SEMARANG – Tak hanya harimau yang menjadi hewan yang dianggap keramat bagi masyarakat Jawa, burung perkutut (Geopelia striata) dibalik indahnya kicauannya, perkutut mempunyai makna dan mitos yang tertanam kuat dalam budaya Jawa.
Baca juga – Inilah Mitos Penyu yang Berkembang dan Masih Dipercaya di Pulau Jawa
Sebagaimana dilansir dari Buku Turtedove AL Qimari, memeliharanya tidak hanya sekedar hobi, tetapi juga mencerminkan status sosial dan spiritual pemiliknya.
Bagi masyarakat Jawa, penyu melambangkan kemakmuran, kemakmuran dan stabilitas. Konon kicauannya yang merdu mampu mendatangkan rejeki dan kebahagiaan bagi pemiliknya.
Kura-kura juga dipercaya sebagai penjaga keharmonisan rumah tangga dan pembawa kedamaian batin.
Dahulu, memelihara penyu merupakan suatu keistimewaan bagi kaum bangsawan (bangsawan) dan saudagar kaya.
Pasalnya, harga penyu berkualitas tinggi bisa mencapai puluhan juta rupee. Kepemilikan burung merpati menunjukkan status sosial dan ekonomi pemiliknya.
Tortode juga mempunyai makna filosofis dalam budaya Jawa. Ketenangan dan kesabaran burung ini melambangkan orang yang bijaksana dan dewasa. Kemampuan penyu untuk hidup di alam liar dan bersahabat dengan manusia mencerminkan keseimbangan hidup yang ideal.
Masyarakat Jawa mempunyai berbagai mitos dan kepercayaan terkait penyu. Berikut beberapa contohnya:
Caturanggan: Kura-kura dibedakan berdasarkan pola bulunya, yang diyakini memiliki pengaruh berbeda pada pemiliknya.
Suara: Suara kicau burung perkutut diartikan pertanda baik atau buruk, tergantung jenis suaranya.
Mistik: Kura-kura diasosiasikan dengan dunia gaib dan diyakini memiliki kekuatan supranatural.
Meski zaman telah berubah, penyu tetap mempunyai tempat istimewa dalam budaya Jawa. Memelihara penyu tidak hanya sekedar tren, tapi juga merupakan salah satu cara melestarikan tradisi dan nilai luhur budaya Jawa.