0 0
Read Time:5 Minute, 1 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Ketidakstabilan geopolitik di Timur Tengah berdampak pada pasar Indonesia. Situasi ini akan diperburuk oleh potensi dampak kenaikan harga minyak hingga $100 per barel, arus keluar modal, dan depresiasi rubel.

Head of Fixed Income Research PT Sinarmas Sekuritas (SimInvest) Aryo Perbongso mengatakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) saat ini menghadapi dilema dalam memilih antara kebijakan yang mendukung pertumbuhan dan menstabilkan belanja fiskal untuk mengelola nilai rupiah.

Ia mencatat bahwa mempertahankan suku bunga BI di tengah tantangan-tantangan ini dapat memberikan sinyal dukungan bagi pertumbuhan ekonomi, namun dapat menyebabkan biaya fiskal yang lebih tinggi.

Koordinasi komprehensif antara BI dan pemerintah sangat penting untuk menstabilkan rupee dan melaksanakan kebijakan pertumbuhan.

“Melihat nilai tukar saat ini, kami yakin BI rate bisa dipertahankan pada April 2024 mengingat siklus pembayaran dividen yang masih berjalan. Oleh karena itu, kenaikan BI rate saat ini patut dikhawatirkan. di webinar SimInvest, 2024. 23 April, Selasa, Rabu (24.04.2024).

Skenario yang mungkin dilakukan BI dan pemerintah untuk menstabilkan nilai rupee adalah dengan mempertahankan suku bunga BI dan meningkatkan imbal hasil surat utang negara (SBN).

“Mempertahankan BI rate berarti mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia melawan kenaikan suku bunga, namun hal ini dapat mengakibatkan biaya fiskal APBN menjadi lebih tinggi karena penerimaan SBN yang lebih tinggi,” kata Aryo.

 

Isfahan Helmi, Head of Institutional Research Sinarmas Sekuritas, memperkirakan dampak eskalasi konflik di Timur Tengah tidak akan berdampak langsung pada pasar saham Indonesia.

Menurut dia, penurunan indeks IHSG yang terjadi pada hari perdagangan pertama setelah libur lebaran hanya menjadi salah satu faktor penyebab turunnya pasar saham AS pada pekan libur lebaran.

“Kami melihat ini sebagai tren bearish sementara bagi IHSG dan sebenarnya ini merupakan peluang untuk mengakses emiten-emiten yang fundamentalnya bagus,” kata Isfhan.

Dalam hal ini Indofood CBP Tbk (ICBP) lebih disukai dengan rekomendasi BELI, TP Rp 12.750, potensi kenaikan 26%. Beli TP Sumber Alfaria Tbk (AMRT) seharga Rp 3250, potensi kenaikan 16%. Beli Mayora Indah Tbk (MYOR) di TP Rp 2.820, potensi kenaikan 21%.

“Untuk Bank, Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), TP Rp 8.150, potensi keuntungan 22%. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) BUY, TP Rp 6.475, potensi keuntungan 22%,” pungkas Isfhan.

Sinarmas Sekuritas juga melihat potensi kenaikan bagi Telkom Indonesia (Persero) Tbk ( TLKM ) karena peringkatnya dinaikkan menjadi 2. Spread tersebut berada di bawah rata-rata P/E 5 tahun sebesar 11,7 kali. Sinarmas Sekuritas merekomendasikan BUY untuk TLKM dengan TP Rp 4.200 dengan potensi kenaikan 30%. Penting untuk dicatat bahwa investor harus tetap tenang dan menggunakan penurunan harga saham saat ini sebagai titik masuk dengan harga diskon. 

 

 

Sebelumnya, Indeks Nilai Tukar (IHSG) diberitakan masih berada di zona hijau pada Selasa (23 April 2024) menyusul putusan Mahkamah Konstitusi pada debat Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024. IHSG melihat penjualan saham oleh investor asing dan sebagian besar sektor saham berubah menjadi hijau.

IHSG naik 0,52 persen menjadi 7.110 pada akhir perdagangan Selasa, menurut data RTI. Indeks LQ45 meningkat 0,67% dan mencapai 927,63 poin. Sebagian besar sektor saham berubah menjadi hijau.

