dianrakyat.co.id, Jakarta – Segala aspek kehidupan selalu mengandung risiko dengan konsekuensi yang beragam, mulai dari yang rendah hingga yang tinggi, termasuk saat bekerja.
Risiko seperti kecelakaan menimpa setiap karyawan mulai dari berangkat kerja hingga keluar rumah. Selain itu, risiko seperti sakit juga menghantui para karyawan, terutama mereka yang jadwal kerja dan lingkungannya tidak sehat bagi tubuh.
Hal ini jelas menyulitkan jika risiko tersebut terjadi karena menghambat kemampuan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya dengan baik. Dalam artikelnya yang dikutip Jumat 29 Maret 2024, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJI menjelaskan risiko keterlambatan mendapatkan asuransi: kenaikan premi
Pembayaran bertambah seiring bertambahnya usia Besarnya pembayaran bulanan ditentukan oleh kondisi tubuh, usia dan manfaat yang diterima. Semakin tua usia seseorang, maka premi asuransinya akan semakin mahal, karena pihak asuransi memperkirakan ia semakin rentan terkena penyakit.
Oleh karena itu, mendaftar asuransi di usia muda merupakan langkah yang baik, karena premi saat ini masih rendah, meski seiring berjalannya waktu akan meningkat seiring dengan meningkatnya inflasi dan manfaat yang diterima. Usia tidak dijamin
Asuransi dapat menjadi bagian dari dana pensiun ketika seseorang telah memasuki masa pensiun dan tidak lagi bekerja. Dengan asuransi, seseorang bisa melindungi keuangannya meski sudah tidak bekerja lagi. Perekonomian semakin tidak terkendali
Banyak karyawan yang memprioritaskan tabungan dan investasinya tanpa memikirkan risiko terhadap pekerjaannya. Jika tidak memiliki asuransi jika terjadi kecelakaan atau penyakit dalam, maka tabungan dan investasi hanya dapat digunakan untuk biaya pengobatan.
Dengan berasuransi dapat membuatnya mendapatkan perawatan yang optimal tanpa harus mengeluarkan tabungan atau hasil investasinya, sehingga membuka risiko terlilit hutang yang besar.
Terkadang terjadi kecelakaan yang membuat seseorang tidak bisa bekerja, atau kematian yang membuat pendapatan keluarga terputus. Jika seseorang tidak memiliki asuransi, maka timbullah keadaan dimana masyarakat seringkali meninggalkan uangnya untuk setiap penggunaan, sehingga hutang pinjamannya semakin bertambah bahkan berujung pada kebangkrutan.
Dalam acara bertajuk “Literasi Keuangan Bersama FWD” yang digelar di kantor KLY di Gondangdia, Jakarta Pusat pada Kamis, 28 Maret 2024, Indrawati Kawihardja, Direktur Agency Training Asuransi FWD, mengungkapkan kesalahan yang sering dilakukan karyawan adalah Fokus. Terlalu banyak investasi dan tabungan tanpa memperhatikan perlindungan atau asuransi.
“Jangan simpan tabungan dulu, jangan punya investasi seperti kripto atau saham, tapi jangan ambil asuransi. Pakar perencanaan keuangan bilang ini salah,” ujarnya.
Indrawati melanjutkan memilih asuransi, pilihlah asuransi yang kredibel dan terpercaya. Ketika ia mengkaji kredibilitas sebuah perusahaan asuransi, ia menyarankan untuk memeriksa profilnya, operasional layanannya, dan kinerja keuangannya. Indrawati juga mengingatkan kita untuk tidak memilih polis asuransi abal-abal yang hanya merugikan diri sendiri.
“Yang penting pilih kebijakan yang kredibel, bisnisnya jelas. Jangan berharap hari ini, lusa tidak ada. Lihat profilnya, kinerjanya, kinerja keuangannya,” ujarnya. .
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pengelolaan keuangan yang cerdas adalah kunci untuk mencapai stabilitas keuangan dan kebebasan finansial. Namun seringkali kita mengalami kebocoran dalam pengelolaan uang, terutama dalam mengelola pengeluaran dan hutang sehari-hari.
