0 0
Read Time:5 Minute, 30 Second

dianrakyat.co.id, JAKARTA – Di tengah maraknya perbincangan mengenai tata kelola media sosial di Indonesia, muncul perbincangan mengenai pembentukan Social Media Council (DMS). Diusulkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), DMS disebut-sebut sebagai solusi untuk meminimalisir dampak negatif penggunaan media sosial dan memantau kualitas tata kelolanya.

Namun perkataan Komite Media Sosial ibarat pedang bermata dua, menuai manfaat dan kerugian di masyarakat. Di satu sisi, banyak yang berharap DMS akan melindungi pembuat konten dan mengurangi maraknya perundungan di media sosial.

Di sisi lain, banyak yang khawatir bahwa DMS dapat menjadi alat penyensoran dan penindasan terhadap kebebasan berpendapat.

Wacana komposisi komite media sosial

DMS pertama kali diusulkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika oleh masyarakat dan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ali mengatakan pemerintah menyambut baik usulan pembentukan dewan media sosial. “Pemerintah sedang mempertimbangkan pembahasan ini dan terbuka untuk masukan lebih lanjut,” jelas Budi.

Jika dibentuk, DMS bertujuan untuk memastikan dan memantau kualitas tata kelola media sosial yang lebih bertanggung jawab di Indonesia.

Usulan pembentukan dewan media sosial pun menuai banyak pertanyaan dari semua pihak. Salah satunya apakah DMS akan membatasi kebebasan berpendapat di bidang media sosial.

Usman Kansong, Direktur Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo pun menjawab pertanyaan tersebut. Saat diwawancarai media TV, Usman mengatakan pembentukan komite media sosial ini masih berupa gagasan dan masih perlu dikaji.

“Itu ide, itu kata, jadi kita masih perlu melihat kebutuhan mendesaknya. Ada beberapa hal yang perlu dicermati,” kata Usman menyindir ucapan Dewan Media Sosial dalam wawancara tersebut.

Salah satu topik penelitiannya adalah apakah dewan media sosial diperlukan, terlepas dari rekomendasi komunitas dan UNESCO.

“Kalau terbentuk bagaimana posturnya?” Sikap DMS ini adalah berafiliasi dengan pemerintah atau lembaga independen.

Usman mengatakan, meski merupakan badan independen, namun susunan Dewan Media Sosial akan sama dengan Dewan Pers yang dibentuk berdasarkan kewenangan Undang-Undang Nomor 10. Nomor 40 Tahun 1999.

Dewan Media Sosial perlu dibentuk sesuai dengan “UU ITE”.

Masalahnya, RUU ITE baru melalui pengujian kedua, dan RUU ITE belum ada kewenangan untuk membentuk badan independen, jelas Usman.

Hal lain yang juga patut menjadi perhatian adalah terkait peran DMS sebagai sebuah institusi ke depan. Apakah ia bertindak sebagai pengontrol, membatasi aturan penyebaran, atau memiliki kemampuan untuk membatasi konten?

“Kalau (DMS) menjadi badan independen, apakah kita akan memberikan kewenangannya (untuk membatasi dan menetapkan batasan)?” jelas Usman.

Seperti yang kita ketahui bersama, pemerintah mempunyai kewenangan untuk memantau dunia digital dan memblokir aplikasi yang melanggar aturan.

Tak hanya itu, pemerintah juga dapat memberikan sanksi administratif seperti denda dan sanksi pidana.

Meski hanya sekedar pernyataan, namun banyak netizen yang mengungkapkan kekhawatirannya terhadap komite media sosial ini.

Keberadaan seperti ini disebut-sebut akan membatasi kebebasan berpendapat para pengguna internet di bidang media sosial.

Pengamat media sosial Enda Nasution mengatakan, pemerintah atau menteri belum punya konsep untuk membahas DMS.

Oleh karena itu, sulit melihat positif atau negatif dari terbentuknya Dewan Media Sosial, ujarnya saat dihubungi tim dianrakyat.co.id.

Namun, keberadaan komite media sosial dapat membatasi kebebasan berekspresi masyarakat secara online.

Enda berkata: “Pembentukan Dewan Media Sosial tidak terduga dan DMS akan membawa kita kembali ke era yang menindas ketika orang tidak dapat mengekspresikan pendapat mereka dengan bebas.”

Mengingat masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui secara detail cara kerja DMS ini, diharapkan dewan ini dapat menjadi forum yang transparan setelah terbentuk.

