0 0
Read Time:2 Minute, 33 Second

JAKARTA – Film Civil War mengandung banyak unsur, mulai dari adegan aksi seru, kisah perjalanan, krisis identitas, hingga pertanyaan etika jurnalistik.

Perang Saudara adalah cerita fiksi tentang Perang Saudara Amerika. Namun berbeda dengan film perang pada umumnya, film yang disutradarai dan ditulis oleh Alex Garland (28 Days Later, The Sun, Never Let Me Go, Dredd) ini tidak menjelaskan secara jelas mengapa perang itu terjadi.

Pemirsa hanya bisa menebak dari percakapan ini dan bahwa itu terjadi pada masa pemerintahan ketiga Presiden Amerika Serikat. Padahal, undang-undang saat ini (dalam kehidupan nyata) menyatakan bahwa masa jabatan pemerintah dibatasi pada dua periode.

Selama periode ini, pemberontakan pecah di beberapa wilayah Amerika Serikat, dan beberapa partai membentuk berbagai aliansi. Salah satu yang terkuat adalah Tentara Barat. Tujuan mereka adalah menggulingkan presiden Amerika yang sedang menjabat.

Sepanjang film, tidak ada “indikasi” terang-terangan dari Alex Garland bahwa penonton harus bersimpati kepada pemerintah AS atau kekuatan Barat. Hal ini nampaknya disengaja, karena melihat perang saudara dari sudut pandang jurnalis, dalam hal ini jurnalis foto.

Foto: A24

Ada empat jurnalis yang menjadi tokoh utama dan mereka berada di dalam mobil menuju Gedung Putih di Washington. Misi mereka adalah untuk mewawancarai Presiden Amerika Serikat (Nick Offerman) sebelum dia, seperti yang diperkirakan banyak orang, dicopot dari kekuasaannya.

Lee Smith (Kirsten Dunst), seorang jurnalis foto terkenal dari Colorado, yang prestasinya disejajarkan dengan jurnalis legendaris Perang Dunia II Lee Miller. Ia memiliki pengalaman luas sebagai jurnalis perang.

Rekannya adalah reporter Reuters Joel (Wagner Moura). Lalu ada reporter veteran New York Times Sammy (Stephen McKinley Henderson), yang kebetulan adalah mentor Lee. Namun, tubuhnya sangat lemah sehingga dia tidak fit lagi untuk memasuki medan perang.

Terakhir, ada Jessie (Keile Payne), pria berusia 23 tahun yang ingin menjadi jurnalis foto seperti Lee Smith.

Yang menarik dari Civil War adalah keempat tokoh utama ini tidak berperan sebagai pahlawan dalam cerita. Mereka hanya berpura-pura menjadi jurnalis dan hanya bekerja berdasarkan pendapat jurnalis yang ingin memberitakan peristiwa penting dalam sejarah dan mendapatkan informasi atau foto eksklusif.

Bukannya membantu mereka yang tertembak, mereka malah berupaya melanggengkan kejadian tersebut. Civil War menunjukkan kedisiplinan jurnalis yang selalu mendukung pasukan yang ditemuinya untuk mendapatkan hasil terbaik tanpa mengorbankan nyawa.

Hal itu berjalan sesuai standar jurnalistik, hingga Lee merasa harus melindungi Jessie yang masih bersemangat dan polos, kaget melihat pria yang digantung itu masih hidup dan dibalut perban. Dari sana, pemirsa mulai melihat sisi humanistik Lee.

Pada saat yang sama, penonton dihadapkan pada kengerian perang saudara, serta pertemuan yang sangat menarik dengan Nazi. Potongan-potongan ini adalah resep klasik untuk tambahan Alex Garland pada Civil War.

Foto: A24

Namun, dengan sistem suara yang bersih dan cerita yang perlahan mencapai klimaksnya, adegan klasik ini tetap menyenangkan dan mengasyikkan.

Dari rangkaian adegan tersebut, penonton akan melihat perubahan pada karakter Lee dan Jesse. Saat Lee semakin putus asa, Jessie menemukan kegembiraan karena adrenalin benar-benar terpacu di sela-sela peluit bola.

Perang Saudara menimbulkan pertanyaan tentang jurnalisme dan etika. Penonton mungkin merasa tidak nyaman setelah menonton dan ingin mendiskusikan segala sesuatu yang terjadi selama film tersebut.

Civil War bisa disaksikan di jaringan bioskop di Indonesia mulai 30 April 2024.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D