SOLO – Indonesia saat ini menyerahkan lima arsip dan manuskrip ke UNESCO sebagai Memory of the World. Kini tinggal menunggu proses penjurian dan diharapkan hasilnya bisa diketahui pada akhir tahun.
Yang pertama dari lima warisan dokumenter yang dihadirkan adalah arsip Kartini dan perjuangan gender yang dipresentasikan bersama Belanda. Kedua arsip perdana ASEAN ini merupakan nominasi bersama dari 5 negara dan didukung oleh Belanda. Ketiga, arsip Hamzah Fanzuri, calon gabungan Malaysia.
Baca Juga: UNESCO Tetapkan Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol sebagai Memori Dunia
Keempat, Tarian Adat Mankunegara. Ini yang belum pernah kita tampilkan sebelumnya dan sangat unik. Dalam rangka Konferensi Asia Tenggara ke-28, Imam Gunarto mengatakan: “Naskahnya sungguh luar biasa, kalau tidak salah dibuat oleh Mangkunegara IV.” ujar Imam Gunarto, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Asosiasi Arsip Audiovisual Pasifik (SEAPAVAA) Solo, Jawa Tengah, Dushanbe (10/6/2024).
Terdapat naskah 1000 halaman mengenai tari Senkok tari tradisional Mangunegara. Ada gerakan tarian dari telapak kaki hingga kepala, dan sejauh ini hanya ada satu-satunya di dunia. Naskahnya memuat aksara Jawa, sedangkan naskah buatan abad ke-19 dan awal abad ke-20 berhuruf Latin.
Sedangkan yang kelima adalah Sangyang Siksa Kandang Karesian, naskah dari Jawa Barat. Ia memperkirakan pengumuman usulan tersebut akan dilakukan pada akhir tahun 2024 atau awal tahun 2025. Ia berharap kelima usulan yang diajukan dapat diterima sepenuhnya. Sebab UNESCO hanya memberikan waktu dua tahun kepada setiap negara.
Baca juga: Pemerintah Usulkan Reog Ponorogo, Kolintang, Kebaya Jadi Situs Warisan Budaya UNESCO
“Kami menurunkan 2 calon perseorangan dan 3 lagi calon gabungan,” ujarnya.
Indonesia mengirimkan tiga naskah pada tahun lalu dan semuanya diterima untuk tingkat Asia-Pasifik, antara lain Arsip Penelitian Gula dan naskah Tuanku Imam Bonjol. Penelitian tentang gula pada abad ke-19, ketika penyakit tebu melanda seluruh dunia. Penelitian untuk mengatasi hal tersebut berasal dari Jawa Timur.
Sedangkan naskah Tuanku Imam Bonjol ditulis di tempat penawanan di Makassar. Naskah tersebut ditulis oleh putranya dan didiktekan oleh Tuanku Imam Bonjal. Teks rekonsiliasi perang ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi dunia internasional.
Sebelum suatu arsip atau manuskrip dapat disajikan kepada masyarakat internasional, terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai anggota kolektif bangsa. Kemudian ditinjau oleh panel ahli. Jika penting sebagai kenangan dunia, maka akan diajukan ke UNESCO.