0 0
Read Time:4 Minute, 27 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta Gerakan Raja Maori, yang dikenal sebagai Kīngitanga dalam bahasa Maori, adalah salah satu peristiwa politik dan budaya terpenting dalam sejarah Selandia Baru. Gerakan ini muncul pada tahun 1850-an sebagai respons terhadap meningkatnya kolonialisme Inggris di antara suku Maori di Pulau Utara. Tujuan utama gerakan kerajaan Maori adalah untuk membangun peran yang setara dengan monarki Inggris dan juga mencoba menghentikan keterasingan lebih lanjut atas tanah Maori.

Meskipun ia tidak memiliki kekuasaan konstitusional atau yudikatif dalam pemerintahan Selandia Baru, raja Maori masih memegang posisi penting sebagai kepala beberapa iwi (suku) Maori. Pengaruh raja Maori tersebar luas di kalangan suku Maori, meskipun beberapa suku besar seperti Tuhoe, Ngati Porou dan Ngapuhi tidak mengikuti gerakan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan kerajaan Maori memiliki makna yang kompleks dalam konteks politik dan budaya Selandia Baru.

Raja Maori yang berkuasa saat ini adalah Nga Wai Hono i te Po, yang terpilih dan dinobatkan pada bulan September 2024. Ia adalah raja Maori kedelapan sejak jabatan tersebut dibentuk, melanjutkan dinasti yang sudah ada sejak Raja Potatau Te Wherowhero yang pertama. Kediaman resmi raja Maori adalah Rumah Turongo di Turangawaevae marae di Ngaruawahia. Kehadiran raja Maori menjadi simbol penting identitas dan perjuangan masyarakat Maori di zaman modern.

Selengkapnya berikut ini dianrakyat.co.id rangkum sejarah pergerakan Raja Maori dari masa ke masa, Jumat (6/9).

Gerakan Raja Māori muncul pada awal tahun 1850-an sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan dari para petani pemukim Eropa yang menginginkan akses terhadap lahan subur di Pulau Utara Selandia Baru. Jika suku Maori mengandalkan hutan yang luas untuk berburu dan mengumpulkan makanan, pemukim Eropa membakar hutan untuk memperluas lahan pertanian. Situasi ini menimbulkan ketegangan antara penduduk Maori lokal dan pemukim Eropa.

Pada tahun 1854 diadakan pertemuan besar di Manawapou di Taranaki Selatan, dihadiri oleh sekitar 2000 pemimpin Maori. Para pembicara pada pertemuan ini menyerukan penolakan terhadap penjualan tanah kepada pemukim Eropa. Ide pembentukan kerajaan Maori mulai berkembang dengan tujuan menyatukan berbagai suku Maori di bawah satu pemimpin.

Wiremu Tamihana, kepala suku Ngati Haua di Waikato Timur, mengusulkan kepada raja Maori untuk melantik Te Wherowhero, kepala suku lama Waikato. Setelah awalnya menolak, Te Wherowhero setuju untuk menerima takhta pada bulan September 1857 dan pada bulan Juni 1858 dinobatkan sebagai Ngaruawahia, kemudian Pōtatau Te Wherowhero.

Setelah Pōtatau Te Wherowhero naik takhta, gerakan kerajaan Māori mulai mengembangkan berbagai simbol dan institusi negara. Mereka mempunyai bendera sendiri, dewan negara, sistem hukum, hakim, polisi, surveyor dan bahkan surat kabar bernama Te Hokioi. Semua ini memberi kesan bahwa gerakan kerajaan Maori adalah pemerintahan alternatif.

Namun peristiwa tersebut dipandang dengan kecurigaan oleh pemerintah kolonial Inggris. 

Gubernur Thomas Gore Brown menyatakan kekhawatirannya bahwa tindakan tersebut akan berakhir dengan konflik rasial. Namun pengakuan raja baru tersebut tidak serta merta diterima oleh seluruh suku Maori. Beberapa suku di Auckland Utara dan Waikato Selatan kurang dikenal.

