dianrakyat.co.id, JAKARTA – Staf khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang membidangi pengembangan usaha di bidang energi dan mineral bumi, Agus Tjahjana, mengatakan pemerintah menargetkan 2 pembangunan. juta empat. -13 juta kendaraan listrik roda dua dan roda dua pada tahun 2030. Untuk mencapai tujuan ini, diharapkan terjadi penghematan energi sebesar 29,79 juta barel setara minyak (MBOE) dan pengurangan emisi CO2 sebesar 7,23 juta.
“Tujuan ini merupakan bagian dari strategi percepatan program kendaraan listrik dan lingkungan hidup.” Selain itu juga untuk mempercepat transisi energi menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060,” ujarnya, Kamis. (23/5/2019).
Indonesia serius mengembangkan rantai pasok ekologis baterai kendaraan listrik, dari atas hingga bawah. Secara khusus, Indonesia diberkahi dengan potensi nikel yang besar untuk mendukung pengembangan industri lingkungan kendaraan listrik.
“Saat ini pengolahan bijih nikel menjadi nikel dan kobalt sulfat sudah tersedia. Proyek selanjutnya yang akan dilaksanakan dan dipromosikan adalah produksi prekursor baterai, katoda, sel baterai dan baterai, karena terdapat industri pengisian listrik dan pengolahan baterai. juga tersedia,” jelasnya.
Di Indonesia, Agus menjelaskan secara rinci, terdapat sembilan pabrik yang mengolah bijih nikel menjadi nikel dan kobalt sulfat yang merupakan salah satu bahan pembuatan baterai mobil listrik. Empat perusahaan tersebut sudah beroperasi, tiga sedang dalam tahap konstruksi, dan sisanya masih mengejar kelayakan. “Industri baterai roda empat di Karawang telah beroperasi dengan kapasitas 10 GWh pada bulan ini,” ujarnya.
Selain itu, Agus mengatakan dunia kendaraan listrik harus didukung infrastruktur yang kuat. Tercatat pada April 2024, jumlah stasiun yang tersedia mencapai 1.566 buah, dan jumlah penukaran baterai sebanyak 1.772 buah. Pemerintah berencana menambah 48.118 pembangkit listrik dan 196.179 pembangkit listrik pada tahun 2030.
Namun, Agus mengatakan hal ini memerlukan kerja sama dan partisipasi semua pihak, baik pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan mitra internasional. “Tujuan transisi energi sangat sulit dan ambisius karena memerlukan teknologi maju yang berkualitas tinggi, dukungan dunia usaha, pembiayaan berskala besar, serta komitmen dan kerja sama yang kuat dari semua pihak,” ujarnya.