0 0
Read Time:1 Minute, 45 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta – Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal tahun 2020 sangat berdampak pada seluruh aspek kehidupan, termasuk tumbuh kembang anak.

Anak yang lahir pada masa pandemi saat ini adalah anak balita. Menurut situs resmi Kementerian Kesehatan RI, usia 1-2 tahun merupakan usia terpenting bagi tumbuh kembang anak.

Perkembangan sensorik dan motorik berlangsung pesat pada usia ini. Anak belajar berjalan dan mulai mengeksplorasi lingkungannya dengan inderanya atau seluruh indranya.

Namun karena adanya kebijakan pemerintah untuk tetap berada di rumah dan melakukan perjalanan selama pandemi COVID-19, banyak karyawan yang terkena PHK/WFH (bekerja dari rumah).

Artinya, anak-anak yang tumbuh di masa epidemi kurang terpapar dengan orang lain dan lingkungannya.

Tante Mobi, penanggung jawab tumbuh kembang anak, mengatakan: “Sebenarnya diperlukan tempat di mana anak bisa berinteraksi dengan orang lain, bisa bergerak dan bermain. Tapi karena wabah ini, anak-anak jadi tidak bisa bermain dengan baik.”

Pasalnya, pandemi COVID-19 telah menimbulkan kurangnya motivasi yang berdampak pada pola asuh anak saat itu.

Undang-undang WFH memperbolehkan orang tua melakukan pekerjaan rumah tangga, sehingga mereka dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak, memfasilitasi pengasuhan anak, dan menyibukkan anak di tempat kerja.

 

Salah satu risiko terbesar yang dihadapi anak-anak selama pandemi adalah komunikasi.

Mengutip website yankes.kemenkes.go.id Rabu 8 Mei 2024, kemampuan bahasa/bicara anak belum terlihat atau mengoceh seperti anak usia satu tahun.

Psikolog Rosdiana Setyaningrum mengatakan penyakit mental punya daftar panjang.

“Bayangkan kita ingin mengatakan sesuatu tapi tidak bisa, kita akan merasa frustasi dan tidak dimengerti,” kata Rosdiana pada konferensi media “MS School & Wellbeing Center untuk Membantu Anak Mengatasi Disabilitas” di Jakarta, Rabu, (8/5 /2024).

Ada orang tua yang pergi ke dokter karena mengira anaknya menderita autisme.

“Banyak yang mengira anaknya autis, padahal sebenarnya tidak, tapi refleks dan sensorik anak tersebut bermasalah,” kata Rosdiana.

Seorang anak yang diduga mengalami gangguan bicara karena gangguan bicara menerima terapi dengan mengurangi waktu yang dihabiskannya untuk menonton dan mulai berbicara lebih sedikit.

“Karena waktu menatap layar mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, mengurangi waktu menatap layar dapat membantu anak mengembangkan suara yang lebih jelas dan mulai berbicara,” kata Moby.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D