Ketegangan antara gerakan Raja Maori dan pemerintah kolonial memuncak pada tahun 1863 ketika Gubernur George Gray mengeluarkan ultimatum kepada semua suku Maori yang tinggal antara Auckland dan Waikato untuk berjanji setia kepada Ratu Victoria atau akan diusir dari selatan Sungai Waikato. Invasi ke wilayah Waikato terjadi tiga hari kemudian, menandai dimulainya Perang Selandia Baru.

Setelah kematian Potatau Te Wherowhero pada tahun 1860, putranya Matutaera Tāwhiao menggantikan raja Maori. Sejak saat itu, kedudukan raja Maori diturunkan dari generasi ke generasi. Beberapa tokoh penting dalam sejarah monarki Maori antara lain: Mahuta Tawhiao (1894-1912): Dikenal karena usahanya di bidang politik dan menuntut kompensasi atas penyitaan tanah. Te Rata Mahuta (1912-1933): Memimpin delegasi ke Inggris untuk mengajukan petisi kepada Raja George W. Koroki Mahuta (1933-1966): Dipanggil untuk membebaskan tanah Raja dari roh. Te Atairangikaahu (1966-2006): Ratu Maori pertama yang memerintah selama 40 tahun. Tūheitia (2006-2024): Menetapkan sistem bounty Maori dan memperkuat hubungan dengan monarki Inggris. Ngā Wai Hono i te Pō (2024 hingga sekarang): Ratu Maori kedua yang baru dinobatkan.

Meski tidak memiliki kewenangan konstitusional dalam pemerintahan Selandia Baru, gerakan kerajaan Maori memiliki pengaruh yang cukup besar dalam masyarakat Maori. Beberapa aspek penting dari gerakan ini di zaman modern antara lain: Pelestarian Budaya: Gerakan Raja Maori memainkan peran penting dalam pelestarian tradisi dan budaya Maori. Perlindungan hak-hak Maori: Monarki Maori sering kali menjadi suara yang kuat dalam perjuangan hak-hak masyarakat Maori. Diplomasi: Raja Maori sering kali memiliki hubungan diplomatik, termasuk dengan monarki Inggris. Sistem penghargaan: Penciptaan sistem penghargaan Raja Maori Tuheitia merupakan upaya untuk mengakui pencapaian dalam konteks budaya Maori.

Namun, gerakan tersebut menghadapi sejumlah tantangan, antara lain: Legitimasi: Beberapa suku Maori tidak mengakui otoritas raja Maori. Peran dalam politik kontemporer: Menentukan peran raja Maori dalam konteks politik kontemporer Selandia Baru masih merupakan sebuah tantangan. Kesinambungan Tradisi: Menjaga Relevansi Tradisi Raja Maori dalam Menghadapi Pesatnya Perubahan Sosial dan Budaya.

Gerakan Raja Maori merupakan fenomena unik yang mencerminkan kompleksitas hubungan antara masyarakat Maori dan pemerintah Selandia Baru. Meskipun kurangnya kekuasaan formal dalam struktur pemerintahan, raja Maori tetap menjadi simbol penting identitas dan perjuangan Maori. Adanya gerakan ini menjadi pengingat akan pentingnya memahami dan menghormati keragaman budaya dan sejarah dalam konteks negara modern.

Seiring Selandia Baru terus berkembang sebagai negara multikultural, peran dan pentingnya gerakan Raja Maori akan terus berkembang. Tantangan ke depan mencakup bagaimana gerakan ini tetap relevan dan beradaptasi dengan perubahan realitas sosial dan politik. Terlepas dari tantangan-tantangan ini, gerakan kerajaan Maori merupakan bagian integral dari lanskap budaya dan politik Selandia Baru, yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan masa depan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D