dianrakyat.co.id, Jakarta – Indonesia membutuhkan langkah lebih konkrit dalam praktik ramah lingkungan. Menurut Indeks Kinerja Lingkungan (EPI) 2024 yang disusun Universitas Yale, negara ekuator hampir menempati peringkat terakhir, yakni 162 dari 180 negara yang masuk dalam daftar.
Hingga peluncuran situsnya pada Jumat, 12 Juli 2024, pemeringkatan tersebut mencakup 58 indikator di 11 isu area. Hal ini mencakup mitigasi perubahan iklim, polusi udara, pengelolaan limbah, perikanan dan pertanian berkelanjutan, penggundulan hutan, dan konservasi keanekaragaman hayati.
Studi ini juga menemukan negara mana yang paling mampu menyelesaikan masalah lingkungan hidup dengan menggunakan indikator-indikator ini. Penilaian berfokus pada kinerja perubahan iklim, kesehatan lingkungan, dan vitalitas ekosistem.
Estonia memimpin indeks dengan skor 75,3. Bahkan, negara-negara Eropa mendominasi sepuluh besar yakni Luksemburg (75), Jerman (74,6), Finlandia (73,7), Inggris (72,7), Swedia (70,5), Norwegia (70), Austria (69), Swiss (68 ). ), dan Denmark (67,9) yang masing-masing menempati peringkat ke-2 hingga ke-10.
Jepang, negara Asia terdepan dalam praktik ramah lingkungan, berada di peringkat ke-27 dengan skor 61,7. Singkatnya, Singapura memimpin kawasan Asia Tenggara dengan menempati peringkat ke-44 dengan skor 53,8.
Brunei Darussalam berada di peringkat 68, disusul Thailand (91), Malaysia (117), Indonesia (162), Filipina (168), Kamboja (170), Myanmar (177), Laos (178) dan peringkat terakhir Vietnam di peringkat 180 . . Menurut Indian Express, lebih dari 190 negara membuat apa yang mereka sebut sebagai “komitmen pertahanan terbesar di dunia” selama COP 2022 di Montreal.
Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal menyerukan perlindungan dan pengelolaan yang efektif terhadap 30 persen habitat darat, air tawar, pesisir, dan laut dunia pada tahun 2030. Hal ini dikenal sebagai tujuan “30×30”.
Di Indonesia, kampanye 30×30 diusung oleh Brigita Gunawan. “Saya meluncurkan 30×30 Indonesia pada tahun 2021 ketika saya berusia 17 tahun,” ujar pendiri 30×30 Indonesia ini saat ditemui di acara UNIQLO Indonesia pada 25 Juni 2023 di Pantai Tulamben, Kabupaten Karangasem, Bali.
“Pokoknya,” sambung sapaan akrabnya, Tata. “Pekerjaan kami berfokus pada pendidikan, advokasi kebijakan dan restorasi habitat.”
Memperluas gagasan global ini secara nasional, Global Citizen Youth Leader Awardee mengunjungi sekolah-sekolah, meluncurkan program literasi kelautan, mengadakan webinar, menanam terumbu karang di Tulamben, dan menanam bakau di Jakarta. “Apa yang saya lakukan adalah memanfaatkan kekuatan komunitas dan generasi muda untuk terlibat dengan ilmu pengetahuan dan menyuarakan dukungan saya terhadap isu-isu global,” katanya.
Ia juga telah berbagi karya dan kisahnya di panggung dunia, termasuk di Konferensi Kelautan PBB, Kongres Taman Asia, dan Unleash Global Innovation Lab. “Saya mencoba untuk terus memanfaatkan dukungan yang kita perlukan untuk (memulihkan) lautan kita. Di mana pun kita berada, apakah itu kota atau pantai, kita semua terhubung,” ujarnya.
Di antara sekian banyak permasalahan lingkungan, polusi udara merupakan salah satu situasi yang mendesak. Pasalnya, hampir dua ribu anak meninggal setiap harinya akibat gangguan kesehatan terkait polusi udara. Laporan yang diterbitkan pada 19 Juni 2024 menyebutkan kondisi tersebut kini menjadi faktor risiko terbesar kedua kematian dini di seluruh dunia.
Menurut AFP yang dikutip Japan Today pada 20 Juni 2024, dampak polusi udara menyebabkan 8,1 juta kematian pada tahun 2021, atau sekitar 12 persen dari seluruh kematian. Angka ini mengacu pada laporan dampak kesehatan yang dipublikasikan di AS. lembaga.
Artinya, polusi udara telah melampaui penggunaan tembakau dan gizi buruk dalam daftar faktor penyebab kematian dini. Kualitas udara yang buruk merupakan penyebab kematian kedua setelah tekanan darah tinggi.
Anak-anak kecil sangat rentan terhadap polusi udara, dan badan tersebut bekerja sama dengan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) untuk menghasilkan laporan tahunan mengenai kondisi udara dunia. Laporan tersebut mengatakan polusi udara berkontribusi terhadap kematian lebih dari 700.000 anak di bawah usia lima tahun.
Sayangnya, Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan polusi udara terparah di dunia pada tahun 2023. Berdasarkan laporan IQAir yang mengutip CNN, 20 Maret 2024, Indonesia menempati peringkat ke-9 dengan rata-rata polusi udara terburuk di dunia. Konsentrasi PM2.5 37,1 persen.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan polusi udara terbanyak di Asia Tenggara pada tahun 2023. Tingkat polusi udara akan meningkat sebesar 20 persen dibandingkan tahun 2022.
Indonesia, bersama Vietnam dan Thailand, tercatat melebihi batas aman konsentrasi PM2.5 WHO sebanyak lebih dari 10 kali lipat, menurut laporan tersebut. Di antara 10 negara ASEAN, hanya Filipina yang melaporkan penurunan tingkat polusi udara dibandingkan tahun lalu.
Berdasarkan laporan tersebut, empat negara Asia menduduki peringkat pertama negara dengan polusi udara terburuk di dunia pada tahun 2023. Paling banyak berada di Asia Selatan yaitu Bangladesh, Pakistan, India dan satu di Asia Tengah, Tajikistan.
Kecuali satu dari 100 kota dengan polusi udara terburuk di dunia tahun lalu, semuanya berada di Asia. Sekitar 83 di antaranya juga berlokasi di India. Semuanya melebihi pedoman kualitas udara WHO sebanyak lebih dari 10 kali lipat, menurut laporan IQAir.