0 0
Read Time:3 Minute, 6 Second

dianrakyat.co.id, Ekonom Fahmi Wibawa dari Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) asal Jakarta mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian yang menerbitkan aturan terbaru impor barang elektronik dalam Peraturan Kementerian Perindustrian No. . 6 Tahun 2024 tentang tata cara pemberian pertimbangan teknis impor produk elektronik.

Kebijakan perlindungan pengembangan industri dalam negeri ini merupakan wujud kepercayaan negara terhadap industri dalam negeri yang terus tumbuh dan tidak menunjukkan tanda-tanda deindustrialisasi dini.

Fami menjelaskan, jika produsen dalam negeri memanfaatkan aturan tersebut dengan baik, maka terbuka peluang produk elektronik dalam negeri menjadi raja di negaranya.

“Jika importir elektronik merek asing menunda menyikapi peraturan tersebut, seperti tidak membuka pabrik di Indonesia, maka produknya akan menjadi lebih mahal. Jika industri dalam negeri memanfaatkan peluang ini, produk lokal akan menjadi ‘raja’ di negaranya,” Fahmi kata., dikutip Antara, Sabtu (27 April 2024).

Industri lokal harus memanfaatkan peluang ini secara optimal. Apalagi nilai ekonomi dari sektor ini cukup besar. Merujuk statistik, sektor industri produk komputer, elektronik, dan optik sendiri memiliki nilai produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp68.051,3 miliar.

“Keputusan no. 6 Menteri Perindustrian RI Tahun 2024 sempat membatasi impor produk elektronik. Namun jika ditilik lebih dalam, tujuannya adalah untuk memberi ruang lebih luas bagi pelaku industri dalam negeri karena produk-produk industri hilir seperti AC, mesin cuci, dan kulkas yang sudah lama diproduksi di dalam negeri berkualitas tinggi. Sudah memantapkan dirinya di hati konsumen dalam negeri,” jelas Fahmi.

 

 

Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung sektor industri nasional Indonesia yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,80% pada tahun ini (2024), melebihi laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02%.

“Indonesia saat ini sedang melakukan akselerasi hilirisasi yang sejalan dengan upaya pengendalian impor sehingga lebih banyak tercipta nilai tambah barang dalam negeri di sektor industri dalam negeri dibandingkan di luar negeri,” jelas Fahmi.

Fahmi menegaskan, industri dalam negeri harus menyiapkan produk dalam negeri yang mampu dibandingkan dengan produk impor sebagai substitusi impor. Jika demikian, para pejabat industri dalam negeri mengatakan mereka harus memiliki pemasaran yang menarik dan kualitas tinggi agar bisa bersaing dengan produk impor.

 

Fahmi mengamini aturan tersebut akan berdampak buruk pada sisi pasokan elektronik hingga berdampak pada harga. Namun Fahmi yakin pemasok elektronik akan terus mencari cara untuk mempertahankan penjualan.

“Tindakan yang paling mungkin dilakukan pemasok adalah berpikir dua kali untuk menurunkan harga jualnya dan akhirnya memutuskan untuk membuka pabrik di Indonesia,” kata Fahmi. “Hal ini tentu akan menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong penurunan harga jual dengan terus mendirikan pabrik baru. yang akan meningkatkan volume penjualan, yang akan mempengaruhi PDB dan pendapatan,” jelasnya.

Letak Indonesia yang berada di salah satu pasar elektronik terbesar di dunia akan membuat pemasok elektronik tertarik serius untuk memproduksi produknya di dalam negeri. Pada akhirnya, pemasok elektronik akan mencari cara berbeda untuk mempertahankan penjualan tanpa meninggalkan tempat terbaik untuk menjual produknya, salah satunya adalah tempat lokal.

“Regulasi yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai pembatasan, sebenarnya merupakan insentif untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Daya saing yang tinggi akan membantu sektor industri dalam negeri untuk berkembang dengan baik. “Selama daya beli masyarakat Indonesia masih kuat, maka investor akan tertarik pada sektor industri,” kata Fahmi.

 

Hal senada diungkapkan Edy Purwo Saputro, Ekonom Universitas Muhammadiyah Surakarta. Edy menilai aturan pembatasan impor elektronik bertujuan untuk menjamin produksi dalam negeri.

“Konsekuensi seberapa besar kebijakan tersebut melindungi industri dalam negeri harus dikaji dengan mempertimbangkan baik nilai tambah produk maupun nilai tambah komponen bahan baku yang digunakan dalam produksinya,” jelasnya.

Pesan Edy kepada pemerintah, regulasi impor harus dibarengi dengan regulasi sektor ketenagakerjaan agar pelaku industri manufaktur elektronik bisa lebih mudah berbisnis.

“Pertimbangan untuk memastikan penyerapan staf juga harus diperhitungkan. “Hal ini tentu berkaitan dengan daya tarik investasi tersebut, karena untuk mewujudkan investasi yang tepat diperlukan investasi yang tidak hanya padat modal tetapi juga padat karya,” kata Edy.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D