LONDON – Para ilmuwan berencana memompa air laut ke Samudra Arktik yang beku dengan harapan akan membeku di musim dingin dan memperlambat pencairan es di musim panas. Namun para ilmuwan menekankan bahwa ini bukanlah solusi untuk menghindari kiamat.
Para ilmuwan sedang mengembangkan metode inovatif untuk membantu mereka “menumbuhkan” es dan menyelesaikan tugas mustahil yaitu “membekukan kembali” Samudra Arktik, karena uji pendahuluan menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Para ilmuwan berencana untuk memompa air laut melintasi Samudra Arktik yang beku. Eksperimen telah dilakukan di Arktik Kanada yang menunjukkan bahwa es laut berhasil mengembun.
Menurut sebuah laporan di New Scientist, jika tidak ada tindakan yang diambil sekarang, percepatan perubahan iklim akan menjadikan Arktik “bebas es pada musim panas tahun 2030-an”, yang merupakan sebuah bencana bagi planet ini.
Menurut laporan lain, bahkan tindakan seperti pengurangan emisi gas rumah kaca secara drastis tidak akan mencegah Arktik menjadi bebas es.
Untuk menghentikan dampak perubahan iklim yang radikal ini, diperlukan pengurangan emisi secara radikal di seluruh dunia, sehingga para ilmuwan telah menemukan cara untuk mengekangnya dalam jangka pendek.
Di antara cara-cara yang mereka eksplorasi, para ilmuwan sedang mempertimbangkan untuk memompa air laut ke bagian beku Samudra Arktik, yang mereka yakini akan efektif.
Memompa air laut di Arktik adalah keputusan yang tepat.
Rencananya sangat mudah. Para insinyur akan menggunakan pompa untuk menutupi es dengan air laut, yang diperkirakan akan membeku hingga setebal lapisan es di musim dingin. Ini akan memastikan es bertahan lebih lama di musim panas.
Untuk melakukan hal ini, para ilmuwan menemukan lapisan es tipis, mengelupas permukaan di bawahnya, dan membanjirinya dengan harapan dapat mempercepat laju pendinginan alami.
Proses ini telah diuji sebelumnya, namun untuk pertama kalinya berhasil diterapkan dengan menggunakan hidrogen yang merupakan energi terbarukan.
Uji coba ini juga berhasil dalam skala yang lebih kecil. Menurut laporan di New Scientist, mungkin ada “risiko konsekuensi yang tidak diinginkan” seperti berkurangnya tutupan salju yang berdampak pada satwa liar.
Berbicara kepada The Guardian, asisten profesor Universitas Teknologi Delft Hayo Hendrikse mengatakan ini bukanlah sebuah “solusi” melainkan sebuah “tongkat bantuan” yang dapat digunakan “dalam skala yang lebih kecil”.