dianrakyat.co.id, Jakarta Melalui Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah mengamanatkan pembentukan lembaga nonstruktural yaitu Badan Percepatan Penyediaan Perumahan (BP3). Terobosan kebijakan tersebut kemudian dituangkan kembali dalam Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 tentang BP3 yang berfungsi mempercepat penyelenggaraan kawasan pemukiman dan permukiman.
Sayangnya, BP3 belum beroperasi secara institusional. Sementara peraturan turunannya mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat BP3, tata cara pengangkatan dan pemberhentian badan eksekutif dan dewan pimpinan BP3 juga telah selesai.
“Percepatan penyelenggaraan perumahan melalui BP3 merupakan terobosan penting dan strategis dalam menjawab tantangan perumahan masyarakat di masa depan,” kata Andrinof A. Chaniago, Ketua Majelis Tinggi HUD Institute, Rabu (12/6 -2024).
Andrinof menilai BP3 Institute harus segera dilaksanakan. Dan keberadaannya menjadi landasan hukum bagi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk melaksanakan transformasi kelembagaan pembangunan perumahan perkotaan dan pedesaan
Hal ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan perumahan tidak layak huni, permukiman kumuh perkotaan, tingginya deprivasi dan permasalahan akses yang dialami oleh kelompok MBR, khususnya MBR informal.
Untuk itu, HUD Institute selanjutnya Andrinof telah memaparkan sejumlah rekomendasi kebijakan dan langkah strategis yang transformatif dan realistis bagi pemerintah, untuk mempercepat operasionalisasi dan pelaksanaan fungsi BP3.
Ketua Umum HUD Institute Zulfi Syarif Koto menjelaskan, rekomendasi yang diajukan HUD Institute didasarkan pada masukan dari pemangku kepentingan yang terlibat dalam ekosistem penyediaan dan pembiayaan perumahan. Baik dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan, dimana keduanya saling bergantung satu sama lain.
Di sisi penawaran, diperankan oleh pelaku pembangunan yang berbentuk unit usaha (BUMN, badan usaha swasta, koperasi). Dari sisi permintaan, hal ini dilakukan oleh lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank, dengan memberikan subsidi khusus pemerintah untuk perumahan masyarakat berpendapatan rendah. Dan didukung oleh lembaga keuangan, seperti BPJS-TK, SMF, SMI, BP Tapera, serta bentuk dukungan keuangan lainnya dari badan usaha, seperti dana CSR, dana zakat dan lain-lain.
Kajian yang kami lakukan terhadap BP3 fokus pada lima isu strategis, yaitu: perencanaan fisik dan penyediaan lahan, pembiayaan dan pembiayaan perumahan, operasionalisasi BP3, rekayasa, teknologi, mekanisme perizinan dan perumahan vertikal, serta penyediaan material konstruksi strategis (“BULOG Dewan”),” tambahnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, HUD Institute kemudian mengusulkan sejumlah desain agar BP3 dapat menjadi lokomotif/fasilitator percepatan pembangunan perumahan masyarakat berpendapatan rendah di Indonesia di masa depan.
Dalam upaya menjaga keseimbangan antara supply dan demand di sektor pangan, pemerintah telah membentuk unit usaha logistik (Bulog). Ide mendirikan lembaga serupa di bidang industri karton juga digagas oleh The HUD Institute. Jika bahan pangan yang dominan dikendalikan adalah beras, maka bahan karton merupakan bahan bangunan yang strategis.
Material tersebut datang dalam bentuk bahan dasar seperti semen, tulangan dan kayu, tetapi juga dalam bentuk komponen manufaktur seperti elemen prefab, batu bata (tanah liat atau beton ringan) dan atap baja ringan. Secara teknis, hal terpenting dari lembaga penyangga adalah memiliki data real-time yang akurat antara pasokan dan permintaan.
“Saat ini data penawaran dan permintaan sektor karton masih kurang akurat, sehingga upaya membentuk badan pendukung seperti Dewan Bulog akan menegakkan sistem pendataan yang baik,” kata Zulfi.
Menurut Muhamad Joni, presiden The HUD Institute, mandat kelembagaan mengenai BP3 belum final. Namun hal tersebut sudah ada sejak diundangkannya UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU 20/2011 tentang Apartemen yang mewajibkan otoritas atau lembaga untuk mempercepat penyelenggaraan perumahan.
“Keberadaan BP3 memiliki dasar hukum yang kuat dan diperlukan untuk menyediakan perumahan dan meningkatkan indeks kekayaan perumahan. Setidaknya delapan tugas dan fungsi BP3 yang diamanatkan Perpres 9/2021 akan segera dioperasionalkan secara serentak dan kompak dengan seluruh kementerian dan lembaga Tentang Misi “Kami yakin BP3 akan menjadi pendorong utama terwujudnya perumahan senilai €3 juta program yang diusung pemerintah Probowo-Gibran,” kata Joni.
Termasuk penyediaan lahan pemukiman yang merupakan kewajiban negara sesuai UU 1/2011, UU Cipta Kerja, dan Perpres 9/2021. Apalagi dengan peran nyata dan penting Badan Bank Tanah ditambah ‘Dewan BULOG’, penyediaan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dapat tercapai dengan menghilangkan backlog dan target 3 juta rumah, lanjut Joni.
Menurut Ade Armansyah, presiden HUD Institute, BP3 menempati posisi unik dalam ekosistem pembiayaan perumahan. Artinya, berada di sisi pasar primer dan bisa juga di sisi pasar sekunder. Pasalnya, BP3 mengelola dan mencari pemilik rumah yang terbengkalai/atau diambil alih BP3 untuk mencari pembeli baru karena pemilik lama telah melanggar peraturan perundang-undangan, seperti mengalihkan rumah bersubsidi kepada orang lain.
“Pasca BP3 beroperasi, masih banyak hal yang harus diselesaikan. Seperti penetapan zona khusus rumah MBR di RTRW. bahan bangunan, insentif fiskal bahan pembangunan perumahan MBR, dana perumahan, penyempurnaan kriteria MBR, penyiapan antrean perumahan di daerah, evaluasi kelompok sasaran dan penyiapan program CPR yang lebih detail yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat di daerah, tutup Ade.