dianrakyat.co.id, Jakarta – Bank Indonesia (BI) memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) masih berada di angka 2,5 persen plus minus 1% pada April 2024.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Finlandia, inflasi harga konsumen tercatat sebesar 0,25% (mtm) pada April 2024, sehingga secara year-on-year sebesar 3,00% (yoy).
Fadjar Majardi, Kepala Departemen Penerangan Bank Indonesia, mengatakan stabilnya inflasi disebabkan oleh stabilnya kebijakan moneter. Selain itu, pengendalian inflasi juga erat kaitannya antara Bank Indonesia dan pemerintah (pemerintah pusat dan daerah) pada kelompok pengendali harga pusat dan daerah (TPIP dan TPID) dengan memperkuat Organisasi Pengendalian Harga Pangan Nasional (GNPIP) di berbagai negara. . tempat.
“Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi akan tetap terkendali sebesar 2,5 persen atau turun sebesar satu persen pada tahun 2024,” kata Fadjar dalam situs Bank Indonesia, Jumat (5/3/2024).
Selain itu, kata Fadjar, inflasi inti juga tidak mengalami perubahan. Pada April 2024, inflasi inti sebesar 0,29% (mtm), lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,23% (mtm), mencerminkan pertumbuhan permintaan musiman pada Hari Raya Nasional Idulfitri ( HBKN). kenaikan harga bahan baku di pasar dunia, khususnya emas.
“Realisasi inflasi sebagian besar didorong oleh kenaikan harga emas, perhiasan, minyak goreng, dan gula,” ujarnya.
Secara tahunan, inflasi inti pada April 2024 sebesar 1,82% (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,77% (yoy).
Sementara kelompok pangan non berkelanjutan pada April 2024 mengalami deflasi sebesar 0,31% (mtm), dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 2,16% (mtm).
Deflasi kelompok pangan tidak lestari terutama dipengaruhi oleh cabai merah, beras, telur segar, dan cabai rawit. Anjloknya harga pangan banyak dipengaruhi oleh musim panen saat ini, khususnya berbagai produk cabai dan beras.
“Penurunan inflasi diimbangi oleh kenaikan harga bawang merah, tomat, dan bawang putih,” ujarnya.
Secara year-on-year, pertumbuhan kelompok pangan non berkelanjutan sebesar 9,63% (yoy), sedangkan inflasi bulan lalu sebesar 10,33% (yoy).
Lanjutnya, kata dia, harga pangan diperkirakan akan kembali turun seiring dengan berlanjutnya musim panen, didukung sinergi pengelolaan TPIP dan TPID inflasi dan GNPIP lintas daerah, untuk mendukung upaya stabilisasi harga pangan.
Inflasi kelompok harga yang dikendalikan sistem sebesar 0,62% (mtm) pada April 2024, meningkat 0,08% (mtm) dari bulan sebelumnya.
“Perkembangan ini terutama didorong oleh penurunan harga angkutan udara, angkutan antar kota dan mesin kretek rokok (SKM), serta peningkatan lalu lintas pada masa libur Idul Fitri dan terus menaikkan pajak hasil tembakau.” katanya.
Harga kelompok harga manajemen sebesar 1,54% (yoy) per tahun, lebih tinggi 1,39% dibandingkan bulan sebelumnya (yoy).
Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I dan II tahun 2024 dibandingkan triwulan terakhir tahun 2023. Hal ini disebabkan masih kuatnya permintaan konsumsi rumah tangga dalam negeri pada periode Ramadan dan Idul Fitri 1445H.
Juli Budi Winanya, Kepala Departemen Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI), mengatakan karena investasi lebih tinggi dari permintaan, hal ini didukung oleh kelanjutan Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Kita berharap bisa terpacu oleh permintaan dalam negeri. Konsumsi masih kuat, meski secara historis rendah, tapi mulai membaik,” kata Juli tentang perkembangan perekonomian terkini dan pembahasan BI tentang Respon Bauran Kebijakan di Kabupaten Samosir Utara. Sumatera, Minggu (28 April 2024).
Sementara itu, pada tahun 2024, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tanah Air akan meningkat antara 4,7 hingga 5,5 persen. Juli mengatakan meski terjadi ketidakstabilan global dan politik, perekonomian Indonesia masih kuat.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan atau BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%.
Selain itu, ketidakstabilan pasar dunia akibat meningkatnya ketegangan politik di Timur Tengah menyebabkan banyak investor di seluruh dunia mengalihkan portofolionya ke aset-aset yang aman, terutama dolar AS dan emas.
“Ini menghasilkan banyak uang dan melemahkan nilai tukar negara berkembang,” tutupnya.