dianrakyat.co.id, Jakarta – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Seluruh Indonesia (Gikondo) mendukung seruan Menteri Perindustrian (Maniprin) Agus Gumiwang Kartasasmita untuk memberikan insentif bagi mobil hybrid, meski harganya tidak setinggi insentif mobil listrik murni (Kendaraan Listrik Baterai / BEV).
“Kami sepakat mobil hybrid juga harus mendapat insentif meski tidak sebesar mobil full listrik,” kata Ketua Gikondo I Jongkie D. Sugiarto dikutip Antara, Kamis (14/9/2023).
Jongki menilai mobil hybrid layak mendapat insentif karena efisiensi bahan bakarnya jauh lebih baik dibandingkan mobil konvensional. Kombinasi mesin pembakaran internal (ICE) dan motor listrik memungkinkan mobil hybrid mengurangi konsumsi bahan bakar secara signifikan, yang tidak hanya menghemat biaya konsumen, namun juga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Efisiensi, lanjutnya, juga membantu mengurangi emisi, menjadikan mobil hybrid menjadi pilihan yang lebih ramah lingkungan dan membantu pemerintah mencapai tujuan nol emisi pada tahun 2030. Jarang mulai, bisa langsung bekerja,” kata Jungkook.
Selain itu, mobil hybrid memiliki beberapa keunggulan dibandingkan mobil full listrik: Kemampuan beroperasi tanpa infrastruktur pengisian daya: Mobil hybrid tidak memerlukan pengisian daya eksternal karena baterai terisi secara otomatis saat mobil sedang melaju. mobil Masyarakat luas, terutama di wilayah yang masih belum memiliki infrastruktur pengisian daya yang memadai. Biaya produksi lebih rendah: Mobil hybrid lebih terjangkau masyarakat dibandingkan mobil listrik sepenuhnya.
Mobil hybrid juga tidak memerlukan infrastruktur stasiun pengisian alias Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), biaya produksinya tidak semahal mobil listrik sehingga terjangkau masyarakat luas, tambah Jongke.
Meski perhatian terhadap mobil ramah lingkungan terus meningkat, khususnya mobil hybrid yang semakin diminati pasar berkat performa dan kepraktisannya, namun hingga saat ini insentif terhadap mobil hybrid belum diberikan dengan ide yang berbeda.
Sebelumnya, pada awal Agustus lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Irlanga Hararto memastikan pada tahun ini tidak ada tambahan kebijakan baru di sektor otomotif. Artinya, pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan untuk mendorong kendaraan hybrid di Indonesia.
Saat ini mobil hybrid dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 6-12 persen. Berbeda dengan BEV yang menikmati berbagai fasilitas mulai dari PPnBM 0 persen hingga PPN (DTP) yang disediakan pemerintah. Fasilitas PPN DTP khusus diberikan untuk mobil listrik dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen. Besaran PPN DTP sebesar 10%.
Dengan fasilitas ini, maka PPN yang dikenakan atas penyerahan mobil listrik dengan TKDN minimal 40% adalah sebesar 1%. Fasilitas PPN DTP diberikan untuk masa pajak Januari-Desember 2024.