0 0
Read Time:3 Minute, 5 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Dalam dunia pendidikan kedokteran, terdapat praktik pembelajaran yang melibatkan pembedahan atau pembedahan tubuh dan mempelajari anatominya.

Kadaver sebagai media penelitian ilmiah dianggap sangat penting dalam pendidikan kedokteran modern. Lalu bagaimana pandangan Islam mengenai penggunaan mayat di masa depan dalam praktik pembelajaran dokter? 

Menurut guru Pondok Pesantren Syaichona, Moh. Cholil Bangkalan, Jawa Timur, Ustaz Bushiri, dalam Islam tubuh manusia sangat dihormati dan dijaga harkat dan martabatnya. Baik saat hidup maupun mati. Jenazah orang yang meninggal tidak boleh dimutilasi atau dimutilasi dengan cara apapun.  

Dalam hadits riwayat Sayyidah Aisyah ra, Rasulullah Saw bersabda:  

كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا 

Artinya:

“Mematahkan tulang-tulang orang mati sama saja dengan mematahkan tulang-tulang orang yang masih hidup.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).  

Merujuk pada pendapat As-Shan’ani, hadis di atas mengisyaratkan adanya larangan melukai tubuh dalam bentuk apapun, baik dipukul, dilukai, dan sejenisnya. Tubuh yang terluka akan merasakan sakit yang sama seperti saat masih hidup. (As-Shan’ani, At-Tanwir Syarh Jami’is Shaghir, [Riyadh, Maktabah Darussalam: 2011], juz VIII, halaman 146).  

Pemanfaatan jenazah untuk kepentingan ilmu pengetahuan telah dibahas dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Makassar pada 27 Maret 2010. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa hukum mutilasi jenazah setelah diawetkan ​dalam jangka waktu yang lama untuk keperluan penyidikan diperbolehkan dalam keadaan mendesak atau diperlukan,” jelas Bushiri, dikutip NU Online, Sabtu. (31/8/2024).  

Keputusan ini merujuk pada pendapat ulama kontemporer Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqhul Islami.

Menurut Syekh Wahbah, diperbolehkan secara hukum membedah jenazah untuk keperluan pemeriksaan kesehatan selama diperlukan dan tidak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.  

Informasi tambahan: Anda tidak perlu khawatir tentang hal ini, لا يظلم المبريئ, للا يفلت مب 

Artinya:

“Berdasarkan pendapat ini (Syafi’iyah dan Malikiyah), yang membolehkan (memotong jenazah karena kesurupan burung layang-layang), diperbolehkan melakukan otopsi (operasi) terhadap jenazah dalam keadaan mendesak atau perlu, dalam rangka pendidikan kedokteran. , untuk menentukan penyebab kematian, untuk menentukan hukuman pidana atas dugaan pembunuhan, dan sejenisnya, ketika otopsi (pekerjaan) adalah satu-satunya cara untuk menemukan kasus pidana berdasarkan dalil-dalil untuk menegakkan kewajiban keadilan, agar seseorang tidak berbuat salah berdasarkan (hanya) anggapan saja, dan seorang penjahat tidak dapat lepas dari hukuman yang setimpal,” (Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Damaskus, Darul Fikr: 2015], juz III, halaman 521).  

Dalam hal ini ada dua keunggulan dan keduanya harus dipertahankan. Itu antara tujuan menjaga harkat dan martabat tubuh dengan kepentingan ilmu kedokteran yang memang sangat diperlukan.

Pendidikan ilmu kedokteran dipandang lebih bermanfaat karena mencakup kepentingan masyarakat terkait pemeliharaan kesehatan, pengobatan, dan pencegahan penyakit.  

Dalam kaidah fiqih dijelaskan bahwa jika ada dua ibadah yang saling bertentangan, maka utamakanlah ibadah yang lebih kuat. 

 Tuhan akan melakukannya  

Artinya:

“Jika dua golongan saling berperang dan sulit mengumpulkannya, jika salah satu dari mereka diketahui lebih baik, maka yang lebih baik akan diprioritaskan,” (Lihat Izzuddin bin Abdissalam, Qaaidul Ahkam, [Beirut, Darul Polar Ilmiyah : 1991], juz I, halaman 44).  

Keputusan Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah PWNU Jawa Timur di UIN Malang tahun 2016 menyebutkan jenazah yang boleh dibedah untuk keperluan medis adalah jenazah ghoiru muhtaram (tidak jujur) seperti kafir harbi, murtad dan kafir zindiq.

Pada saat yang sama, kelompok Muslim tidak diperbolehkan. Penentuan kriteria jenazah yang dapat dijadikan tempat pemakaman mengacu pada keterangan dalam kitab Fiqhul Nawazil berikut ini: 

 ‎ واي اتعم واي , جثته  

Artinya:

“Pernyataan ketiga menjelaskan hal ini bahwa dibolehkan memotong-motong jenazah orang kafir untuk tujuan pendidikan. “Adapun kelompok Islam, tubuhnya tidak dapat dipisahkan.” ], juz II halaman 54).

Meski diperbolehkan undang-undang, namun pemanfaatan jenazah sebagai jenazah untuk keperluan pengobatan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah dengan tetap menjaga harkat dan martabat jenazah. Membedah jenazah seperlunya tidak berlebihan, dan merawat jenazah dengan baik setelah proses pembedahan selesai.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D