0 0
Read Time:2 Minute, 4 Second

dianrakyat.co.id – Kongres Perempuan Indonesia (Kwani) sedang melakukan kajian untuk mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya ketentuan pembagian harta bersama yang dianggap merugikan perempuan

“Struktur hukum terkait pembagian harta bersama di Indonesia merupakan bentuk integrasi antara hukum adat, hukum pidana, dan hukum Islam,” kata Dr. Ir Giwo Rubianto Wiyogo MPd, pada webinar “Peninjauan Kembali”. Peraturan Pembagian Harta Bersama dalam UU Jakarta Nomor 1 Tahun 1974, Rabu 27 Maret 2024.

“Aturan ini menyatakan bahwa jika terjadi perceraian, separuh harta benda dibagi antara kedua pasangan. Harta istri akan diselesaikan menurut pendapatan dan dibagi menjadi dua bagian,” tambahnya.

Namun terdapat penyimpangan dalam praktiknya dan aturan yang ada belum mampu memberikan keadilan terhadap rasa keadilan. Misalnya saja, banyak perempuan yang melaporkan bahwa mereka tidak menerima tunjangan selama menikah dan bisa membeli berbagai aset dengan penghasilan mereka.

Ketika suami meninggal dunia timbul permasalahan, terkadang pihak keluarga suami menginginkan separuh hartanya dengan alasan bahwa itu adalah haknya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

“Sebagai perempuan yang bekerja, ia mempunyai beban ganda, dua kali bekerja di bidang administrasi keluarga. Sebaliknya, suami tidak mengurus apa yang menjadi tanggung jawabnya. Lebih lanjut ia menjelaskan: “Keadilan itu masuk akal, dan undang-undang yang ada tidak lagi mendukungnya.”

Melalui webinar ini, ia ingin mengedukasi masyarakat tentang hukum perkawinan dan membantu perempuan yang mungkin mengalami kendala dalam membagi harta bersama. Kowani bekerja sama dengan PERHAKHI serta YLBH dan MK Kowani untuk mendidik perempuan dan pemuda tentang hukum.

DPP Direktur Jenderal Persatuan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia (PERHAKHI), Prof. Eliza Sharif SH MH Adv mengatakan, berdasarkan pengalamannya mendampingi perempuan dalam kasus perkawinan, seringkali perempuan dikecualikan dari ketentuan tersebut.

“Perempuan selalu berada dalam situasi yang menyedihkan karena hukum tidak mendukung mereka,” kata Eliza.

Elsa mengatakan, UU Nomor 1 Tahun 1974 sudah tidak relevan lagi dengan keadaan saat ini karena masih banyak perempuan yang belum bekerja ke luar negeri pada saat peraturan tersebut dikeluarkan.  Saat itu, perempuan berperan sebagai manajer di rumah dan suami berperan sebagai pencari nafkah utama.

Namun dalam konteks saat ini, keadaan menjadi jauh berbeda ketika banyak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, lanjut Elsa, diperlukan inisiatif untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan keadaan melalui uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Anda dapat menemukan artikel edukasi menarik lainnya di tautan ini. Ayesha Dahlan mengungkap alasan suaminya suka merahasiakan media sosial dan memperingatkan bahayanya. Ayesha Dahlan mengatakan, kebiasaan wanita ini bisa berbahaya. Karena tulisan itu sendiri mempunyai gelombang tersendiri yang dapat mewujudkannya. dianrakyat.co.id.co.id 10 Agustus 2024

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D