“Jika DMS terbentuk di masa depan, pertemuan ini diharapkan menjadi forum yang terbuka dan transparan dimana banyak pihak yang berkepentingan dapat bertemu di tempat yang difasilitasi oleh pemerintah,” kata Enda.

Dengan cara ini, anggota dewan dan pemilik platform media sosial dapat mengobrol bersama dan mendiskusikan poin-poin penting dan strategi jangka panjang mengenai kondisi dan isu media sosial.

Indonesia bukanlah negara pertama yang membentuk komite media sosial – jika memang ada. Komite serupa telah dibentuk di negara lain.

“Di luar negeri, ada dewan yang mirip dengan DMS, seperti Pasal 19 yang mengatur tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi,” kata Enda.

Menurutnya, komite tersebut mempunyai kekuatan dan data untuk mempengaruhi kebijakan pemilik platform.

Enda mengatakan, keberadaan Pasal 19 tidak terlepas dari beberapa media sosial yang kontennya moderat sehingga kebebasan berpendapat sampai batas tertentu terhambat.

Anggota Komite Pertama DPR RI Dave Laksono yang berasal dari Fraksi Kelompok Profesi mengaku mendengar usulan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi untuk membentuk DMS.

“Iya saya pernah dengar, tapi saya belum tahu apa itu konsep DMS. Saya hanya dengar sebagian saja,” kata Dave saat dihubungi dianrakyat.co.id, Selasa (4/6/2024). ).

Dave mengatakan, pihaknya akan segera meminta klarifikasi lebih lanjut kepada Kominfo terkait pembahasan pembentukan DMS.

Nanti kami di panitia akan meminta klarifikasi lebih lanjut agar kami memahami secara pasti dasar undang-undang tersebut, tanggung jawab dan fungsinya serta apa tujuannya, ujarnya.

Dave mengatakan, memang ada kekhawatiran DMS sebagai regulator yang membatasi pergerakan masyarakat, namun ia meminta masyarakat tidak terlalu banyak berasumsi.

“Jadi kami minta dulu Menkominfo menjelaskannya karena ini baru usulan/konsep,” tutupnya.

Sementara itu, Anggota Pansus DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin menjelaskan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam rencana pembentukan Dewan Media Sosial atau DMS.

Yang pertama adalah supremasi hukum. Dia mengatakan, belum jelas undang-undang mana yang akan dijadikan acuan pembentukan DMS.

“Dalam amandemen UU ITE, tidak ada mandat untuk membentuk komite media sosial,” kata Tubagus kepada dianrakyat.co.id, Selasa (4 April 2024).

Kedua, dari segi fungsi, kabarnya salah satu fungsi Dewan Media Sosial adalah mengontrol konten media sosial dan menangani sengketa media sosial.

Artinya, kewenangan komite ini akan sangat besar dan harus benar-benar menyepakati aturan mainnya agar tidak terjadi masalah di kemudian hari, seperti pelanggaran kebebasan berpendapat di media sosial, ujarnya.

Terakhir, mengenai urgensi pembentukan komite media sosial. Ia menilai kebutuhan mendesak terhadap lembaga semacam itu masih belum kuat.

Padahal, kata dia, Menkominfo kini perlu fokus pada implementasi UU Perlindungan Data Pribadi, khususnya pembentukan otoritas perlindungan data pribadi berdasarkan UU tersebut.

“Hal ini penting agar masyarakat segera mendapatkan jaminan tertentu atas perlindungan data pribadinya di dunia online,” tutupnya.

Lampiran: Memerangi misinformasi dan penipuan: DMS diharapkan membantu memerangi misinformasi dan penipuan yang meluas di media sosial dengan memberikan pedoman dan standar konten yang lebih jelas. Melindungi anak-anak: DMS dapat membantu melindungi anak-anak dari konten berbahaya di media sosial dan penindasan maya. Meningkatkan literasi digital: DMS dapat menjadi wadah peningkatan literasi digital masyarakat dalam penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Penyelesaian sengketa: DMS dapat membantu menyelesaikan perselisihan antar pengguna media sosial dengan lebih adil dan efisien.

Kekurangan: Masalah sensor: Banyak orang khawatir DMS bisa menjadi alat sensor dan membatasi kebebasan berpendapat. Struktur dan mekanisme yang tidak jelas: Struktur dan mekanisme kerja DMS masih belum jelas, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan kekuasaan. Ketidakefektifan: Beberapa orang percaya bahwa DMS tidak efektif dalam memerangi misinformasi dan penipuan karena DMS bersifat reaktif dan bukan preventif.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D