produktivitas buruk akibat polusi udara, mendukung ketersediaan udara bersih bagi kesehatan manusia, serta mengurangi impor minyak dan anggaran pemerintah untuk subsidi bahan bakar. . PEVS 2024 diharapkan selesai. Hari ini presentasi kendaraan listrik Periklindo atau PEVS 2024 dikabarkan bernilai sekitar Rp 400 miliar dan transaksinya mendekati akhir yang dijadwalkan. dianrakyat.co.id.co.id 5 Mei 2024

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D