Pada perdagangan mingguan Selasa, IHSG sempat mencatatkan tertinggi 7.165,95 dan terendah 7.099,84. Sebanyak 270 saham menguat dan 288 turun. 225 saham tetap tidak berubah.

Total frekuensi penjualan 1.104.683 kali, volume penjualan 19,4 miliar. Nilai transaksi hariannya adalah Rp 12,2 triliun. Posisi USD terhadap Rupee berada pada kisaran 16.215. Investor asing berinvestasi 127,91 miliar. Dijual saham senilai Rp. Pada tahun 2024, investor asing akan membeli saham senilai Rp 11,07 triliun.

Sebagian besar sektor ekuitas (IDX-IC) berubah menjadi hijau. Sektor pangsa energi memimpin pertumbuhan sebesar 1,26 persen. Pada saat yang sama, sektor modal siklis meningkat sebesar 1,12% dan sektor modal teknologi meningkat sebesar 0,87%.

Selain itu, sektor share sektor industri naik sebesar 0,10 persen, sektor share non-periodik sebesar 0,04 persen, dan sektor share keuangan sebesar 0,57 persen. Kemudian sektor real estate menguat 0,48 persen, sektor dana teknologi menguat 0,87 persen, dan sektor dana infrastruktur menguat 0,48 persen.

Sedangkan sektor pasar modal turun 0,39 persen, sektor dana kesehatan turun 0,23 persen, dan sektor dana transportasi turun 0,49 persen.

 

 

 

Saham SMDR turun 1,3 persen menjadi Rp304 per saham pada perdagangan Selasa. Saham SMDR datar di Rp 308 per saham. Saham SMDR mencapai level tertinggi Rp 310 dan terendah Rp 302. Total frekuensi perdagangan sebanyak 1.259 kali dan volume perdagangan sebanyak 83.382 lembar saham. Nilai transaksinya Rp 2,5 miliar.

Harga saham SSIA naik 1,38 persen menjadi Rp 1.100 per saham. Harga per saham SSIA flat, dibuka di Rp 1.085. Harga saham SSIA mencapai level tertinggi Rp 1.110 dan terendah Rp 1.075. Total frekuensi perdagangan sebanyak 3.369 kali, volume perdagangan sebanyak 216.401 lembar saham. Nilai transaksinya Rp 22 miliar.

Ekonom BCA ini mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi memberikan kepastian hukum terkait pemilihan umum (Pemilu) 2024, “Saya berharap belanja modal meningkat dan pelaku usaha tidak lagi menunggu untuk berinvestasi,” ujarnya Liputan6 . .com.

Sementara itu, David mengatakan pergerakan rupee lebih didorong oleh perkembangan eksternal. Hal ini disebabkan adanya harapan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve System akan mempertahankan suku bunga acuan dan ketegangan geopolitik yang terjadi belakangan ini. “(Red Rupiah) tidak ada hubungannya dengan perkara MK,” ujarnya.

 

Pasar saham Asia didominasi oleh penguatan seiring dengan mulai meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, menurut riset PT Pilarmas Investindo Sekuritas yang dikutip Antara.

Namun demikian, risiko pelemahan pasar modal tetap ada, yang tidak lepas dari tingginya inflasi di Amerika Serikat (AS), sehingga kami yakin penurunan suku bunga The Fed baru akan terjadi pada September atau Desember 2024, kata studi tersebut. Pilarmas Investindo Securitas.

Dari luar negeri minggu ini, laporan produk domestik bruto (PDB) AS untuk kuartal pertama tahun 2024, klaim pengangguran, PCE inti, pendapatan pribadi, dan belanja pribadi AS akan memandu langkah The Fed selanjutnya. Selain itu, inflasi Australia, suku bunga Jepang, dan suku bunga Indonesia pada minggu ini akan memberikan indikasi kepada para pelaku pasar mengenai bagaimana kinerja perekonomian global ketika kondisi geopolitik sedang tidak baik.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D