dianrakyat.co.id, Jakarta – Perdebatan klaim warisan budaya di negara-negara Asia Tenggara sepertinya tak mau lepas dari sorotan publik. Baru-baru ini, pengguna internet di daerah ini memperdebatkan asal usul cendol.
“Fakta-fakta ini dan banyak fakta lainnya menunjukkan bahwa negara-negara Asia Tenggara saling terhubung dan memiliki banyak kesamaan budaya dan adat istiadat. Ini bukan milik eksklusif satu negara,” tulis salah satu pemilik akun X, yang sebelumnya bernama Twitter. dari Malaysia, sedangkan di dalamnya terdapat foto berbagai versi cendol dari negara-negara Asia Tenggara.
Namanya pun berbeda-beda, mulai dari cendol, chendol, nom lort, lot chong hingga mont let saung, namun grafisnya kurang lebih mirip. Hal tersebut disadari oleh netizen Tanah Air dan mengaku tak memungkiri adanya berbagai versi cendol.
“Tapi kalau bicara asal usulnya berbeda. Cendol berasal dari Indonesia, kemudian menyebar dan beradaptasi di beberapa negara di Asia Tenggara,” kata salah satu dari mereka. Tak sedikit yang memperkuat argumentasinya dengan menyertakan link film dokumenter CNA tentang asal usul cendol.
Menurut outlet tersebut, cendol pertama kali disebutkan pada Selasa, 8 Oktober 2024, dalam naskah Kresnayana yang berasal dari Kerajaan Kediri di Jawa abad ke-12. “Nama Jawa untuk cendol adalah dawet,” rangkum SEA Mashable.
Dawet disajikan sebagai minuman, bukan sebagai es serut. Di dalamnya ada jeli nasi hijau khasnya. Menurut tradisi Jawa, minuman ini berperan penting dalam pernikahan melalui upacara Dodol Dawet.
Tradisi ini berlangsung sehari sebelum pernikahan, saat orang tua mempelai wanita menjual dawet kepada tamu dan kerabat. Para tamu kemudian membayar orang tua kedua mempelai dengan koin terakota yang melambangkan pendapatan keluarga.
Kepercayaan yang berkembang di masyarakat adalah semakin banyak dawet yang terjual maka semakin banyak pula tamu yang hadir dalam pesta pernikahan tersebut. Sedangkan kata cendol pertama kali disebutkan pada tahun 1932 dalam Malay Concordance Project yang berisi daftar produk makanan di Kuala Lumpur saat itu.
Karena ikatan Malaysia dengan Indonesia dalam hal budaya, sejarah, dan bahkan warisan, terdapat kepercayaan populer bahwa kata cendol berasal dari kata Indonesia jendol yang berarti ‘menonjol’ atau ‘menonjol’. Jendol mengacu langsung pada jeli hijau yang biasanya mengembang jika terkena cairan.
Kolonialisme Inggris konon membuat cendol di Malaysia disertai es serut. Mereka tiba di kota pelabuhan Malaysia yang dipenuhi es setelah ditemukannya teknologi kapal berpendingin. Ada kapal kargo berpendingin sejak pertengahan abad ke-19.
Oleh karena itu, para sejarawan percaya bahwa orang-orang yang tinggal di kota-kota pelabuhan Malaysia seperti Melaka dan Penang pada saat itu memiliki akses terhadap es. Bahan ini kemudian digunakan untuk bereksperimen dengan makanan penutup mereka.
Es krim cendol dengan berbagai adaptasi dan nama yang berbeda-beda kini digunakan oleh 10 negara di Asia Tenggara. Termasuk di Vietnam, Kamboja, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei bahkan sampai ke Timor Timur.
“Tidak ada cara khusus untuk menikmati Cendol. Anda bisa memilih meminumnya di gelas dengan sedotan atau memakannya di mangkuk. Terserah Anda,” tulis postingan tersebut.
Ini bukan pertama kalinya cendol diperebutkan oleh negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2018, CNN menerbitkan daftar 50 makanan penutup terbaik di dunia. Cendol ada dalam daftarnya, namun Singapura konon sebagai negara asal manisan ini.
Tak heran, daftar ini memicu perdebatan di kalangan netizen Malaysia, Indonesia, dan Singapura. CNN menjelaskan es cendol terdiri dari santan yang disajikan dengan sirup gula aren dan agar-agar hijau rasa pandan, terbuat dari tepung ketan.
Meski disebut-sebut berasal dari Singapura, CNN menambahkan bahwa cendol juga bisa ditemukan di negara Asia Tenggara lainnya. Pilihan sadar dibuat untuk cendol versi Singapura, yang telah ditambahkan isian kacang merah.
Namun menurut warga Malaysia, cendol juga menggunakan kacang merah di negaranya. Perdebatan ini semakin memanas ketika banyak netizen Indonesia yang mengklaim bahwa cendol merupakan masakan tradisional asli nusantara.
Lima tahun kemudian, asal muasal cendol masih hangat diperdebatkan. Hal ini mendorong Ming Tang menelusuri asal usul cendol hingga tiga negara melalui program Food Fight di CNA Insider Singapore. Pertama, Ming pergi ke Malaysia dan tepatnya ke kota Melaka yang terkenal dengan cendolnya.
Cendol di sini menggunakan gula palem yang disebut gula Melaka. Di sana Ming mencoba cendol bersama Ibu Kiow Cendol yang sudah menjadi ikon Melaka dan bertahan selama dua generasi. Ia pun bertemu dengan pakar kuliner Ivan Brehm yang menjelaskan bahwa cendol sebenarnya terinspirasi dari masakan khas Persia bernama Faloodeh yang diciptakan antara abad ke-18 hingga ke-19.
Belakangan, cendol diperkenalkan ke India dan diberi nama Falooda. Pada tahun 1900-an, Falooda dibawa ke Malaysia dan dikembangkan menjadi cendol. Ivan yakin cendol berasal dari India.
Namun, Ming tidak berhenti sampai disitu. Ia terbang ke Indonesia, tepatnya Jakarta, untuk bertemu dengan chef senior pakar kuliner William Wongso. Chef William menjelaskan bahwa cendol memiliki “saudara kembar” di Indonesia bernama dawet. Dawet bisa dikatakan sebagai pendahulu cendol di Indonesia karena sudah ada sejak 300-400 tahun yang lalu.
Perjalanan Ming mencari asal muasal cendol berakhir di Singapura. Berhenti untuk mencoba cendol di toko Cendol Geylang Serai, yang konon merupakan toko tertua di Singapura.
Saat ditanya apakah cendol tersebut berasal dari Singapura, pemilik toko Rezal Ahmad Yunos ragu. Menurutnya, cendol sebenarnya berasal dari Pulau Jawa di Indonesia.