dianrakyat.co.id, JAKARTA — Banyak orang tua yang menganggap gawai adalah solusi cepat untuk menenangkan anak. Namun di balik kemudahan dan kepraktisan tersebut, diyakini dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak.
Konselor Sekolah Cikal Surabaya Tania Nurmalita, S.T., M.Si., menyoroti tren yang meresahkan dalam penitipan anak modern. Ia menjelaskan dampak negatif yang akan terjadi jika orang tua mengenalkan anak pada gawai sejak usia dini. Berikut daftarnya dalam siaran pers yang diterima dianrakyat.co.id, Rabu (20 November 2024):
1. Mempengaruhi perkembangan kognitif anak
Tania menjelaskan, penggunaan gawai yang berlebihan dan kurangnya keterlibatan aktivitas motorik anak dapat menurunkan kemampuan kognitif anak. “Kemampuan anak dalam mengolah kosa kata, mengolah informasi, dan kemampuan anak dalam mengelola stimulus yang diterimanya akan menurun. “Perangkat pada umumnya hanya memberikan paparan audio visual, sehingga motorik anak tidak akan terlatih jika terlalu sering menggunakan perangkat,” kata Tania.
2. Menyebabkan keterlambatan bicara pada anak
Menurut Tania, dampak buruk paparan gawai yang berlebihan terhadap anak adalah keterlambatan bicara atau Speech Delay. Keterlambatan bicara dalam hal ini akan mempengaruhi potensi komunikasi anak dalam kehidupan sehari-hari.
“Perangkat dapat membingungkan anak dalam berbicara, yang pada akhirnya menyebabkan keterlambatan bicara karena terdapat perbedaan antara bahasa yang digunakan ibu sehari-hari dengan bahasa yang didengar anak dari perangkat tersebut. diam lalu menggunakan isyarat untuk menunjukkan apa yang mereka inginkan,” kata Tania.
3. Membuat anak kurang berempati
Penggunaan gawai secara berlebihan diduga akan mengurangi interaksi anak dengan dunia luar, sehingga menurunkan kemampuannya dalam memahami dan merespons emosi orang lain. Tania mengatakan, saat bermain gawai, anak jarang berinteraksi dengan orang di dunia nyata.
Mereka, katanya, mengkonfirmasi emosi berdasarkan sudut pandangnya. “Kondisi ini membuat anak sulit berempati dengan keadaan orang lain. Jadi kalau dinasihati, ‘sakitkah kalau dipukul?’ Jika orang lain memukulmu, bagaimana perasaanmu?” “Anak-anak yang kurang empati biasanya menjawab, ‘Iya, aku tidak keberatan dipukul.’ Kondisi ini membuat anak sulit memposisikan dirinya di lingkungan sosial,” kata Tania.
4. Beberapa anak menyukai hal-hal yang instan
Kebiasaan instan yang diberikan oleh perangkat, seperti menyetel ulang game setelah diputar ulang atau mempercepat video, membuat anak sulit memahami konsekuensi tindakannya dan cenderung kurang sabar dan kurang menghargai prosesnya. “Saat menggunakan gawai, banyak hal instan yang tersedia. Hal ini akan menyulitkan anak untuk memahami akibat dari tindakannya, karena mereka menganggap tidak akan terjadi apa-apa jika melakukan reset. Padahal, di dunia nyata, apapun yang kita lakukan bisa membuat orang lain terkesan dan terpengaruh, ujarnya.