Salah satu cara yang efektif adalah dengan menerapkan prinsip menabung, berbagi dan membelanjakan. Prinsip menabung mengajarkan seseorang untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk masa depan.
Prinsip pengeluaran mengajarkan Anda untuk menggunakan sisa pendapatan dengan bijak. Pada saat yang sama, prinsip berbagi mengajarkan kita pentingnya berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Meskipun prinsip-prinsip dasar tersebut telah kami terapkan, namun terkadang masih saja terjadi kebocoran pendanaan.
Menurut Indrawati Kawihardja, Manajer Edukasi Asuransi FWD, pengeluaran yang tidak direncanakan seringkali muncul akibat kebiasaan belanja yang tidak dikelola dengan baik.
Misalnya membeli makanan dari luar, menggunakan jasa pesan antar atau tergiur berbelanja online yang mungkin akan menimbulkan biaya tambahan seperti ongkos kirim, pajak, dan biaya penanganan lainnya.
Jadi kenali sumber kebocoran belanja tersebut dan pertimbangkan untuk mengurangi atau menghindarinya jika memungkinkan sehingga kita bisa mengurangi kemungkinan terlilit utang.
Batasi penggunaan aplikasi e-commerce
Semakin banyak aplikasi e-commerce yang Anda miliki, semakin besar kemungkinan Anda tergoda untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan. Batasi diri Anda untuk hanya menggunakan satu atau dua aplikasi e-commerce yang penting bagi Anda. Hal ini membantu mengurangi frekuensi pembelian impulsif dan menciptakan perilaku konsumsi yang lebih terkendali.
“Jangan terlalu banyak menggunakan aplikasi e-commerce, cukup 1 atau 2 aplikasi yang penting saja karena semakin banyak yang membentuk perilaku belanja virtual kita,” ujarnya.
Indrawati juga mengatakan, perilaku konsumsi atau pengeluaran yang masuk dibentuk oleh lingkungan fisik dan virtual
Lingkungan membentuk perilaku konsumsi masyarakat. Pengeluaran tak terduga seringkali disebabkan oleh lingkungan kita. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai rangsangan yang mempengaruhi keputusan pembelian kita.
Perilaku konsumsi atau kebiasaan membeli yang tidak terkendali dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan virtual. Hindari berpenampilan keren atau mendapatkan barang terkini hanya demi gengsi. Fokus pada kebutuhan yang lebih penting daripada keinginan sekunder. Menerapkan pola pengeluaran dan tabungan yang tepat
Menggunakan model keuangan konsumsi dan tabungan sesuai dengan prinsip akuntansi.
“Sisihkan 10% penghasilan untuk keamanan finansial seperti asuransi, kemudian 10% untuk tabungan, 10% untuk investasi, 10% untuk bagi hasil dan 60% untuk kebutuhan sehari-hari,” ujarnya. Pahami perbedaan antara utang produktif dan utang konsumer
Indrawati mengatakan, utang dibedakan menjadi dua jenis yakni utang produksi dan utang konsumen. Hutang produktif adalah hutang yang digunakan untuk investasi atau memperoleh penghasilan tambahan
“Misalnya saya beli sepeda, sepeda itu saya pakai untuk ojek online untuk menghasilkan pendapatan untuk melunasi utang dan ini merupakan utang produktif,” ujarnya.
Hutang konsumen, sebaliknya, adalah hutang yang digunakan untuk membeli barang-barang yang tidak menambah nilai atau pendapatan
Lain halnya kalau saya sudah punya sepeda motor, tapi saya beli sepeda motor lagi untuk ditagih dengan uang utang, itu dianggap utang konsumen, imbuhnya.
Kelola utang Anda dengan bijak Pahami batas maksimum utang untuk produktivitas, yang tidak boleh melebihi 30% dari total pendapatan Anda. Bayar hutang Anda secara teratur sesuai dengan rencana pembayaran yang telah Anda buat.
Jika memungkinkan, gunakan metode pembayaran utang otomatis atau debit otomatis untuk membayar utang tepat waktu dan menghindari penundaan dengan pemotongan gaji.
Hati-hati juga dengan iklan pinjaman online (pinjol) menarik yang sering muncul di beranda platform online, agar kita terhindar dari penawaran utang online.