dianrakyat.co.id, Jakarta – PT Shoes Bata Tbk (Bata) memutuskan menutup pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat. Salah satu alasan penutupan pabrik tersebut adalah dampak perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat.
Banyak pihak yang menyayangkan penutupan pabrik di Purwakarta. Pasalnya, Bata Shoes telah hadir di Indonesia selama 93 tahun dengan produksi pertama kali dilakukan pada tahun 1940. Selama bertahun-tahun, Bata di Indonesia telah melakukan inovasi dalam penawaran produk dan saluran bisnis dengan tujuan untuk selalu melayani dan memenuhi kebutuhan perusahaan. Masyarakat Indonesia dari berbagai segmen pasar.
Sebagai salah satu pemasar dan retail alas kaki terkemuka di tanah air, Bata memiliki toko di seluruh tanah air yang memegang lisensi merek selain Bata, seperti: Comfit, Power, Bubblegummers, North Star, B-First, dan Weinbrenner.
Untuk menjaga keberlangsungan bisnis dalam jangka panjang, Bata telah mengambil inisiatif untuk mengoptimalkan operasional perusahaan guna memenuhi kebutuhan pelanggan yang semakin meningkat melalui pemasok lokal dan mitra lainnya.
Bata tetap berkomitmen berinvestasi di Indonesia dengan memenuhi permintaan pelanggannya. Dampak Covid
Direktur dan Sekretaris PT Shoes Bata Tbk Hatta Tutuko menjelaskan, seperti banyak perusahaan lain yang menghadapi dampak pasca-COVID, PT Shoes Bata Tbk menghadapi banyak tantangan dalam empat tahun terakhir, termasuk perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat. Bata merasakan perlunya transformasi untuk melayani konsumen dengan lebih baik.
“Perusahaan tidak lagi dapat melanjutkan produksi di pabrik di Purwakarta dan sebagai gantinya akan menawarkan produk-produk baru yang menarik yang dirancang dan dikembangkan oleh Bata serta pabrikan lokal dari pabrik mitra kami di Indonesia – yang banyak di antaranya telah bekerja sama dengan kami.” , kata Hatta Tutuko, melalui keterangan tertulis, Rabu (8/5/2024).
Lanjut Hatta, keputusan tersebut tentu tidak diambil begitu saja dan diambil setelah adanya penilaian mendalam dan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat.
“Penyesuaian ini juga merupakan bagian dari komitmen masyarakat untuk berkembang dan beradaptasi dalam perubahan zaman ini.” dia berkata.
PT Shoes Bata Tbk akan terus beroperasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dengan produk-produk berkualitas terbaik, terus berinovasi dan mengintegrasikan pengalaman pelanggan melalui saluran omnichannel (www.bata.co.id) dan Pengalaman langsung toko fisik . dengan kemudahan belanja online.
Sebelumnya diketahui PT Shoes Bata Tbk (BATA) menutup pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat pada 30 April 2024.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni mengatakan pengelolaan Bata akan dilakukan dalam waktu dekat. Ia akan meminta penjelasan soal penutupan pabrik Bata di Purwakarta.
“Nanti kita namakan industri sepatu Bata,” kata Febri saat ditemui, Senin (6/5/2024) di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta.
Ia melihat sebagian besar perusahaan Bata sendiri bergerak di bidang retail. Kemudian produk yang dijual diisi dengan produk impor. Sementara itu, hanya sebagian kecil produsen di Indonesia yang memproduksi sepatu.
“Hanya sebagian kecil produsen Bata yang memproduksi sepatu sendiri, padahal bahan bakunya berasal dari impor. Oleh karena itu, kami melihat kebijakan Lartas (larangan dan pembatasan) ini diharapkan industri sepatu nasional dari kebijakan Lartas Sepatu dapat mulai membangun pabrik. di Indonesia, jelasnya.
Dia menjelaskan, lartas adalah barang jadi yang diimpor ke Indonesia. Sedangkan bahan baku tidak dikenakan pembatasan masuk bagi industri.
Ia berharap perusahaan pembuat sepatu seperti Bata bisa memanfaatkan hal ini untuk mendorong pembangunan pabrik di Tanah Air. Diharapkan dapat membuka lapangan kerja.
“Kami merekomendasikan (Bata) untuk lebih memperkuat pabriknya di Indonesia. Kebijakan Lartas adalah melakukan investasi pada industri alas kaki di sektor industri, yang berdampak pada Lartas, untuk membangun pabrik di Indonesia,” ujarnya.
Soal alasan terhentinya produksi di pabrik Bata di Purwakarta, Febri enggan berspekulasi. Pasalnya, dalam posisi tersebut Kementerian Perindustrian berperan sebagai regulator industri. “Kita pantau pemberitaannya, bagaimana dengan strategi bisnisnya? Kita tidak bisa berbuat apa-apa, kita regulatornya,” ujarnya.